Kaledonia Baru Tolak Kemerdekaan Sebanyak Dua Kali

Sebagian masih ingin tetap jadi bagian dari Prancis

Noumea, IDN Times – Hari Minggu tanggal 4 Oktober 2020 adalah hari bersejarah yang ingin diukir oleh Kaledonia Baru. Wilayah di kepulauan Pasifik selatan tersebut, mengadakan referendum untuk yang kedua kalinya.

Sebagian penduduk Kaledonia Baru menginginkan merdeka, namun sebagian lainnya masih tetap ingin menjadi bagian dari Perancis. Pada referendum pertama yang dilakukan November 2018, hasil yang diperoleh adalah kemenangan diraih oleh para pendukung pemerintah Perancis dengan 56,8 persen, sedangkan pendukung kemerdekaan kalah dengan suara 43,2 persen.

Hasil itu membuat referendum kedua dilakukan dua tahun sesudahnya, yakni saat ini pada tahun 2020. Pada referendum kedua ini, penduduk Kaledonia Baru sebagian besar menolak merdeka dan tetap ingin jadi bagian dari Perancis.

1. Menolak merdeka dua kali

Kaledonia Baru Tolak Kemerdekaan Sebanyak Dua KaliNew Caledonia lakukan referendum untuk yang kedua kalinya pada 4 Oktober 2020 (twitter.com/NC la 1ere)

Referendum kedua yang baru saja dilakukan, hasil akhirnya memutuskan bahwa penduduk yang memilih tetap jadi bagian Perancis sebanyak 53,3 persen. Hanya selisih sedikit dengan hasil referendum sebelumnya. Namun hasil tersebut lebih banyak ketimbang kelompok yang pro-kemerdekaan.

Hasil yang dicapai oleh pemilih pro-kemerdekaan pada referendum kedua ini adalah, 46,7 persen, naik sekitar 3 persen dari pada referendum sebelumnya pada tahun 2018. Dari hasil tersebut, kelompok pro-kemerdekaan yang masih bisa melakukan referendum ketiga pada tahun 2022, memiliki kesempatan untuk mendongkrak dan mengkampanyekan suara kepada seluruh penduduk Kaledonia Baru pada referendum selanjutnya.

Melansir dari laman berita The Guardian, Roch Wamytan, juru bicara Kongres Kaledonia Baru dan pemimpin partai pro-kemerdekaan terbesar di wilayah tersebut mengatakan kampanye kemerdekaan akan terus berlanjut sampai referendum selanjutnya (4/10).

2. Riwayat referendum Kaledonia Baru

Kaledonia Baru Tolak Kemerdekaan Sebanyak Dua KaliNew Caledonia University, salah satu kampus terbaik di New Caledonia. (Wikimedia.org/George Louis)

Perancis secara resmi melakukan aneksasi terhadap Kaledonia Baru pada tahun 1853. Negara kepulauan di Pasifik, sebelah timur Australia tersebut, menjadi tempat pembuangan penjahat dan tahanan politik hingga tahun 1897 oleh pemerintah Perancis. Tempat tersebut akhirnya menjadi koloni tempat hukuman.

Pada tahun 1976 hingga 1988, konflik serius terjadi antara suku Kanak yakni suku pribumi dengan penduduk keturunan Eropa. Mereka melakukan perlawanan karena merasa selalu dikucilkan dalam perekonomian, termasuk dalam pertambangan nikel yang saat itu sedang ramai. Akhirnya suku Kanak membentuk sebuah gerakan yang menuntut kemerdekaan.

Referendum paling awal dilakukan oleh penduduk Kaledonia Baru pada 13 September tahun 1987. Dalam referendum tersebut, hasil yang diraih oleh gerakan pro-kemerdekaan hanya 1,7 persen sedangkan 98,7 persen suara memilih untuk menjadi bagian dari Perancis. Hasil referendum itu ditolak dan diboikot oleh gerakan pro-kemerdekaan.

Pada tahun 1998, sebuah kesepakatan kembali dsepakati dengan nama Noumea Accord. Kesapakatan tersebut tertanam dalam konstitusi Perancis. Melansir dari laman berita Reuters, kesepakatan tersebut membuat Kaledonia Baru berhak melakukan tiga kali referendum untuk menentukan status politik wilayah tersebut selama 20 tahun masa dekolonisasi. Maka 20 tahun sejak kesepakatan itu dibuat, pada 1998 referendum digelar dan dimenangkan oleh pihak yang menginginkan untuk tetap bergabung dengan Perancis.

3. Kelompok pro-kemerdekaan dan loyalis pemerintah harus siap menerima referendum ketiga

Kaledonia Baru Tolak Kemerdekaan Sebanyak Dua KaliHasil akhir referendum kedua yang dimenangkan kelompok pro pemerintah Perancis (twitter.com/IndosatCare Francaises)

Kaledonia Baru telah mendapatkan otonomi khusus dan subsidi sebanyak 1,5 miliar dolar AS. Akan tetapi, Kaledonia Baru masih memiliki ketergantungan pada pertahanan dan pendidikan dari negara induknya yakni Perancis.

Para loyalis yang tetap ingin bergabung dengan Perancis, memiliki kebanggaan dengan warisan yang diberikan oleh Perancis dan standar hidup yang bagus, seperti dikutip dari Al Jazeera. Selain itu menurut mereka, subsidi yang diberikan oleh pemerintah Perancis membuat pelayanan dan pembangunan menjadi lebih baik.

Presiden Perancis Emanuel Macron mengatakan bahwa Perancis siap mengadakan pemungutan suara lebih lanjut dua tahun mendatang jika itu memang keinginan Kaledonia Baru. Namun kedua belah pihak harus menerima dan menghormati hasilnya,” katanya menjelaskan seperti dikutip dari laman berita Reuters, Minggu (4/10).

Referendum ketiga yang akan dilakukan oleh penduduk Kaledonia Baru akan dilakukan dua tahun mendatang, yakni pada tahun 2022.

Baca Juga: Banjir Terjang Prancis dan Italia, Dua Orang Meninggal

Pri Saja Photo Verified Writer Pri Saja

Petani Kata

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Novaya

Berita Terkini Lainnya