Pasukan Ethiopia Disebut Lakukan Pembersihan Etnis di Tigray

Pasukan TPLF juga dituduh lakukan kejahatan perang

Jakarta, IDN Times - Organisasi hak asasi manusia (HAM), Human Rights Watch (HRW) dan Amnesty International, merilis laporan terbaru soal dugaan kejahatan perang di Ethiopia. Keduanya menuduh bahwa pasukan regional Amhara di Ethiopia telah melakukan pembersihan etnis Tigrayan di wilayah Tigray barat.

Perang Ethiopia berlangsung sejak November 2020. Perang itu melibatkan pasukan federal Ethiopia (ENDF), pasukan regional Amhara, serta pasukan negara tetangga Eritrea. Mereka bertempur melawan pasukan Tigrayan People's Liberation Front (TPLF) dan milisi di Tigray.

Baik itu koalisi pasukan ENDF atau TPLF, telah diduga sama-sama melakukan serangkaian kejahatan perang. Tapi dalam laporan tersebut, HRW dan Amnesty menyoroti pada pembersihan etnis yang dilakukan tentara Amhara dengan melibatkan ENDF di Tigray barat.

1. Pembersihan etnis di wilayah sengketa Tigray barat

Pasukan Ethiopia Disebut Lakukan Pembersihan Etnis di TigrayIlustrasi pasukan militer Tigray. (Twitter.com/SudanMotion)

Tigray adalah region paling utara Ethiopia. Wilayah itu berbatasan langsung dengan negara Eritrea. Di Tigray barat, ada sengketa wilayah yang terjadi sejak lama dengan region Amhara. Wilayah itu diklaim milik Amhara, tetapi dikuasai Tigray sejak etnis tersebut menguasai Ethiopia pada tahun 1990-an.

Saat perang terjadi pada November 2020 yang mempertemukan ENDF dan TPLF, Amhara bergerak cepat segera menduduki wilayah sengketa tersebut. Tentara Amhara juga mendukung ENDF untuk memerangi pejuang TPLF.

Pertempuran di wilayah Tigray barat inilah yang diselidiki oleh HRW dan Amnesty International.

Dikutip dari Associated Press, berdasarkan laporan banyak tanda seperti plakat yang ditempel di tempat umum. Plakat itu berisi informasi ultimatum agar orang Tigrayan pergi atau dibunuh jika tidak melakukannya.

Seorang perempuan dari kota Baeker mengatakan, "mereka (milisi Amhara) terus mengatakan setiap malam, 'Kami akan membunuhmu. Pergi dari daerah itu.'"

Plakat yang tertempel itu memberi Tigrayan 24 jam atau 72 jam ultimatum untuk pergi atau dibunuh.

Pada Maret 2021, Menteri Luar Negeri Amerika Serikat (AS) Antony Blinken menegaskan bahwa telah terjadi pembersihan etnis di Tigray barat. Itu pertama kali pejabat tinggi internasional secara terbuka mengemukakannya. Tapi pihak berwenang Ethiopia saat itu membantah dan menyebutnya tuduhan palsu.

Sejak awal perang, Tigray barat menyaksikan serangkaian kekerasan dan kekejaman. Pembunuhan warga sipil, penahanan sewenang-wenang, pengusiran dan pemerkosaan massal, diduga terjadi di wilayah tersebut. Dua organisasai HAM terkemuka itu juga menuduh bahwa pasukan pemerintah pusat terlibat dalam tindakan itu.

Baca Juga: Bantuan Makanan Berhasil Masuk ke Wilayah Pemberontak Tigray, Ethiopia

2. Laporan organisasi HAM tidak membantu upaya perdamaian

Perang di Ethiopia telah berlangsung selama sekitar 17 bulan. Selama perang tersebut, ribuan orang terbunuh dan sekitar satu juta orang mengungsi ke negara tetangga. Sekitar lima juta penduduk Tigray meninggalkan rumah dan terancam kelaparan karena blokade bantuan kemanusiaan.

