Jepang Hadapi Rekor Penurunan Populasi di 47 Prefektur
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Jakarta, IDN Times - Jepang sedang bergulat dengan permasalahan populasi yang kian menurun. Demografi di negara tersebut berbentuk segitiga terbalik, di mana jumlah penduduk lanjut usianya lebih banyak ketimbang usia muda.
Hal ini pun menjadikan Jepang menyandang gelar sebagai negara yang memiliki populasi tertua kedua di dunia, setelah Monako. Rendahnya angka kelahiran menjadi faktor dari permasalah tersebut.
"Penurunan jumlah anak dan populasi merupakan masalah penting yang melibatkan masalah sosial, ekonomi, dan kesejahteraan sosial Jepang," kata juru bicara pemerintah Jepang, Hirokazu Matsuno, pada Rabu (26/7/2023), dikutip dari The Straits Times.
1. Data rekor penurunan populasi
Menurut survei Kementerian Dalam Negeri Jepang, untuk pertama kalinya populasi menunjukkan penurunan di 47 prefektur di negara itu. Tercatat, bahwa populasi warga negara Jepang turun sebesar 800.523 pada 2022, menjadi 122.423.038 dari tahun sebelumnya.
Sementara itu, angka kelahiran pada tahun lalu juga tercatat kurang dari 800 ribu kelahiran. Data-data tersebut dilihat sebagai penurunan tertajam yang tercatat sejak survei dimulai pada 1968.
Survei demografi kementerian juga mengatakan bahwa per 1 Januari 2023, populasi Jepang termasuk dengan jumlah penduduk asing mencapai 125.416.877. Angka tersebut turun sekitar 511 ribu dari tahun sebelumnya.
Jumlah warga Jepang dilaporkan menurun selama 14 tahun berturut-turut. Mereka yang bekerja atau belajar di luar negeri menyumbang penurunan sekitar 7 ribu populasi.
Baca Juga: Penggal Kepala Pria di Hotel, Dokter dan Anak di Jepang Ditangkap
2. Jumlah warga negara asing yang meningkat
Editor’s picks
Sementara itu, untuk pertama kalinya dalam 3 tahun terakhir, jumlah warga asing di Jepang meningkat sekitar 289 ribu, menjadi 2.993.839 jiwa. Salah satu faktornya karena pelonggaran kontrol perbatasan COVID-19, Kyodo News melaporkan.
Kendati Jepang memiliki aturan imigrasi yang relatif ketat, namun pemerintah negara tersebut secara bertahap melonggarkannya. Hal ini dilakukan sebagai upaya mengatasi kurangnya jumlah tenaga kerja, serta memfasilitasi kembalinya siswa internasional dan magang teknis.
National Institute of Population and Social Security Research mengatakan, jumlah warga negara asing di Jepang akan mencapai 10 persen dari jumlah populasi yang ada. Ini didorong dengan keterlibatan pemerintah daerah untuk menarik bakat profesional dari Asia.
3. Upaya Jepang mengatasi piramida terbalik
Jepang sedang berjuang untuk membalikkan tingkat kelahiran yang rendah. Hal itu dilihat sebagai kebutuhan yang mendesak bagi negara dengan kekuatan ekonomi terbesar ketiga di dunia tersebut.
Perdana Menteri Jepang Fumio Kishida memperingatkan bahwa Jepang di ambang 'apakah kita dapat terus berfungsi sebagai masyarakat'. Dia juga telah menyerukan untuk menerapkan langkah-langkah yang belum pernah terjadi sebelumnya.
Hal tersebut dilakukan untuk menahan penurunan populasi pada 2030, meski keraguan membayangi inisiatif tersebut, karena sebagian besar merupakan perpanjangan dari kebijakan yang telah ada.
Pada Juni, Kishida meluncurkan rencana dengan nilai 25 miliar dolar AS (sekitar Rp375,8 triliun) untuk memperluas dukungan bagi kamu muda dan mereka yang berkeluarga. Ini sebagai upaya membantu meningkatkan angka kelahiran yang anjlok di Jepang.
Selain itu, pemerintah juga akan meningkatkan kesempatan kerja bagi kaum muda dan perempuan di wilayah regional.
Baca Juga: Penikaman di Kereta Jepang, Tiga Orang Terluka
IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.