Perang di Ukraina Picu Kenaikan Harga Pangan ke Level Tertinggi

Ancaman kelaparan dan kekurangan gizi terjadi di dunia

Jakarta, IDN Times - Menurut Organisasi Pangan Dunia (FAO), perang di Ukraina telah memicu harga pangan ke level yang tertinggi pada bulan Maret. Produk yang mengalami lonjakan harga khususnya biji-bijian dan minyak nabati.

Ukraina dan Rusia adalah dua negara penghasil biji gandum terbesar di dunia. Keduanya juga penghasil minyak nabati terkemuka. Selain itu, Ukraina juga penghasil jagung dan Rusia adalah salah satu eksportir bahan baku pupuk terbesar di dunia.

Perang di Ukraina secara drastis telah memiliki dampak pada dunia, khususnya di sektor harga pangan. Ini karena perang telah mengganggu rantai pasokan logistik. Ancaman kelaparan saat ini mengintai di Afrika, Timur Tengah dan beberapa wilayah Asia lain.

1. Perang Ukraina memicu kenaikan harga biji-bijian dan minyak nabati

Perang di Ukraina Picu Kenaikan Harga Pangan ke Level Tertinggiilustrasi gandum (Pexels.com/TymurKhakimov)

Semua pasokan ekspor biji-bijian dan minyak nabati telah mengalami gangguan khususnya dari Ukraina dan Rusia. Laut Hitam yang menjadi rute perdagangan telah terganggu karena perang tersebut.

Harus diakui bahwa fakta Ukraina dan Rusia merupakan salah satu lumbung pangan utama dunia. Mereka berdua menyumbang sebagian besar ekspor komoditas utama, termasuk gandum, minyak nabati dan jagung serta pupuk.

Gangguan ekspor akibat perang akhirnya memicu lonjakan harga. Dikutip dari France24, FAO dalam sebuah pernyataan mengatakan, "Harga komoditas pangan dunia membuat lompatan signifikan pada Maret, mencapai level tertinggi yang pernah ada, karena perang di wilayah Laut Hitam menyebarkan kejutan melalui pasar untuk biji-bijian dan minyak nabati."

Sejak invasi Rusia ke Ukraina pada 24 Februari 2022, Moskow telah memblokade pelabuhan Ukraina. Itu secara langsung mengganggu pasokan pengiriman logistik.

Josef Schmidhuber, wakil direktur divisi pasar dan perdagangan FAO, mengatakan dari Jenewa, "Tentu saja ada gangguan pasokan besar-besaran, dan gangguan pasokan besar-besaran dari wilayah Laut Hitam telah memicu (kenaikan) harga minyak nabati." FAO juga mencatat terjadi lompatan harga untuk komoditas lain selain minyak nabati yaitu sereal dan daging. Harga gula dan produk susu juga ikut naik secara signifikan.

Baca Juga: Sanksi Baru AS untuk Rusia: Sasar Aset Putri Vladimir Putin

2. Gangguan pengiriman logistik mengancam kelaparan di Afrika dan Timur Tengah

Banyak warga dari negara-negara di Afrika dan Timur Tengah bergantung pasokan gandum dari Ukraina dan Rusia. Ketika dua negara itu terlibat perang, secara otomatis perdagangan ekspor mereka terganggu. Sanksi negara-negara Barat kepada Rusia juga memicu negara tersebut kesulitan melakukan aktivitas perdagangan.

Josef Schmidhuber tidak dapat menghitung berapa banyak perang di Ukraina tersebut harus disalahkan atas kenaikan harga pangan. Dia menekankan, faktor logistik telah memiliki peran besar karena tidak ada ekspor lewat Laut Hitam dan Baltik, dua jalur perdagangan Ukraina-Rusia.

Dengan negara-negara Afrika dan Timur Tengah yang bergantung pada produk dua negara tersebut, maka perang telah mengancam kekurangan pangan. Di Asia juga mengalami ancaman tersebut.

Dilansir Al Jazeera, ada jutaan orang yang bergantung pada gandum dan biji-bijian lain yang terjangkau dari Laut Hitam. Mereka biasa hidup dari roti dan mie murah. Ketidakstabilan politik lebih lanjut, telah mengkhawatirkan nasib mereka.

Di sisi lain, produsen biji-bijian besar seperti AS, Kanada, Prancis, Australia dan Argentina telah diharapkan untuk meningkatkan produksi. Tapi para petani mengeluhkan kenaikan biaya bahan bakar dan pupuk, kekeringan dan gangguan rantai pasokan.

Sib Ollo, peneliti senior untuk Program Pangan Dunia menjelaskan, di Afrika Barat dan Tengah, gangguan itu tidak hanya perang di Ukraina, tapi juga diperparah konflik lokal, COVID-19, cuaca buruk dan masalah struktural lain dari negara-negara di wilayah tersebut.

3. Kenaikan harga pupuk yang mencekik

Perang di Ukraina Picu Kenaikan Harga Pangan ke Level Tertinggiilustrasi (Pexels.com/Jahoo Clouseau)

Selain sudah ada gangguan logistik dan ekspor, ini semakin diperparah dengan kenaikan harga pupuk. Rusia adalah salah satu eksportir terbesar bahan baku pupuk dunia. Perang secara langsung telah mempengaruhi pengiriman tersebut.

Sib Ollo mengatakan di Afrika, "Biaya pupuk telah meningkat hampir 30 persen di banyak tempat di wilayah ini karena gangguan pasokan yang kami lihat dipicu oleh krisis di Ukraina," katanya dikutip Associated Press.

Ekonom Universitas Illinois Joe Janzen, menjelaskan pada VOA News, "Harga pupuk tahun lalu sudah cukup tinggi. Harga telah turun sedikit dalam beberapa bulan terakhir dan sekarang sangat tinggi lagi. Sebagian karena Rusia dan sekutunya Belarusia adalah pengekspor pupuk utama."

Masalah lebih banyak datang karena gas alam untuk industri yang memproduksi pupuk juga telah mengalami kenaikan, yang secara langsung berdampak pada melonjaknya harga produksi.

Orang-orang di Timur Tengah adalah contoh kasus yang nyata. Yaman telah bergantung impor gandum dan butuh transportasi untuk sampai ke sana. Lebanon yang juga bergantung impor gandum, telah mengalami lonjakan harga. Padahal, krisis ekonomi Lebanon sendiri belum berakhir.

Kasus lain yang terkena dampak nyata adalah Suriah, yang telah mengalami konflik bertahun-tahun, serta Sudan Selatan yang pemerintahannya sedang bergejolak, serta Ethiopia yang juga dilanda konflik.

Schmidhuber menjelaskan bahwa saat ini FAO sedang mengembangkan proposal mekanisme meringankan biaya impor negara-negara termiskin. Kredit impor untuk membantu meredakan hantaman kenaikan harga juga sedang dirancang untuk mengurai masalah tersebut.

Baca Juga: Mengejutkan! Kremlin Akui Kerugiannya di Perang Ukraina

Pri Saja Photo Verified Writer Pri Saja

Petani Kata

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Ernia Karina

Berita Terkini Lainnya