Perang yang disebut sangat parah terjadi di Tigray barat. Dikutip dari Reuters, Direktur HRW Kenneth Roth mengatakan, "sejak November 2020, pejabat Amhara dan pasukan keamanan telah terlibat dalam kampanye pembersihan etnis tanpa henti untuk memaksa orang Tigrayan di Tigray barat (pergi) dari rumah mereka."

Laporan itu disebut penilaian paling komprehensif saat ini tentang kejahatan perang di Ethiopia. Itu karena laporan berdasarkan pada 427 wawancara dengan penyintas, anggota keluarga, dan saksi-saksi.

Pemerintah federal Ethiopia telah membaca laporan itu. Mereka menyatakan akan berkomitmen meminta pertanggungjawaban semua yang terlibat atas pelanggaran HAM dan hukum humaniter.

Tapi, pemerintah menyebut bahwa laporan tersebut justru memicu kebencian dan tidak membantu upaya perdamaian. 

Juru bicara pemerintah, Amhara Gizachew Muluneh, menyebut laporan itu adalah kebohongan dan hanya berita buatan. Juru bicara militer Amhara dan administrator Tigray barat tidak menanggapi permintaan komentar.

3. Kejahatan perang yang dilakukan TPLF

Pasukan Ethiopia Disebut Lakukan Pembersihan Etnis di Tigrayilustrasi pengungsi korban konflik Ethiopia-Tigray (Twitter.com/UNHCR Ethiopia)

Ada banyak kabar kekejaman yang terjadi dari arena peperangan di Tigray. Perang itu telah meluas tidak hanya di Tigray saja, tetapi juga ke Amhara di barat dan ke Afar di timur. Banyak kabar tentang pemerkosaan massal dan pembunuhan warga sipil.

Tuduhan tentang kejahatan perang yang menyebabkan bencana kemanusiaan tidak hanya ditujukan pada pihak pasukan pemerintah Ethiopia dan sekutunya, tapi juga termasuk aksi kekerasan yang dilakukan TPLF.

Pada pertengahan Februari tahun ini, Amnesty International menurunkan laporan tentang kejahatan perang yang dilakukan TPLF. Dalam laporan itu disebutkan beberapa kejahatan perang seperti dengan sengaja membunuh warga sipil.

Dilansir dari laman resmi Amnesty International, pasukan TPLF juga dituduh memerkosa lusinan perempuan dan anak perempuan, beberapa di antaranya berusia 14 tahun. Penjarahan properti pribadi dan publik di wilayah Amhara dan Ethiopia utara juga terjadi.

Sarah Jackson, Wakil Direktur Regional Amnesty Internarional untuk Afrika Timur, mengatakan "pasukan Tigrayan telah menunjukkan pengabaian total terhadap aturan dasar hukum humaniter internasional yang harus diikuti oleh semua pihak yang bertikai."

"Semakin banyak bukti tentang pola pasukan Tigrayan yang melakukan kejahatan perang dan kemungkinan kejahatan terhadap kemanusiaan di daerah-daerah di bawah kendali mereka di wilayah Amhara mulai Juli 2021 dan seterusnya. Ini termasuk insiden pemerkosaan yang meluas, pembunuhan dan penjarahan, termasuk dari rumah sakit," jelas aktivis HAM tersebut.

Amnesty berhasil mewawancarai 14 penyintas dari 30 korban. Mereka mengaku telah diperkosa secara massal oleh pejuang TPLF. Beberapa bahkan diperkosa di depan anak-anak mereka. Tujuh dari penyintas adalah anak-anak di bawah usia 18 tahun.

Para pejuang TPLF, menurut Amnesty, melancarkan aksinya disertai kebrutalan, cercaan yang bernada menghina etnis, ancaman pembunuhan dan akhirnya penjarahan properti pribadi.

Baca Juga: Keji Pasukan Tigray: Saya Diperkosa di Halaman, Ibu Saya di Rumah

Pri Saja Photo Verified Writer Pri Saja

Petani Kata

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Vanny El Rahman

Berita Terkini Lainnya