Krisis Sudan: Aktivis Serukan Peningkatan Eskalasi Protes

Polisi menyangkal pasukannya menggunakan peluru tajam 

Jakarta, IDN Times - Sudanese Professionals Association, kelompok aktivis yang pro-demokrasi di Sudan pada hari Kamis (18/11/21) menyerukan untuk meningkatkan eskalasi gerakan protes. Pengumuman itu dilakukan usai 15 demonstran tewas dalam satu hari terkena peluru tajam oleh pasukan keamanan.

25 Oktober lalu, Sudan mengalami kudeta militer. Perdana Menteri (PM) Abdalla Hamdok dari sipil, digulingkan militer. Rakyat yang mendukung demokrasi segera turun ke jalanan melakukan protes anti-kudeta.

Sampai saat ini, korban meninggal dari pihak demonstran ada sekitar 39 orang. Ratusan lainnya terluka, banyak juga yang ditangkap, namun jumlahnya belum diketahui. 

1. Seruan untuk gerakan pembangkangan sipil secara luas

Pemimpin kudeta militer Sudan bernama Jenderal Abdel Fattah al-Burhan. Dia menggulingkan PM Abdalla Hamdok yang jadi pemimpin transisi Sudan.

Dengan kudeta militer tersebut, maka harapan Sudan untuk mencoba menjadi negara demokrasi hampir pupus setelah selama puluhan tahun diperintah oleh Omar al-Bashir.

Sejak kudeta militer terjadi, ribuan rakyat Sudan mulai turun ke jalanan dan melakukan demonstrasi. Mereka menolak kudeta tersebut dan menuntut kekuasaan untuk kembali diserahkan kepada sipil.

Dilansir Al Jazeera, pada hari Kamis, ada seruan untuk melakukan demonstrasi secara nasional dengan melakukan pembangkangan sipil. Langkah itu dilakukan untuk melumpuhkan negara. Keputusan dibuat setelah pasukan keamanan Sudan menewaskan 15 demonstran, yang sebagian besar terkena peluru tajam.

Seruan dari Sudanese Professionals Association, kelompok yang juga mengorganisir dalam penggulingan diktator Omar al-Bashir, belum begitu jelas bagaimana ditanggapi oleh masyarakat.

Hiba Morgan dari Al Jazeera yang melaporkan dari Sudan menjelaskan "kami telah melihat pergerakan lalu lintas di jalan dan di lingkungan perumahan, jadi tidak jelas berapa banyak tanggapan dari seruan pembangkangan sipil."

Gerakan pembangkangan sipil biasanya dilakukan sebagai cara untuk menggoyahkan negara. Orang-orang meninggalkan pekerjaannya dan turun ke jalanan untuk melakukan mogok massal. Cara ini pernah dilakukan di Myanmar, ketika negara itu mengalami kudeta militer.

2. Pasukan keamanan lebih agresif, demonstran serukan peningkatan eskalasi

Baca Juga: 15 Demonstran Anti-Kudeta di Sudan Tewas Ditembak Peluru Tajam

Hari Rabu lalu (17/11/21), adalah hari paling kelabu bagi rakyat pro-demokrasi Sudan. 15 orang tewas dalam satu hari, yang sebagian besar terkena terjangan peluru aparat keamanan. 

Dokter yang merawat melaporkan, beberapa di antaranya terkena tembakan di leher, kepala atau dada.

Pada hari Kamis, demonstrasi terus berlanjut di kota Bahri, Khartoum, dan Omdurman. Dilansir Reuters, anggota senior komite perlawanan mengatakan "sekarang kami telah konsultasi di antara komite perlawanan tentang meningkatkan eskalasi terhadap kudeta," ujarnya.

Pasukan keamanan seperti polisi, militer dan paramiliter adalah kelompok utama yang dihadapi oleh demonstran. Konfrontasi pasukan tersebut dengan peserta protes terus berlanjut dan demonstran mengalami serangan gas air mata.

Aparat keamanan juga telah berusaha membongkar barikade yang dibuat oleh demonstran. Barikade tersebut adalah benteng sementara yang dibuat oleh para peserta protes.

Juru bicara PBB, Stephane Djuarric, mengecam tindakan pasukan keamanan Sudan yang menggunakan kekuatan berlebihan dalam menanggapi demonstrasi damai. Dia menyerukan otoritas berwenang untuk menahan diri dari pelanggaran kemanusiaan lebih lanjut.

Djuarric juga meminta agar otoritas membebaskan semua orang yang ditahan sejak kudeta berlangsung.

3. Polisi menyangkal pasukannya menggunakan peluru tajam

Kematian 15 demonstran dalam satu hari di Sudan, telah menimbulkan kecaman dari berbagai pihak. Menteri Luar Negeri AS, Antony Blinken, juga prihatin atas insiden tersebut. 

Namun Letnan Jenderal Khalid Mahdi Ibrahim, kepala polisi Sudan, membela pasukannya. Dilansir Associated Press, Ibrahim mengatakan bahwa dia hanya menggunakan cara legal untuk menahan protes anti-kudeta.

Kepada para jurnalis yang ada di Khartoum, Ibrahim menjelaskan bahwa polisi melindungi warga sipil dan hanya menggunakan gas air mata untuk menahan kekerasan selama protes. Dia menjanjikan akan melakukan penyelidikan atas kematian warga sipil tersebut.

Beberapa video yang beredar di media sosial menunjukkan anggota pasukan keamanan mengangkat senapan ke arah demonstran. Beberapa peserta protes juga terlihat berdarah dan diangkut dengan mobil dari area konfrontasi.

Baca Juga: 6 Dubes Sudan Dipecat Setelah Menentang Kudeta Militer

Pri Saja Photo Verified Writer Pri Saja

Petani Kata

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Novaya

Berita Terkini Lainnya