Pertempuran 12 Hari Iran, Israel dan AS: Dunia di Ambang Perang Dunia III

- AS menyerang 3 fasilitas nuklir Iran
- Pembalasan Iran terhadap serangan AS
- Teori dramaturgi sosial dalam perang Iran vs Israel
Jakarta, IDN Times - Serangan Israel dan Amerika Serikat atas fasilitas nuklir Iran membuat khawatir banyak pihak. Bagaimana kalau terjadi kebocoran seperti di Chernobyl? Bagaimana jika Perang Dunia III terjadi?
Ketakutan ini terjadi usai pada 13 Juni lalu Israel tiba-tiba saja melakukan serangan ke Iran. Serangan ini menewaskan seorang jenderal Iran, Hossein Salami, ketua Garda Revolusi Iran (IRGC). Iran yang sedang dalam tahap negosiasi kesal dan langsung membombardir balik Israel dengan ratusan rudal.
Awalnya, Amerika Serikat (AS) mengatakan tidak ikut campur dalam serangan ini. Namun, mereka mengakui jika Israel sempat memberitahu akan menyerang Iran. Hanya saja, Menteri Luar Negeri AS Marco Rubio kala itu mengatakan, "Tidak menyangka (serangan Israel) secepat itu."
Sementara Israel mengatakan, serangan mereka ke Iran telah mendapat persetujuan AS, dan menarik Negeri Paman Sam masuk ke dalam pusaran perang. Namun, AS menegaskan, Iran tidak boleh menyerang pasukan mereka yang ada di basis militer di Timur Tengah.
Israel menarik AS, Washington maju mundur, hingga akhirnya masuk dalam jebakan Tel Aviv. Dan itu semua, karena Donald Trump.
1. Serangan AS ke 3 fasilitas nuklir Iran

Belum tuntas ketakutan akibat saling serang Iran dan Israel, AS kemudian menyerang 3 fasilitas nuklir Iran, yakni Natanz, Fordow, dan Isfahan. Pada Minggu (22/6/2025), Trump lewat akun media sosialnya, Truth Social, tiba-tiba saja mengumumkan sudah menyerang Iran.
Sontak dunia kaget, pasalnya AS menerjunkan 6 B-2 bomber dan satu bomber tambahan, tujuannya melemahkan kapasitas nuklir Iran. Menurut Trump, ini merupakan momen penting dalam upaya mengakhiri konflik setelah Israel menyerang Iran pada 13 Juni lalu.
“Ini adalah MOMEN BERSEJARAH BAGI AMERIKA SERIKAT, ISRAEL, DAN DUNIA. IRAN SEKARANG HARUS SETUJU UNTUK MENGAKHIRI PERANG INI. TERIMA KASIH!” tulis Trump di Truth Social.
Serangan AS merupakan keputusan berbahaya, karena Iran telah berjanji untuk membalas jika Washington bergabung dengan serangan Israel. Bagi Trump secara pribadi, keputusan ini bertentangan dari janjinya untuk menjauhkan AS dari konflik asing yang dapat menelan biaya tinggi.
2. Pembalasan Iran

Benar saja, Iran kemudian membalas serangan AS pada Selasa (23/6/2025) tengah malam, ke pangkalan udara AS di Qatar. Serangan rudal Iran berhasil diredam dan dilaporkan tidak menimbulkan korban jiwa atau cedera.
"Iran secara resmi menanggapi penghancuran fasilitas nuklir mereka dengan tanggapan yang sangat lemah, yang kami perkirakan, dan telah kami tanggulangi dengan sangat efektif. Telah ada 14 rudal yang ditembakkan — 13 di antaranya ditembak jatuh, dan 1 dilepaskan, karena rudal tersebut mengarah ke arah yang tidak mengancam," kata Trump.
"Saya senang melaporkan bahwa TIDAK ADA warga Amerika yang terluka, dan hampir tidak ada kerusakan yang terjadi. Yang terpenting, mereka telah mengeluarkan semuanya dari "sistem" mereka, dan mudah-mudahan, tidak akan ada lagi KEBENCIAN. Saya ingin berterima kasih kepada Iran karena telah memberi kami pemberitahuan lebih awal, yang memungkinkan tidak ada nyawa yang hilang, dan tidak ada yang terluka. Mungkin Iran sekarang dapat melanjutkan ke perdamaian dan harmoni di kawasan, dan saya akan dengan antusias mendorong Israel untuk melakukan hal yang sama. Terima kasih atas perhatian Anda terhadap masalah ini!" imbuhnya.
Ini menjadi salah satu yang agak aneh. Pasalnya, saat AS menyerang 3 fasilitas nuklir Iran, walaupun ada kerusakan, namun dilaporkan fasilitas nuklir ini sudah dipindahkan. Ketua Kajian Amerika Serikat Universitas Indonesia Suzie Sudarman kepada IDN Times mengatakan, ada teori dramaturgi sosial dari serangan dan saling serang ini.
3. Apa itu teori dramaturgi sosial?

