Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Bendera Prancis. (unsplash.com/luizagiannelli)
Bendera Prancis. (unsplash.com/luizagiannelli)

Intinya sih...

  • Menteri Luar Negeri Prancis menyalahkan Presiden Rusia Vladimir Putin sebagai penghambat perdamaian di Ukraina.
  • Prancis berniat bergabung dengan AS dalam membangun dan berinvestasi di Ukraina, terutama di sektor pertambangan mineral.
  • Prancis menuduh kelompok peretas asal Rusia melakukan serangan siber pada kampanye politik Presiden Prancis Emmanuel Macron pada 2017, yang disangkal oleh Rusia.
Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Jakarta, IDN Times - Menteri Luar Negeri Prancis, Jean-Noel Barrot, pada Kamis (1/5/2025), mengklaim bahwa Presiden Rusia Vladimir Putin adalah satu-satunya orang yang mempersulit negosiasi perdamaian di Ukraina. 

"Ukraina sudah menyetujui gencatan senjata tanpa syarat dan perjanjian mineral dengan Amerika Serikat (AS). Sementara, Putin tidak bersedia menyetujui upaya ini dan tidak menunjukkan kesiapan untuk berdamai," terangnya, dikutip The Kyiv Independent.

Ia menyebut bahwa momen persetujuan perdamaian di Ukraina ini sangatlah penting bagi Eropa. Barrot mendorong otonomi Eropa dan penguatan pilar Eropa di dalam NATO. 

1. Prancis mengaku ingin berinvestasi di Ukraina

Menanggapi persetujuan AS-Ukraina, Barrot menyebut bahwa Prancis juga berniat bergabung dalam membangun dan berinvestasi di Ukraina, terutama di sektor pertambangan mineral. 

"Menurut saya Ukraina mengharapkan untuk meningkatkan kerja sama ekonomi tidak hanya dengan AS, tapi dengan berbagai negara, termasuk dengan Prancis untuk membangun negaranya," ungkapnya, dilansir France24

Ia mengaku sudah bertemu dengan Menlu AS, Marco Rubio dan menyambut baik langkah besar AS dalam dialog perdamaian di Ukraina. 

"Rubio menjelaskan bagaimana Presiden AS Donald Trump berfokus pada menghentikan perang di Ukraina dan menunjukkan komitmennya untuk bekerja sama dengan Prancis dan negara Eropa dalam memastikan perdamaian dalam jangka panjang," tandasnya. 

2. Prancis tuduh Rusia lancarkan serangan siber berturut-turut

Pada Selasa (29/4/2025), Prancis menuduh kelompok peretas asal Rusia telah melakukan serangan siber pada kampanye politik Presiden Prancis Emmanuel Macron pada 2017. 

"Badan Intelijen Militer Rusia (GRU) telah beberapa kali melancarkan serangan siber untuk melawan kepentingan Prancis. Unit yang melakukan aksi ini adalah APT28 atau yang dikenal dengan Fancy Bear," terangnya, dikutip Politico.

Kelompok tersebut diketahui sudah disanksi oleh Uni Eropa (UE) atas keterlibatannya dalam serangan siber di Kantor Pemerintah Jerman pada 2015. Kelompok asal Rusia itu juga memiliki kaitan dengan serangan di Komite Nasional Demokratik AS pada 2016.  

3. Rusia tepis tuduhan dari Prancis

bendera Rusia (x.com/mfa_russia)

Menanggapi tuduhan ini, Rusia mengecam tuduhan dari pemerintah Prancis soal peretasan pada kampanye Macron pada 2017. Moskow mengklaim tuduhan itu dilayangkan tanpa adanya bukti nyata. 

Tudingan ini kian memperkeruh hubungan diplomatik kedua negara yang terus memburuk sejak dimulainya invasi skala besar Rusia ke Ukraina. Prancis juga menjadi salah satu pendukung utama Ukraina di tengah invasi Rusia. 

Duta Besar Rusia di Paris, Alexey Meshkov mengungkapkan bahwa belum ada langkah apapun dari Prancis hingga saat ini untuk memperbaiki hubungan ekonomi dan perdagangan dengan Rusia. 

"Pemimpin Prancis masih belum bergerak untuk mengembalikan hubungan ekonomi. Situasi ini menimbulkan kekhawatiran bagi sejumlah pebisnis di Prancis. Pemerintah Prancis bertindak melawan komunitas bisnisnya sendiri dan lebih mementingkan kepentingan politik," ujarnya. 

 

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.

Editorial Team

EditorBrahm