Korban tertinggi dalam perang adalah warga sipil. Tidak perlu di Suriah saja. Daerah-dearah konflik seperti Libya, Afganistan, Ukraina, dan lainnya, semua tempat terjadinya konflik senjata dapat dipastikan kematian penduduk menjadi angka tertinggi.
Perang dunia I, II, Dingin, hingga sekarang, membuktikan bahwa tidak ada perang yang mengesampingkan kematian penduduk sipil. Banyaknya darah warga sipil yang terus bergenang di Suriah dari pada personel militer, menciptakan kesedihan yang mendalam.
Mereka yang terjebak dalam sebuah pertempuran atau pengepungan, harus merasakan sakitnya kehancuran perang dan kematian. Bagi Pemerintah Suriah dan pemberontak, keduanya selalu menggunakan warga sipil sebagai tameng pertahanan atau sebuah subjek uji coba senjata.
Semua kejahatan perang akan terus tercatat dalam Konflik Suriah, dan bagi setiap warga sipil yang terjebak, mereka harus kuat dan tabah menghadapi cobaan ini hingga konflik dapat diselesaikan.
Mencoba untuk lari, mengungsi, dan diam di tempat. Hanya itulah yang dapat mereka lakukan. Kecuali ikut mengangkat senjata dan bertempur demi masa depan mereka.