Suzie mengatakan, ada teori dramaturgi sosial yang diperkenalkan Ervin Goffman. Suzie menjelaskan, berdasarkan teori Goffman tersebut bahwa orang berinteraksi adalah ingin menyajikan suatu gambaran diri yang akan diterima orang lain, yang disebut sebagai pengelolaan pesan. Kehidupan menurut teori dramaturgi adalah ibarat teater, interaksi sosial yang mirip pertunjukan drama, yang menampilkan peran.
"Orang-orang berpura-pura ketika di depan orang lain, namun ketika di tempat pribadi, orang-orang berperilaku seperti biasanya," ucap Suzie. Menurutnya, dua bentuk manajemen kesan yang paling umum adalah presentasi diri dan presentasi barang dagangan.
Dan hal tersebut, ungkap Suzie, teori ini yang ditampilkan Trump dalam perang Iran vs Israel. Trump didefinisikan sebagai seseorang dengan tindakan individu yang ingin mengendalikan, membentuk, dan memodifikasi kesan yang dimiliki orang lain terhadap mereka dalam situasi tertentu.
"Seakan menjadi pahlawan ketika ia tiba-tiba mengumumkan gencatan senjata hanya beberapa jam setelah pangkalan udara mereka diserang Iran," ucapnya.
4. Ada drama khusus Iran-AS

Suzie menduga ada drama khusus antara Amerika Serikat dengan Iran, yakni AS boleh serang fasilitas nuklir, tapi Iran dipersilakan memindahkan material pentingnya lebih dulu. Sedangkan Iran boleh menyerang pangkalan militer AS di Qatar asalkan tidak berbahaya.
"Sebatas buat menyenangkan perasaan rakyatnya masing-masing, bukan untuk saling menghancurkan," serunya.
Meski mengakui ini hanya pendapat teoritis, namun menurut Suzie, Trump ingin meraih Nobel Prize. Terlebih Pakistan mengatakan, mereka mendukung Donald Trump mendapatkannya karena mereka mendamaikan perang antara Pakistan dan India.
Pasalnya, menurut dia, sangat aneh ketika sehabis diserang malah langsung diajak damai.
5. Iran bukan rezim perang

Sementara itu, Iran lewat Duta Besarnya di Jakarta, Mohammad Boroujerdi, menegaskan negaranya bukan rezim perang. Ia menegaskan, Iran akan memilih kekuaatan dan keteguhan dalam merespons agresi ini.
"Saya berkali-kali menyampaikan bahwa Iran bukan Gaza yang tidak memiliki kemampuan untuk membela diri. Kami adalah negara yang sangat kuat, yang mampu memberikan pembalasan dan melakukan pembelaan diri," tegas Dubes Boroujerdi.
Ia menegaskan, jika tindakan balasan adalah satu-satunya pilihan yang tersedia. Pasalnya, membalas serangan yang ditujukan pada mereka adalah bagian dari hak membela diri yang diakui Piagam PBB.
Dubes Boroujerdi secara konsisten menegaskan bahwa Iran menanggapi agresi dengan benar—memperhatikan norma internasional, menegaskan hak pertahanan diri, dan berharap dukungan diplomatik dari Indonesia. Konflik ini bukan hanya persoalan militer, tapi juga drama diplomasi global dan hukum internasional.
6. Gencatan senjata yang rapuh

Gencatan senjata yang lagi-lagi diumumkan Trump disebut-sebut sebagai gencatan senjata yang rapuh. Bagaimana tidak? Trump dianggap klaim sepihak terkait dengan gencatan senjata itu.
Gencatan senjata ini hanya bersifat sementara. Pernyataan Dubes Boroujerdi bisa menjadi dasarnya yakni 'membela diri'. Dengan membela diri, maka perang bisa terjadi lagi jika mereka diserang. Dan Israel maupun AS bisa kembali menyerang Iran kapanpun.
Hal ini saja sudah disampaikan Trump. Ia mengancam akan mempertimbangkan mengebom negara itu lagi jika Teheran terbukti memperkaya uranium lagi ke tingkat yang mengkhawatirkan.
Belum ada perdamaian, dan gencatan senjata itu bersifat sementara. Jika perang kembali pecah, maka kita akan kembali berada di ambang Perang Dunia III.