Calon Petahana Pantai Gading Unggul Sementara di Tengah Boikot Oposisi

menolak pilpres, oposisi menginginkan adanya transisi sipil

Abidjan, IDN Times – Pantai Gading menggelar pemilihan presiden pada hari Sabtu (31/10) di tengah-tengah ketegangan akibat seruan boikot dan pembangkangan sipil oleh oposisi yang menentang pencalonan capres petahana Presiden Alassane Ouattara.

Oposisi menilai Ouattara telah melanggar konstitusi dengan pencalonan yang melebihi batas dua kali masa jabatan presiden.

Melansir dari Reuters, perhitungan suara pada hari Minggu (1/11) menunjukkan Capres Petahana Ouattara unggul sementara dengan kemenangan di 26 distrik dari total 108 distrik. Ouattara diprediksi menang karena oposisi menolak pilpres dengan menyerukan boikot terhadap pemilihan.

Di tengah upaya menghalangi pemilihan yang disinyalir dilakukan oleh pendukung oposisi, di hari Minggu (1/11) para pejabat mengatakan setidaknya lima orang tewas dalam bentrokan. sementara itu, kubu oposisi di hari yang sama menyebut korban mencapai 30 orang dan juga menyerukan dilakukan transisi sipil terhadap pemerintahan.

1. Kontroversi pencalonan Presiden Ouattara 

Calon Petahana Pantai Gading Unggul Sementara di Tengah Boikot OposisiCapres petahana Alassane Ouattara saat memberikan suaranya pada pilpres Pantai Gading, 30 Oktober 2020. twitter.com/AOuattara_PRCI

Ouattara telah menjabat sebagai presiden Pantai Gading sejak tahun 2010. Tahun ini adalah tahun terakhir di periode kedua masa jabatannya sebagai presiden. Ouattara pada awalnya telah menyatakan dukungan terhadap capres yang diusung oleh partainya RHDP yakni Perdana Menteri Amadou Gon Coulibaly untuk mencalonkan diri sebagai presiden selanjutnya. Namun, pada bulan Juli, PM Coulibaly meninggal dunia karena serangan jantung.

Dilansir dari BBC, Presiden Ouattara kemudian mengumumkan bahwa ia akan menggantikan Coulibaly untuk mencalonkan diri sebagai presiden. Ia dan pendukungnya berpendapat reformasi konstitusi yang terjadi pada tahun 2016 membuat masa jabatan periode pertamanya tidak dihitung dan memungkinkan ia untuk mencalonkan diri kembali.

Sontak pernyataannya itu membuat kubu oposisi marah. Ouattara dianggap telah melanggar konstitusi dengan pencalonan untuk ketiga kalinya. Kubu oposisi terutama dari dua capres yakni mantan Presiden Henri Konan Bedie dan mantan PM Pascal Affi N’Guessan menolak pencalonan diri Ouattara dan menyebut adanya keberpihakan oleh komisi pemilihan dan Mahkamah Konstitusi, seperti yang dilansir dari France 24.

Lebih lanjut, oposisi menyerukan boikot dan pembangkangan sipil terhadap penyelenggaraan pemilu. Terhitung sejak bulan Agustus hingga menjelang pemungutan suara pada Sabtu (31/10), setidaknya 30 orang dilaporkan tewas dalam bentrokan.

Diketahui, pada pilpres Pantai Gading tahun ini, ada empat capres yang bersaing, diantara petahana Ouattara, mantan presiden Bedie, mantan PM N’Guessan dan satu lagi adalah Kouadio Konan Bertin yang merupakan calon kandidat independen.

2. Ketegangan selama pemilu 

Calon Petahana Pantai Gading Unggul Sementara di Tengah Boikot OposisiPemilihan umum. Ilustrasi. unsplash.com/Element5 Digital

Mengantisipasi ketegangan saat pemilu dilaksanakan, 35 ribu personil polisi dan petugas keamanan diturunkan guna mengamankan jalannya pemilihan. Kondisi ini telah membawa kembali ingatan akan krisis politik tahun 2010 akibat Laurent Gbagbo yang menjabat sebagai Presiden Pantai Gading saat itu menolak untuk mundur dan tidak menerima kemenangan Outtara pada pilpres 2010. Kerusuhan pun terjadi dengan menewaskan tiga ribu orang.

Meski tidak seperti kondisi yang ditakutkan, para pendukung oposisi pada hari diselenggarakannya pemilu tetap melakukan pemblokiran terhadap sejumlah TPS. Dilaporkan 23 persen TPS tidak beroperasi akibat pemblokiran jalan dan ancaman kepada petugas pemilihan. Selain itu, para pejabat juga menyatakan lima orang tewas akibat bentrokan, sementara kubu oposisi menyebut ada 30 orang yang menjadi korban, dilansir dari Reuters.

Secara keseluruhan pada distrik-distrik yang mendukung pencalonan petahana Ouattara, pemilu berjalan damai, sedangkan pada wilayah yang mendukung dua capres oposisi, pemilu diblokir oleh para pendukung oposisi.

Kondisi ini tampaknya memberikan jalan mulus bagi Ouattara untuk mendapatkan suara yang lebih besar. Sampai dengan hari Minggu (1/11) Ouattara telah unggul atas kemenangan 26 dari 108 distrik di Pantai Gading.

Baca Juga: Kisah Personel Polda Bali 15 Bulan Jalankan Misi Perdamaian di Afrika 

3. Oposisi menginginkan transisi sipil dalam pemerintahan 

Calon Petahana Pantai Gading Unggul Sementara di Tengah Boikot OposisiCapres Oposisi N'Guessan saat memberikan pernyataan bersama bahwa partai oposisi dan kelompok politik menyerukan adanya transisi sipil untuk menciptakan kondisi pilpres yang ladil, transparan dan inklusif, pada 1 November 2020. twitter.com/pdcirdaofficiel

Seiring dengan perhitungan suara yang menunjukkan keunggulan Ouattara dalam pilpres, dua kandidat oposisi yang menentang pencalonan capres petahana memberikan pernyataan mereka akan situasi pemilihan.

Melansir dari Al Jazeera, pada pernyataan bersama, Bedie dan N’Guessan pada hari Minggu (1/11) menyatakan bahwa mereka menolak pemilihan dan menyerukan mobilisasi dan dimulainya transisi sipil dalam pemerintahan terhadap kekuasaan Presiden Ouattara yang dinilai telah melanggar konstitusi.

Menurut oposisi, saat ini transisi sipil dibutuhkan untuk menciptakan kondisi pemilihan presiden yang lebih adil, transparan dan inklusif tanpa adanya keberpihakan pada salah satu capres.

Baca Juga: Miliki Cadangan Berlian Berlimpah, Ini 5 Fakta Republik Afrika Selatan

Revi Jeane Photo Verified Writer Revi Jeane

.

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Novaya

Berita Terkini Lainnya