Usai Insiden Mal Bangkok, Thailand Perketat Penjualan Senjata Online

Jakarta, IDN Times - Thailand akan menutup celah hukum terkait klasifikasi dan penjualan online senjata api sebagai upaya mengendalikan peredaran senjata di negara itu.
Rencana tersebut disampaikan pada Rabu (4/10/2023), sehari setelah penembakan mematikan di mal di Bangkok yang menewaskan empat orang. Tersangka adalah remaja laki-laki berusia 14 tahun.
Menurut kepala polisi Thailand Torsak Sukvimol, senjata yang digunakan oleh tersangka telah dimodifikasi dan awalnya dirancang untuk menembakkan peluru kosong. Artinya, senjata tersebut tidak masuk ketagori senjata mematikan dan kemungkinan besar dibeli secara online.
Torsak mengatakan, ada lebih dari 10 ribu senjata impor legal yang beredar di Thailand. Polisi akan bekerja sama dengan lembaga pemerintah lainnya untuk mengklasifikasikannya kembali sebagai senjata api mematikan, guna menghentikan impor benda-benda tersebut.
“Kami ingin memastikan senjata-senjata ini adalah senjata api yang terkendali karena modifikasinya menjadikannya senjata yang mematikan,” katanya.
1. Memodifikasi senjata kosong kini dapat dipelajari siapa saja
Krisanaphong Poothakool, kriminolog di Universitas Rangsit, mengatakan bahwa memodifikasi senjata kosong merupakan tindakan ilegal. Namun, para pelaku dapat dengan mudah mempelajarinya dan ada layanan kriminal yang menawarkan hal itu.
Berdasarkan penelusuran Reuters terhadap platform e-commerce Lazada dan Shopee pada Rabu, beberapa jenis senjata kosong dijual dengan harga mulai dari sekitar lima ribu baht (sekitar Rp2 juta).
Menurut Krisanaphong, upaya pengendalian senjata dapat didorong dengan meningkatkan penegakan hukum, termasuk menciptakan mekanisme yang lebih cepat untuk memblokir situs web dan layanan online yang menawarkan penjualan atau modifikasi senjata api.
Selain itu, keinginan politik untuk mendorong pengendalian senjata jangka panjang juga tak kalah penting.
2. Thailand harus belajar dari insiden penembakan massal di masa lalu
Awal pekan ini, Torsak mengatakan bahwa polisi akan membentuk tim untuk mencegah penjualan senjata api ilegal di internet. Menurut undang-undang Thailand, mereka yang memiliki senjata api ilegal dapat dikenakan hukuman penjara hingga 10 tahun dan denda hingga 20 ribu baht (sekitar Rp 8 juta).
Undang-undang kepemilikan senjata telah diperketat setelah penembakan massal di negara itu dalam beberapa tahun terakhir. Adapun persyaratannya termasuk evaluasi medis bagi mereka yang ingin membeli senjata atau memperbarui izinnya.
Oktober lalu, seorang mantan polisi membunuh 35 orang, termasuk 22 anak-anak, di sebuah TK di timur laut Thailand. Pada 2020, seorang tentara menembak dan membunuh sedikitnya 29 orang di kota lainnya di timur laut negara itu.
Setelah penembakan pada Oktober itu, Thailand sempat membuat rancangan undang-undang amnesti senjata. Aturan itu memungkinkan mereka yang memiliki senjata tidak terdaftar untuk mendaftarkannya atau menyerahkannya kepada pihak berwenang selama masa tenggang. Namun, RUU tersebut tidak lolos ke parlemen menjelang pemilihan umum bulan Mei.
“Pemerintah harus mengambil pelajaran dari insiden penembakan massal di masa lalu, meninjau solusi yang diusulkan dan segera melaksanakannya,” kata Krisanaphong.
3. Tersangka didakwa pembunuhan berencana
Penembakan terbaru di mal mewah Siam Paragon di Bangkok terjadi menjelang jam sibuk pada Selasa (3/10/2023). Insiden itu menewaskan dua perempuan, masing-masing merupakan warga China dan Myanmar, dan melukai lima lainnya. Tersangka ditangkap tanpa perlawanan pada malam harinya.
Polisi mengatakan, tersangka yang masih berusia 14 tahun itu akan dikirim ke pengadilan remaja pada Rabu malam. Ia didakwa melakukan pembunuhan berencana, percobaan pembunuhan, dan kepemilikan senjata api ilegal, dilansir Al Jazeera.
Remaja itu diduga mengalami gangguan kejiwaan. Ia dilaporkan menerima perawatan psikologis dan belum meminum obat yang diresepkan pada hari sebelumnya.
Media Thailand melaporkan bahwa tersangka adalah seorang siswa di sebuah sekolah swasta terkemuka. Penyelidik sedang menyelidiki latar belakang remaja tersebut dan berencana untuk berbicara dengan teman-temannya mengenai kondisi mentalnya.
“Tersangka mengalami gangguan psikologis dan cocok dengan profil penembak aktif,” kata Tosak
“Awalnya saya mengobrol dengannya untuk menenangkannya. Dia seperti mendengar seseorang berbicara dengannya, dia mendengar sesuatu, ada suara yang menyuruhnya menembak,” tambah kepala polisi itu.