Prancis Balas Usir 12 Diplomat Aljazair

Jakarta, IDN Times - Prancis mengusir 12 pejabat diplomatik dan konsuler Aljazair serta menarik pulang duta besarnya dari Aljir pada Selasa (15/4/2025). Tindakan ini merupakan balasan setelah Aljazair lebih dulu mengusir 12 pejabat Prancis pada Senin (15/4/2025).
Krisis diplomatik ini dipicu penangkapan pejabat konsuler Aljazair oleh otoritas Prancis terkait kasus penculikan aktivis dan influencer Amir Boukhors. Kantor Presiden Emmanuel Macron menyatakan pihak Aljazair bertanggung jawab atas memburuknya hubungan bilateral secara tiba-tiba.
"Keputusan pihak berwenang Aljazair untuk mengusir 12 pejabat kami tidak berdasar. Dialog antara dua negara tidak bisa berjalan satu arah," tulis Menteri Luar Negeri Prancis, Jean-Noël Barrot, dikutip dari CNN.
1. Dipicu penangkapan warga Aljazair
Ketegangan terbaru antara Prancis dan Aljazair berawal dari penangkapan tiga warga Aljazair di Prancis, termasuk seorang pejabat konsuler. Mereka dituduh terlibat penculikan Amir Boukhors, seorang kritikus vokal pemerintah Aljazair yang lebih dikenal sebagai "Amir DZ".
Amir memiliki lebih dari 1,1 juta pengikut di TikTok dan telah tinggal di Prancis sejak 2016. Ia mendapat suaka politik di negara tersebut pada 2023. Influencer ini diculik di pinggiran Paris pada April 2024 dan ditahan selama lebih dari 24 jam sebelum dilepaskan.
Prancis mendakwa ketiga tersangka tersebut dengan tuduhan terkait terorisme. Sementara itu, Aljazair telah mengeluarkan sembilan surat perintah penangkapan internasional terhadap Amir atas tuduhan penipuan dan terorisme, namun Prancis menolak permintaan ekstradisinya.
Dalam wawancara dengan televisi lokal, Amir menjelaskan bahwa dia diborgol dan dipaksa masuk ke mobil oleh empat pria berlencana polisi. Dia mengaku dibius dan ditahan dalam kontainer selama lebih dari 24 jam sebelum dilepaskan dini hari, dilansir The Guardian.
2. Faktor lain yang memperburuk hubungan kedua negara
Hubungan Prancis-Aljazair sebenarnya sudah memburuk sejak tahun lalu akibat dukungan Prancis terhadap Maroko dalam sengketa Sahara Barat. Aljazair telah lama mendukung Front Polisario yang memperjuangkan kemerdekaan wilayah tersebut.
Ketegangan semakin meningkat setelah penangkapan penulis berkewarganegaraan ganda Prancis-Aljazair, Boualem Sansal, pada November 2024. Sansal dijatuhi hukuman lima tahun penjara setelah memberikan pernyataan kontroversial tentang batas wilayah Maroko dan Aljazair.
Kementerian Luar Negeri Aljazair menilai penangkapan pejabat konsuler mereka merupakan tindakan yang tidak pantas.
"Tindakan ini dilakukan untuk mempermalukan Aljazair, tanpa mempertimbangkan status konsuler agen tersebut, mengabaikan semua kebiasaan dan praktik diplomatik dan melanggar konvensi serta perjanjian terkait," kata kementerian tersebut.
3. Prancis-Aljazair dibayangi sejarah kolonialisme
Hubungan Prancis-Aljazair dibayangi sejarah kolonial yang panjang. Prancis menguasai Aljazair lebih dari satu abad sebelum merdeka pada 1962 setelah perang berdarah.
"Baik masyarakat Aljazair maupun Prancis masih dibayangi trauma masa lalu. Itulah kenapa selalu ada pihak-pihak di kedua negara yang sengaja menggagalkan upaya perdamaian demi kepentingan mereka sendiri," jelas Khadija Mohsen-Finan, peneliti politik dunia Arab dari Universitas Paris 1 Panthéon-Sorbonne, dikutip dari New York Times.
Masalah lain yang menambah beban hubungan bilateral adalah penolakan Aljazair menerima kembali warganya yang diusir dari Prancis. Salah satu kasus yang menarik perhatian adalah pria Aljazair berusia 37 tahun yang melakukan penusukan di kota Mulhouse. Serangan tersebut menewaskan satu orang, namun ia tidak bisa dipulangkan ke negaranya, dilansir Le Monde.