Warga Thailand Ragukan Farmasi Milik Raja, Vaksinasi Tuai Protes

Salah satu vaksin dibuat oleh perusahaan milik raja

Jakarta, IDN Times – Thailand telah memulai kampanye vaksinasi COVID-19 pada Senin (7/6/2021), di tengah gelombang ketiga pandemik virus corona yang dihadapi  negara itu. Otoritas kesehatan Thailand menargetkan, menyuntikkan 6 juta dosis vaksin pada warganya bulan ini, dan bisa memvaksinasi 70 persen populasi sebelum akhir tahun.

“Pemerintah akan memastikan bahwa setiap orang divaksinasi,” kata Perdana Menteri Prayuth Chan-ocha dalam komentar yang disiarkan televisi setelah mengunjungi pusat inokulasi di Bangkok, Senin.

Ada dua jenis vaksin yang dipakai Pemerintah Thaildn dalam program vaksinasi ini, yaitu vaksin COVID-19 Oxford-AstraZeneca yang diproduksi perusahaan lokal, dan vaksin Sinovac yang dibuat perusahaan Tiongkok.

Namun, hal ini telah menimbulkan polemik hingga memicu demonstrasi di kalangan warga.

Baca Juga: Menengok Vaksinasi Massal Thailand saat Hadapi Gelombang Ketiga COVID

1. Vaksin dalam negeri dibuat oleh perusahaan yang belum berpengalaman

Warga Thailand Ragukan Farmasi Milik Raja, Vaksinasi Tuai ProtesSejumlah tenaga kesehatan mengikuti vaksinasi dosis pertama vaksin COVID-19 Sinovac di Istora Senayan, Jakarta, Kamis (4/2/2021) (ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat)

Sebagian besar vaksin COVID-19 yang digunakan Thailand, Oxford-AstraZeneca, dibuat di dalam negeri oleh Siam Bioscience. Ini merupakan perusahaan yang dimiliki oleh Raja Maha Vajiralongkorn.

Meski perusahaan telah dilaporkan akan memasok vaksin ke delapan negara lain di kawasan, namun ternyata Siam Bioscience tidak memiliki pengalaman sebelumnya dalam membuat vaksin.

Selain itu, Filipina, salah satu negara yang membeli vaksin dari Siam Bioscience, mengatakan pesanannya telah dikurangi dan ditunda, memicu kekhawatiran akan potensi kelangkaan vaksin.

2. Kantor pusat Siam Bioscience didemo

Warga Thailand Ragukan Farmasi Milik Raja, Vaksinasi Tuai ProtesIlustrasi petugas kesehatan menyuntikkan vaksin COVID-19 saat kegiatan vaksinasi massal (ANTARA FOTO/Arif Firmansyah)

Media negara, Nation Thailand, pada Selasa (8/6/2021), mengabarkan bahwa demonstran pro-demokrasi Ratsadon yang dipimpin oleh aktivis politik Parit “Penguin” Chiwarak berkumpul di luar kantor pusat Siam Bioscience Bangkok siang ini, untuk memprotes peran perusahaan terkait program vaksin COVID-19 Thailand.

Di depan Gedung Srijulsup di Pathumwan, tempat Siam Bioscience bermarkas, Parit menggemakan kekhawatiran akan kekurangan vaksin untuk warga Thailand karena perusahaan mengekspor vaksin di saat kebutuhan dalam negeri belum terpenuhi. Ia juga menyerukan bahwa kesepakatan negara dengan produsen vaksin Sinovac dan AstraZeneca hanya menguntungkan farmasi besar.

Pekan lalu, pemimpin Gerakan Progresif Thanathorn Juangroongruangkit juga telah menyuarakan keprihatinan atas transparansi dalam keputusan pemerintah untuk menyerahkan tanggung jawab produksi vaksin AstraZeneca ke perusahaan milik kerajaan itu.

Thanathorn menyatakan, Siam Bioscience telah ditugaskan untuk memproduksi 200 juta dosis vaksin per tahun, yang 176 juta di antaranya akan dijual ke negara-negara lain di kawasan.

Dia mengatakan, kesepakatan itu membuat Thailand kekurangan vaksin untuk melindungi seluruh populasinya. Namun sebagai tanggapan atas komentar tersebut, pemerintah mengajukan tuntutan lese majeste terhadap Thanathorn.

Baca Juga: Dalai Lama Vaksinasi COVID-19, Imbau Lainnya untuk Vaksinasi

3. Vaksin Sinovac miliki efikasi rendah

Warga Thailand Ragukan Farmasi Milik Raja, Vaksinasi Tuai ProtesIlustrasi vaksin COVID-19 buatan Sinovac (Dokumentasi Sinovac)

Kisruh seputar vaksin juga terjadi dengan vaksin yang diimpor dari Tiongkok. Langkah pemerintah yang melanjutkan kesepakatannya untuk membeli vaksin Sinovac, bahkan setelah beberapa negara menangguhkan pembelian mereka menyusul berita bahwa vaksin itu hanya 50,4 persen efektif, telah membuat marah warga.

Parit menyebut fakta bahwa Sinovac sebagian dimiliki oleh konglomerat Thailand, Charoen Pokphand Group.

Siam Bioscience juga tidak memiliki rekam jejak dalam memproduksi vaksin dan sempat mengalami defisit selama beberapa tahun. Menurut Parit, perusahaan itu hanya diberi wewenang produksi karena adanya hubungan antara perusahaan milik kerajaan lainnya, Siam Cement Group dan Universitas Oxford, mitra AstraZeneca dalam pengembangan vaksin COVID-19.

Mengacu pada dokumen yang dilihatnya, Parit mengatakan, perusahaan farmasi lain belum diminta untuk memproduksi vaksin AstraZeneca.

“Pemerintah menggunakan 6 miliar baht uang pembayar pajak untuk mendapatkan 26 juta dosis yang dibuat oleh Siam Bioscience,” kata Parit.

“Dosis itu tidak akan cukup untuk menyuntik seluruh populasi, karena pemerintah telah gagal membuka hak manufaktur untuk bisnis lain. Ini menunjukkan pemerintah tidak berperasaan dan tidak bertindak untuk kepentingan publik,” tambah Parit.

Topik:

  • Sunariyah

Berita Terkini Lainnya