Tuntut PM Thailand Mundur, Demonstran Bentrok dengan Polisi

Demonstrasi non-kekerasan diserukan pemimpin protes

Bangkok, IDN Times - Tahun 2020 lalu, Thailand telah diguncang oleh serangkaian demonstrasi yang dimotori anak-anak muda pro-demokrasi. Mereka menuntut Perdana Menteri Prayuth Chan-ocha mundur dari jabatannya.

Tapi ketika infeksi virus corona menyebar dengan cepat dan mempengaruhi Thailand, protes yang berkelanjutan itu padam. Namun, padamnya protes itu rupanya tidak berlangsung lama.

Kini, anak-anak muda Thailand kembali turun ke jalanan, memprotes penanganan buruk pandemik dan tetap menuntut PM Prayuth Chan-ocha untuk mundur. Pada hari Jumat (13/8), mereka terlibat bentrokan dengan pasukan keamanan ketika melakukan unjuk rasa.

1. Polisi menembakkan peluru karet dan gas air mata ketika demonstran mendekati kediaman Perdana Menteri (PM)

Virus corona yang jadi sebab padamnya demonstrasi Thailand pada tahun 2020, pada tahun 2021 ini virus memicu momentum kembalinya semangat demonstran untuk turun ke jalanan. Anak-anak muda Thailand kecewa dengan penanganan wabah virus corona oleh pemerintahan Prayuth Chan-ocha dan menuduh PM telah gagal.

Namun demonstrasi yang dilakukan oleh pemuda itu kerap berhadapan dengan pasukan keamanan, yang menghadang dengan tembakan peluru karet dan gas air mata.

Melansir laman Bangkok Post, barisan personel kepolisian Thailand menembakkan peluru karet dan gas air mata ke arah para demonstran ketika mereka mencoba mendekat ke kediaman Prayut Chan-ocha. Di sisi lain, para demonstran membalas serangan polisi dengan batu, bom ping pong dan petasan.

Songpon "Yajai" Sonthirak, salah satu aktivis demonstran mengatakan pada awal aksi bahwa “gagalnya penanganan COVID-19 oleh pemerintah menyebabkan banyak orang meninggal dunia. Hari ini kami berada di sini untuk menyingkirkan Prayuth,” katanya.

Demonstrasi pada hari Jumat (13/8) diorganisasi oleh kelompok aktivis Tha Lu Fah. Kelompok tersebut telah bersumpah untuk melakukan protes secara damai karena demonstrasi sebelumnya pada tanggal 10-11 Agustus terjadi bentrokan dan rusuh.

Seorang demonstran bernama Tanat "Nat" Thanakitamnuay, yang dulunya dikenal sebagai pendukung pemerintah tapi kemudian membelot dan ikut demonstrasi menentang Prayuth Chan-ocha. Ia dikabarkan terkena tembakan di mata kanannya. Dia dilarikan ke rumah sakit Mission Hospital untuk dirawat.

2. Benteng kontainer di tengah jalan

Dalam upaya mencegah demonstran melewati jalanan, biasanya polisi menggunakan barikade pagar besi atau kawat berduri yang melintang di jalanan. Namun kepolisian Thailand dalam beberapa bulan terakhir, mereka menggunakan kotak kontainer yang di atasnya masih diberi barikade kawat berduri.

Tumpukan kontainer yang diletakkan melintang di jalan itu adalah salah satu benteng utama untuk mencegah para demonstran melintasi jalanan. Pada hari Jumat (13/8), benteng kontainer itu untuk mencegah demonstran mendekat ke kediaman PM Prayuth Chan-ocha.

Melansir laman The Straits Times, ketika para demonstran mencoba memindahkan kontainer, polisi mulai menembakkan gas air mata dan peluru karet. Pakapong Pongpetra, kepala polisi Bangkok mengatakan "tujuan polisi adalah untuk menjaga perdamaian. Mereka yang bergabung dalam protes berisiko terinfeksi (virus) dan juga melanggar undang-undang lain," katanya.

Para demonstran memulai protes pada sore hari dari Bangkok Victory Monument sambil berteriak "Prayuth, keluar!"

Pihak berwenang Thailand telah memperingatkan bentuk protes yang melanggar peraturan COVID-19. Mereka mengatakan mengajukan tuntutan 300 kasus terhadap orang-orang yang terlibat demonstrasi baru-baru ini.

Baca Juga: Thailand: Turis Swiss jadi Korban Pembunuhan di Phuket

3. Seruan demonstrasi non-kekerasan dari salah satu kelompok anti-pemerintah Thailand

Tuntut PM Thailand Mundur, Demonstran Bentrok dengan PolisiNattawut Saikuar, pemimpin gerakan Red Shirt Thailand. (Twitter.com/Nattawut Saikuar)

Ada beberapa kelompok demonstran yang ikut dalam protes pada hari Jumat. Salah satunya adalah Red Shirt. Kelompok ini dibentuk untuk memprotes kudeta militer tahun 2006 lalu di Thailand. Namun kelompok tersebut membesar dan kini telah mencakup berbagai kelompok dengan aliran politik yang beragam.

Nattawut Saikuar, pemimpin Red Shirt mengingatkan para demonstran muda bahwa interaksi kekerasan dengan pihak berwenang bisa menjadi masalah. Melansir The Thaiger, Nattawut membagikan pesan non-kekerasannya dalam demonstrasi dan mendesak para pengunjuk rasa untuk memikirkan sikap mereka dengan hati-hati.

Menurut Nattawut, demonstrasi yang berubah jadi aksi kekerasan hanya menguntungkan mereka yang berkuasa, karena "alat sang majikan tidak akan pernah bisa membongkar rumah sang majikan," katanya.

Pemimpin Red Shirt Nattawut juga mengumumkan akan melakukan parade mobil pada hari Minggu (15/8) dengan damai, dan akan menghindari lokasi gedung pemerintah atau kediaman Perdana Menteri.

Baca Juga: Demo di Thailand Masih Lanjut, Pengunjuk Rasa Bentrok dengan Polisi

Pri Saja Photo Verified Writer Pri Saja

Petani Kata

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Novaya

Berita Terkini Lainnya