Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
ilustrasi bendera Israel (pexels.com/Oren Noam Gilor)
ilustrasi bendera Israel (pexels.com/Oren Noam Gilor)

Intinya sih...

  • Lebih dari 250 mantan tokoh Mossad merilis petisi untuk mengakhiri genosida di Gaza dan membebaskan sandera.
  • Petisi mengecam peningkatan serangan Israel di Gaza, didorong oleh kepentingan politik Netanyahu.
  • Israel dan Hamas terlibat dalam negosiasi gencatan senjata, dengan Israel menawarkan pembebasan 10 sandera.
Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Jakarta, IDN Times - Lebih dari 250 mantan tokoh Badan Intelijen Israel, Mossad, termasuk tiga mantan kepala badan tersebut, merilis petisi yang menyerukan diakhirinya segera genosida di Gaza untuk memfasilitasi pembebasan semua sandera. Tel Aviv meyakini 24 dari 58 sandera yang tersisa yang ditawan di wilayah kantong Palestina itu masih hidup.

Ratusan mantan agen Mossad Israel telah mengkritik kembalinya perang di Gaza. Petisi itu menambah gelombang perbedaan pendapat publik yang berkembang dalam lembaga keamanan Israel. Sejak Kamis lalu, setidaknya enam petisi telah ditandatangani oleh para prajurit cadangan, perwira pensiunan, dan veteran dari berbagai cabang militer, dilansir Anadolu.

"Kami adalah prajurit yang telah mengabdi pada negara sepanjang hidup kami. Kami telah mengemudikan tank, memimpin pasukan, dan membayar harga yang mahal. Pengalaman inilah yang mendorong kami hari ini untuk menyerukan gencatan senjata," bunyi surat yang ditulis oleh Kolonel Rami Matan, mantan wakil komandan IDF.

"Mengapa kami terus mengorbankan nyawa manusia untuk tujuan yang tidak dapat dicapai?" tambahnya.

1. Petisi itu menuduh serangan ke Gaza didorong oleh kepentingan politik Netanyahu

Petisi tersebut mengecam peningkatan serangan dan operasi darat Israel di Gaza sejak runtuhnya gencatan senjata pada Maret lalu, yang didorong oleh kepentingan pribadi Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu. Surat itu menuduh pemerintahan Netanyahu mempertaruhkan nyawa tentara dan sandera demi keuntungan politik pribadinya.

Para kritikus menuduh bahwa keputusan Netanyahu untuk kembali menyerang Gaza didorong oleh kebutuhannya untuk menenangkan partai-partai sayap kanan dalam koalisinya. Partai Netanyahu mengancam akan menjatuhkan pemerintahannya jika pemimpin Israel itu tidak menghancurkan Hamas sepenuhnya, mengutip The Guardian.

Pada Senin (14/4/2025), surat publik lainnya ditandatangani oleh lebih dari 1.500 mantan dan prajurit korps lapis baja saat ini dan pasukan terjun payung dengan Pasukan Pertahanan Israel (IDF). Mereka menegaskan bahwa melanjutkan serangan ke Gaza tidak lagi melayani tujuan awal dimulainya invasi.

Berbagai petisi tersebut memicu tanggapan keras Netanyahu, yang mengatakan bahwa surat itu ditulis oleh kelompok pinggiran ekstrem yang mencoba menghancurkan masyarakat Israel dari dalam. Netanyahu memerintahkan pemecatan semua prajurit cadangan tugas aktif yang telah menandatangani petisi tersebut.

2. Ratusan orang berunjuk rasa di luar rumah menteri Israel yang menangani negosiasi sandera

Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu. (Hudson Institute, CC BY 2.0, via Wikimedia Commons)

Pada Minggu, ratusan orang, termasuk puluhan anggota keluarga mantan dan sandera Israel, menggelar unjuk rasa di luar rumah Ron Dermer, menteri yang ditunjuk Netanyahu untuk menangani negosiasi penyanderaan.

Dalam beberapa hari terakhir, keluarga sandera menuduh bahwa Dermer, yang juga penasihat terdekat Netanyahu, telah menunda dan menghalangi negosiasi demi kepentingan agenda politik pemerintah. Tuduhan itu ditepis pemerintah Netanyahu, yang menyatakan pihaknya melakukan segala cara untuk membebaskan para sandera.

"Keluarlah, beri tahu kami tentang situasi ini. Itu tanggung jawabmu. Jika kamu tidak mampu melakukan tugasmu, mengundurkan dirilah. Mereka terburu-buru berperang padahal jelas bahwa hanya kesepakatan yang akan membawa para sandera kembali," ungkap Doron Zektser, ayah dari salah seorang sandera bernama Edan Alexander.

3. Israel dan Hamas akan melanjutkan negosiasi tahap kedua

ilustrasi peta Tepi Barat, Israel, dan Jalur Gaza (United States. Central Intelligence Agency. Directorate Of Intelligence, Public domain, via Wikimedia Commons)

Israel dan Hamas telah terlibat dalam negosiasi di Kairo, yang melibatkan Qatar, Mesir, dan AS, yang berupaya menjadi penengah gencatan senjata lainnya, setelah negosiasi terakhir gagal pada Maret. Laporan pada Senin mengatakan bahwa Negara Zionis itu telah mengusulkan kesepakatan kepada Hamas yang akan membebaskan 10 sandera.

Seorang pejabat Hamas mengatakan Israel telah mengusulkan pengembalian 10 sandera. Tuntutan itu sebagai imbalan atas gencatan senjata awal selama 45 hari, ketika blokade pemerintah Netanyahu terhadap bantuan Gaza akan dicabut dan IDF akan menarik diri dari wilayah kantong Palestina yang telah direbutnya sejak Maret.

Israel dan Hamas juga akan berkomitmen untuk melakukan negosiasi tahap kedua, yang sebelumnya terhenti dan akhirnya gagal. Negosiasi ini akan mencakup diskusi tentang gencatan senjata permanen, penarikan pasukan Israel dari Gaza, dan pelucutan senjata Hamas.

Seorang pejabat senior Hamas, Taher al-Nunu, menuduh Israel menghalangi kemajuan gencatan senjata. Dia mengatakan milisi perlawanan Palestina itu bersedia membebaskan semua tawanan dengan imbalan kesepakatan pertukaran tawanan yang serius, diakhirinya perang, penarikan pasukan Israel dari Jalur Gaza, dan masuknya bantuan kemanusiaan.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.

Editorial Team