Di Ujung Kiamat Iklim, PBB: Bumi Hampir Tidak Layak Huni

Kenaikan suhu bumi 1,5 Celsius  hampir tak terhindarkan 

Jakarta, IDN Times - Panel Antarpemerintah tentang Perubahan Iklim (IPCC) pada Senin (4/4/22) mengeluarkan laporan terbarunya. Berdasarkan laporan tersebut, emisi global berada di jalur untuk melewati batas pemanasan 1,5 derajat celsius dan dikhawatirkan suhu bumi naik sekitar 3,2 derajat celcius pada akhir abad. 

Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa (Sekjen PBB), Antonio Guterres, mengatakan bahwa bumi sedang dalam jalur sebagai dunia tak layak huni. Dia kecewa dengan janji dan komitmen yang telah dibuat karena peningkatan emisi karbon terus terjadi.

Dari laporan tersebut, ada beberapa hal penting yang perlu diperhatikan. Salah satunya adalah berkurangnya kontribusi negara-negara kaya untuk diberikan kepada negara-negara berkembang guna mengatasi krisis iklim.

1. Kenaikan suhu bumi 1,5 derajat celcius hampir tak terhindarkan

Di Ujung Kiamat Iklim, PBB: Bumi Hampir Tidak Layak Huniilustrasi protes perubahan iklim (Unsplash.com/John Cameron)

Para ilmuwan dari berbagai negara tergabung dalam IPCC. Mereka melakukan penelitian dan memberikan saran agar negara-negara di dunia dapat mencegah kerusakan terburuk dari krisis iklim.

Jim Skea, profesor di Imperial College London dan salah satu ketua kelompok kerja laporan IPCC, mengatakan pengurangan emisi di semua sektor harus segera dilakukan. 

"Sekarang atau tidak sama sekali, jika kita ingin membatasi pemanasan global hingga 1,5 derajat celcius. Tanpa pengurangan emisi segera dan mendalam di semua sektor, itu tidak mungkin," kata Skea, dikutip dari The Guardian. 

Pembatasan pemanasan global 1,5 derajat celcius adalah kesepakatan yang ditandatangani dalam Perjanjian Paris 2015. Jika angka kenaikan pemanasan itu dapat dicapai, maka akan secara signifikan mengurangi risiko dan dampak dari perubahan iklim.

Tapi, IPCC saat ini menemukan bahwa kenaikan suhu di atas 1,5 derajat celcius hampir tak terhindarkan. Efek kerusakan iklim akan sulit untuk diubah. Tapi masih ada kesempatan terakhir untuk menurunkan kenaikan suhu tersebut dengan teknologi penghilang CO2 dan pengurangan emisi saat ini juga.

Baca Juga: IWD 2022: Isu Gender dan Krisis Iklim Sama Krusialnya di Mata Ninis

2. Kebohongan pemerintah dan perusahaan membuat dunia di jalur tak layak huni

Laporan IPCC disusun melibatkan ribuan ilmuwan dari seluruh dunia. Untuk membuat laporan tersebut secara komprehensif, ribuan halaman temuan butuh waktu setidaknya selama tujuh tahun untuk dikompilasi dan diselaraskan. 

Dengan begitu, laporan IPCC kali ini membuatnya berpotensi menjadi peringatan terakhir sebelum dunia berada di jalur menuju kerusakan iklim dan semakin parah menjadi dunia tidak layak huni.

Dilansir Associated Press, laporan itu tidak menyalahkan beberapa negara saja. Tapi angka-angka emisi karbon lebih banyak menunjukkan negara-negara kaya yang pertama kali melepaskan batu bara, minyak, dan gas sejak revolusi industri.

Sekitar 40 persen emisi berasal dari Eropa dan Amerika Utara. Kemudian, 12 persen emisi terkait dengan negara-negara Asia Timur. Banyak negara dan perusahaan telah menggunakan pertemuan iklim untuk menyampaikan upaya pengurangan emisi sambil terus berinvestasi pada kegiatan bisnis polutif lainnya.

"Beberapa pemimpin pemerintah dan bisnis mengatakan satu hal, tetapi melakukan hal lain. Sederhananya, mereka berbohong. Dan hasilnya akan menjadi bencana besar," kata Guterres. 

Sejumlah besar janji iklim telah dilanggar oleh pemerintah dan perusahaan. Guterres menuduh mereka memicu pemanasan global.

"Ini (laporan IPCC) adalah file yang memalukan, membuat katalog janji kosong yang menempatkan kita dengan kuat di jalur menuju dunia yang tidak layak huni," katanya.

3. Kesempatan terakhir untuk menyelamatkan bumi

Di Ujung Kiamat Iklim, PBB: Bumi Hampir Tidak Layak Huniilustrasi (Unsplash.com/Aishath Naj)

Laporan IPCC yang terbaru jelas adalah kabar buruk bagi seluruh dunia. Tapi, IPCC juga tetap menawarkan solusi bagi semua negara, untuk dapat menyelamatkan dunia dengan cara logis dan ilmiah meski terkesan sangat menyiksa.

Dikutip dari CNN, biaya energi angin dan matahari saat ini telah turun secara dramatis dan dapat bersaing dengan batu bara dan gas untuk listrik. Tapi, ada biaya awal yang besar untuk instalasi yang menimbulkan ketidakadilan transisi energi.

IPCC menyarankan negara kaya untuk mentransfer bantuan, khususnya ke negara-negara bumi belahan selatan, yang tertinggal mengadopsi energi tenaga surga dan angin tersebut.

Cara selanjutnya adalah menghapus bahan bakar fosil. Jan Christop Minx, peneliti iklim dan salah satu penulis utama laporan IPCC, mengatakan "pesan besar yang datang dari sini adalah kita perlu akhiri zaman bahan bakar fosil. Kita harus mengakhirinya dengan cepat."

Poin selanjutnya adalah menciptakan mesin penyedot CO2 dari atmosfer. Selain itu, memotong pengeluaran gas metana adalah solusi lainnya. Metana adalah gas penyumbang emisi terbesar kedua di dunia yang memicu pemanasan global.

Terakhir, negara-negara kaya harus memenuhi janjinya mengalirkan anggaran ke negara-negara berkembang demi mengatasi krisis iklim. Secara historis, negara berkembang dan negara kecil menyumbang sedikit emisi bahan bakar fosil, tetapi menanggung beban yang tidak proporsional dalam krisis tersebut.

Baca Juga: Perang Tak Kunjung Henti, Zelenskyy: PBB Gabut, Lebih Baik Bubarkan!

Pri Saja Photo Verified Writer Pri Saja

Petani Kata

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Vanny El Rahman

Berita Terkini Lainnya