Protes Anti-PBB di RD Kongo Renggut 48 Nyawa 

Tentara dituduh melepas tembakan tanpa pandang bulu

Jakarta, IDN Times - Protes anti-Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) di Goma, Republik Demokratik Kongo, berujung pertumpahan darah. Tindakan keras yang dilakukan pasukan keamanan telah menewaskan 48 orang demonstran hingga Kamis (31/8/2023).

Para demonstran disebut berasal dari sekte keagamaan tertentu. Mereka menentang kehadiran organisasi-organisasi Barat di negara tersebut. Tentara RD Kongo membubarkan protes tersebut dengan kekerasan.

Selain mereka yang terbunuh, ada juga puluhan lainnya yang terluka. Sekitar 160 orang juga ditangkap dalam insiden tersebut.

1. Pasukan keamanan dituduh melepaskan tembakan tanpa pandang bulu

Protes Anti-PBB di RD Kongo Renggut 48 Nyawa ilustrasi (Pexels.com/Jakson Martins)

PBB memiliki misi pasukan perdamaian di RD Kongo yang disebut MONUSCO. ,Namun misi tersebut telah menghadapi protes sejak 2022, sebagian dipicu oleh keluhan bahwa pasukan itu gagal melindungi warga sipil dari kekerasan milisi bersenjata.

Protes terbaru terjadi di Goma, RD Kongo bagian timur. Dilansir Deutsche Welle, demonstran menuduh para pasukan keamanan telah melepaskan tembakan ke arah kerumunan tanpa pandang bulu.

Anne-Sylvie Linde, kepala Palang Merah Internasional di Goma, mengatakan kliniknya menerima banyak pasien dengan luka tusuk dan tembakan serius usai protes tersebut.

"Beberapa sudah meninggal ketika mereka tiba," katanya.

Baca Juga: Tubuh Penuh Peluru, Eks Menteri RD Kongo Dibunuh Jelang Pemilu

2. Pemerintah meminta dilakukan penyelidikan

Juru bicara kantor hak asasi manusia PBB, Ravina Shamdasani, mengatakan bahwa korban awal adalah 43 orang. Satu di antaranya adalah anggota polisi. Namun dalam dokumen internal militer yang dilihat pada Kamis, korban tewas meningkat menjadi 48 orang.

Dilansir VOA Africa, dokumen itu juga menyebutkan bahwa tentara menyita beberapa senjata tajam dan menangkap 168 orang. Ini termasuk pemimpin sekte Kristen-animisme yang melakukan protes.

Pemerintah DR Kongo meminta penyelidikan dilakukan atas tanggapan kekerasan yang dilakukan pasukan terhadap para demonstran. Mereka mengatakan bahwa yang bertanggung jawab harus diadili.

Human Rights Watch (HRW) menyerukan pejabat militer yang memerintahkan penggunaan kekuatan mematikan agar ditangguhkan, diselidiki, dan dimintai pertanggungjawaban di pengadilan.

3. Pasukan PBB dikritik karena dianggap pasif mencegah konflik

Protes Anti-PBB di RD Kongo Renggut 48 Nyawa ilustrasi (Twitter.com/MONUSCO)

Shamdasani mengatakan setidaknya 222 orang telah ditangkap, termasuk perempuan dan anak-anak. Dia memperingatkan, risiko pelanggaran hak asasi manusia dalam konteks seperti itu sangat tinggi.

Wilayah DR Kongo timur telah dilanda kekerasan milisi selama tiga dekade. Ini merupakan warisan perang regional pada tahun 1990-an dan 2000-an.

Dilansir Africa News, MONUSCO dikerahkan di daerah itu untuk membantu melindungi warga sipil dengan anggaran tahunan sekitar 1 miliar dolar atau Rp15,2 triliun. Itu adalah anggaran misi perdamaian terbesar dan termahal di dunia.

Namun, MONUSCO kerap dikritik karena dinilai terlalu pasif mencegah konflik. Pada 2022, protes anti MONUSCO juga pernah terjadi dan menewaskan lebih dari 15 orang, termasuk empat penjaga perdamaian.

Baca Juga: Kudeta Gabon, Kemlu: 708 WNI dalam Kondisi Aman

Pri Saja Photo Verified Writer Pri Saja

Petani Kata

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Vanny El Rahman

Berita Terkini Lainnya