Obama Nilai Serangan Capitol Ungkap Kerapuhan AS

Demokrasi AS berada pada risiko yang lebih besar 

Jakarta, IDN Times - Satu tahun sejak serangan ke gedung Capitol, Amerika Serikat (AS), para tokoh politik AS memperingati dengan memberi catatan refleksi. Barack Obama, mantan Presiden AS ke-44, pada hari Kamis (6/1/22) mengeluarkan pernyataan bahwa serangan Capitol menunjukkan kerapuhan AS.

Sistem demokrasi adalah sebuah sistem eksperimen untuk memajukan sebuah negara dengan landasan kebebasan dan keadilan. Sistem tersebut dirancang untuk memberikan keadilan kepada semua orang dalam sebuah bangsa.

Namun eksperimen demokrasi yang dilakukan oleh AS, menurut Obama, memiliki celah. Itu karena ancaman terhadap sistem tersebut semakin besar untuk saat ini. Risiko serangan terhadap demokrasi juga dinilai oleh Obama lebih besar saat ini ketimbang tahun lalu, ketika serangan Capitol itu terjadi.

1. Mengarang kebohongan dan meragukan hasil pemilu yang adil

Obama Nilai Serangan Capitol Ungkap Kerapuhan ASJoe Biden dan Barack Obama (Twitter.com/Barack Obama)

Pada 6 Januari 2021, para pendukung Donald Trump menggeruduk gedung Capitol yang terletak di Washington DC, AS. Lebih dari 2.000 orang memaksa masuk ke gedung tersebut, melukai ratusan petugas dan menewaskan satu petugas polisi.

Peristiwa itu terjadi persis dua minggu sebelum presiden terpilih Joe Biden dilantik secara resmi. Peristiwa penyerangan ke gedung Capitol itu juga dinilai upaya para pendukung Trump mencegah pelantikan dan transfer kekuasaan dari Trump ke Biden.

Peristiwa yang dianggap sebagai serangan fatal terhadap demokrasi AS itu, kali ini telah berumur satu tahun dan politisi AS memperingati dan melakukan refleksi.

Mantan Presiden AS ke-44, Barack Obama, menulis pernyataan secara khusus untuk memperingati peristiwa kelam tersebut. Dilansir Huffington Post, Obama menulis bahwa serangan 6 Januari "menjelaskan betapa rapuhnya eksperimen Amerika dalam demokrasi."

Dia juga menyebutkan bahwa demokrasi AS saat ini berada pada risiko yang lebih besar dari pada tahun lalu. Hal tersebut dikarenakan para pemimpin politik bersedia mengarang kebohongan dan meragukan hasil dari pemilu yang bebas dan adil yang telah berjalan.

Dalam pemilu AS pada bulan November 2020, Donald Trump kalah dari Joe Biden. Tapi Trump terus menyerukan klaim bahwa telah terjadi kecurangan dan sebenarnya dialah yang memenangkan pemilu itu. Klaim tersebut tidak ada yang pernah terbukti di pengadilan.

2. Demokrasi AS berada pada risiko yang lebih besar

Baca Juga: 6 Film Favorit Barack Obama 2021, Ada Kesukaanmu Juga?

Pernyataan yang dikeluarkan oleh Barack Obama untuk memperingati satu tahun serangan Capitol sebenarnya tidak panjang. Tapi ada hal-hal krusial dimana dia memberikan penegasan tentang mengapa demokrasi di AS saat ini menjadi lebih berisiko.

Dilansir US News, menurut Obama, usai serangan 6 Januari itu, mayoritas legislatif Partai Republik di negara bagian telah mengesahkan undang-undang yang mempersulit pemungutan suara dan melemahkan kemampuan petugas pemilu untuk melakukan pekerjaan mereka.

Celakanya, menurut Obama, "para pejabat (partai) Republik yang tersisa dan pemimpin pemikiran yang dengan berani berdiri di tanah mereka dan menolak upaya anti-demokrasi seperti itu telah dikucilkan, diprioritaskan, dan diusir dari partai."

3. Mempersulit pemungutan suara dan ancaman terhadap pejabat pemilu

Obama Nilai Serangan Capitol Ungkap Kerapuhan ASilustrasi (Unsplash.com/Fred Moon)

Kekhawatiran Barack Obama tentang risiko ancaman lebih besar terhadap demokrasi AS saat ini, juga dilihat dan dikhawatirkan oleh para ilmuwan. William A. Galston dan Elaine Kamarck dari Brookings Institution, sebuah organisasi kebijakan publik nirlaba, mengungkap ancaman lebih besar terhadap demokrasi AS saat ini.

Dalam makalah panjang yang disampaikan oleh dua ilmuwan tersebut, secara garis besar dukungan publik AS terhadap sistem demokrasi masih melimpah. Tapi, polarisasi dan ancaman terhadap kekerasan politik meningkat.

Dukungan untuk kekerasan politik bahkan dinilai cukup signifikan. Februari tahun 2021, 39 persen dari pendukung Partai Republik, 31 persen dari Independen dan 17 persen dari Demokrat setuju bahwa "jika para pemimpin terpilih tidak akan melindungi Amerika, rakyat harus melakukannya sendiri, bahkan jika itu memerlukan tindakan kekerasan."

Senada dengan pernyataan Barack Obama, dalam analisa Galston dan Kamarck, mayoritas legislatif Partai Republik di negara bagian mengesahkan undang-undang yang mempersulit pemungutan suara dan melemahkan kemampuan petugas pemilu untuk melakukan pekerjaan mereka.

Di tingkat lokal, hingga 30 persen pejabat pemilu Demokrat dan Republik mengalami ancaman pembunuhan. Para pejabat pemilu itu khawatir akan keselamatan mereka.

Ini semua adalah buntut dari pemilu 2020 dengan propaganda Trump untuk melemahkan integritas proses dan hasil pemilu. Trump dan pendukungnya terus-menerus mendengungkan kepada publik AS bahwa mereka dicurangi, bahwa mereka adalah yang memenangkan pemilu. Meski semua klaim itu tidak terbukti, tapi banyak orang yang mempercayainya.

Baca Juga: Michelle Obama Alami Depresi Tingkat Rendah Selama Pandemik COVID-19

Pri Saja Photo Verified Writer Pri Saja

Petani Kata

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Novaya

Berita Terkini Lainnya