Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
ilustrasi penembakan (unsplash.com/Max Kleinen)
ilustrasi penembakan (unsplash.com/Max Kleinen)

Intinya sih...

  • Pencarian Freeman di medan yang sulit.

  • Warga Porepunkah terguncang dengan penembakan.

  • Tersangka pernah mengaku membenci polisi.

Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Jakarta, IDN Times - Dua polisi tewas dan satu lainnya terluka akibat penembakan di negara bagian Victoria, Australia, pada Selasa (26/8/2025). Pelaku hingga kini masih buron.

Komisaris kepala polisi negara bagian, Mike Bush, mengatakan penembakan terjadi pada pagi hari, ketika 10 polisi bersenjata hendak melaksanakan surat perintah penggeledahan di rumah tersangka, Dezi Freeman, yang terletak di kota Porepunkah. Pria berusia 56 tahun itu kemudian melepaskan tembakan dan membunuh dua polisi, masing-masing berusia 59 dan 35 tahun. Seorang petugas lainnya mengalami luka serius, tetapi kondisinya kini stabil setelah menjalani operasi.

Sementara itu, Freeman berhasil melarikan diri dengan menenteng senjata ke dalam hutan tak jauh dari rumahnya. Pencarian besar-besaran terhadapnya berlanjut sepanjang malam hingga Rabu (27/8/2025), dengan warga diimbau tetap berada di dalam rumah.

"Masyarakat harus tetap berada di dalam. Dia jelas merupakan orang yang sangat berbahaya dan perlu ditangkap. Dan itulah sebabnya kami mengerahkan seluruh sumber daya untuk melakukan hal itu," ujar Bush.

1. Medan yang terjal jadi tantangan dalam pencarian Freeman

Dikelilingi bukit berhutan lebat di Pegunungan Alpen Australia, Porepunkah hanya berjarak sekitar satu jam berkendara dari perbatasan New South Wales (NSW). Bush sendiri tidak menutup kemungkinan bahwa Freeman telah meninggalkan negara bagian, meskipun hingga kini belum ada informasi yang mengindikasikan hal tersebut.

“Dia pasti lebih mengenal wilayah itu dibandingkan kami, karena itulah kami menerjunkan setiap pakar dengan dukungan pengetahuan dari warga lokal,” kata Bush.

Misty-Rose Wilson, seorang operator bisnis lokal, mengatakan bahwa pencarian terhadap Freeman cukup menantang karena harus menghadapi semak belukar yang sangat lebat, tanjakan curam, ditambah kondisi cuaca buruk dan jarak pandang yang rendah.

“Melihat betapa sulitnya melacak seseorang di kawasan itu, jujur saja, ini seperti mencari jarum dalam tumpukan jerami,” ungkapnya kepada BBC.

2. Warga terguncang dengan penembakan tersebut

Dalam sebuah pernyataan, Perdana Menteri Victoria, Jacinta Allan, menyampaikan belasungkawa kepada keluarga, teman, dan rekan kerja kedua polisi yang tewas.

“Dan kepada keluarga serta orang-orang terkasih merekalah, saya sampaikan simpati terdalam, juga kepada keluarga besar Kepolisian Victoria yang kini merasakan duka dan luka yang begitu mendalam," ungkapnya, dikutip dari ABC.

Marcus Simpson, pengelola operasional di lapangan terbang lokal, mengatakan bahwa kota itu terkejut usai mendengar kabar penembakan tersebut.

“Ini komunitas yang baik, sangat erat, dan hampir semua orang saling mengenal. (Kota ini) akan membutuhkan proses pemulihan yang panjang untuk bisa bangkit dari kejadian ini," ujarnya.

Emily White, pengelola taman karavan lokal, juga mengungkapkan keterkejutannya atas insiden tersebut. Ia mengatakan bahwa Porepunkah adalah kota yang relatif tenang, di mana warganya selalu merasa aman.

Dilansir dari CNA, penembakan mematikan tergolong jarang terjadi di Australia. Larangan terhadap senjata otomatis dan semi-otomatis telah diberlakukan sejak tragedi penembakan massal di Port Arthur, Tasmania, yang menewaskan 35 orang pada 1996.

3. Tersangka pernah mengaku membenci polisi

Freeman sebelumnya pernah menyebut dirinya sebagai “warga negara yang berdaulat”, istilah bagi seseorang yang keliru meyakini dirinya tidak tunduk pada hukum dan otoritas pemerintah Australia. Kebenciannya terhadap otoritas telah banyak didokumentasikan melalui unggahan daring, video, dan dokumen pengadilan. Namun, polisi menyatakan masih terlalu dini untuk menjawab pertanyaan mengenai keyakinan Freeman.

Beberapa pihak, termasuk Perdana Menteri Australia Anthony Albanese, menyoroti kesamaan antara penembakan pada Selasa dengan serangan terhadap polisi di Queensland pada 2022 yang menewaskan dua petugas. Tiga pelaku dalam insiden tersebut, yang merupakan penganut teori konspirasi dan membenci polisi, kemudian ditembak mati oleh petugas keamanan.

“Ancaman ini sangat nyata dan kita harus sangat waspada,” kata Albanese dalam wawancara dengan ABC pada Selasa malam.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.

Editorial Team