22 Negara Anggota PBB Protes Perlakuan Tiongkok Terhadap Uighur
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Jenewa, IDN Times - Sebanyak 22 negara anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) memprotes keras perlakuan Tiongkok terhadap Uighur dan kelompok minoritas di Provinsi Xinjiang.
Melalui sebuah surat yang ditujukan kepada Dewan HAM PBB, 22 duta besar membubuhkan tanda tangan mereka, dan meminta Tiongkok menjalankan tanggung jawab melindungi warga negaranya. Surat itu tertanggal 8 Juli 2019. Dari 22 negara itu tidak ada nama Indonesia.
1. Mayoritas yang memprotes adalah perwakilan negara-negara maju dari 22 negara
Negara-negara yang menandatangani tersebut adalah:
1. Australia
2. Belgia
3. Kanada
4. Denmark
5. Estonia
6. Finlandia
7. Prancis
8. Jerman
9. Islandia
10. Jepang
11. Latvia
12. Lithuania
13. Luxembourg
14. Belanda
15. Selandia Baru
16. Norwegia
17. Swedia
18. Swiss
19. Britania Raya dan Irlandia Utara
Editor’s picks
20. Austria
21. Irlandia
22. Spanyol.
2. Mereka menyoroti penawanan hampir satu juta warga Uighur secara sepihak
Para perwakilan tetap di PBB tersebut mendasarkan protes mereka dari adanya "laporan-laporan kredibel tentang penawanan secara sepihak di tempat-tempat penawanan berskala besar, sebagaimana juga adanya pengintaian, serta pembatasan yang meluas, secara khusus menargetkan warga Uighur dan minoritas lainnya di Xinjiang".
Menurut laporan PBB, kurang lebih satu juta orang Muslim Uighur ditawan pemerintah Tiongkok. Mereka diduga dipaksa melepaskan keyakinan dan identitas asli, untuk kemudian diwajibkan mengidentifikasi diri sendiri sebagai orang Tiongkok. Mereka disebut harus menggunakan Mandarin ketika sebelumnya, pada sehari-hari, telah terbiasa memakai bahasa sendiri.
Baca Juga: Tiongkok Pasang Aplikasi Pengintai dalam Handphone Turis Asing
3. Mereka mendesak Tiongkok menghormati kebebasan beragama
Dengan merujuk pada hasil eksaminasi Komite PBB untuk Penghapusan Diskriminasi Rasial terhadap Tiongkok pada 2108, para penanda tangan mendesak agar Tiongkok menjunjung tingi asas "penghormatan terhadap hak asasi manusia (HAM) dan kebebasan fundamental lainnya, termasuk kebebasan beragama serta berkeyakinan".
Selain itu, sebanyak 22 negara tersebut menyatakan keinginan agar Tiongkok menghentikan penawanan secara sepihak. Begitu juga dengan praktik pengintaian, terhadap kelompok Uighur serta warga Muslim minoritas lainnya di Xinjiang.
4. Tiongkok diharapkan memberi akses untuk investigasi mandiri dari PBB
Langkah berikutnya yang diharapkan terhadap Tiongkok, adalah pemberian akses kepada tim investigasi PBB untuk melakukan tugas mereka secara mandiri di Xinjiang. Komisioner HAM PBB Michelle Bachelet sudah mendorong Tiongkok terkait akses tersebut.
Duta Besar Tiongkok untuk PBB bulan lalu mengatakan, pihaknya mengundang Bachelet ke Xinjiang. PBB menyatakan masih mendiskusikan kemungkinan "akses penuh ke Xinjiang" dengan berbagai pihak yang berhubungan dengan masalah ini.
Salah satu diplomat berkata kepada Reuters bahwa surat tersebut merupakan "respons kolektif pertama soal Xinjiang", sedangkan yang lainnya menilai "ini merupakan langkah formal" dan "adalah suatu sinyal", sebab surat itu diperlakukan sebagai "dokumen resmi" Dewan HAM PBB.
5. Tiongkok membantah semua tudingan negara-negara Barat
Sementara, Tiongkok dilaporkan marah atas situasi yang terjadi di PBB dan akan mengeluarkan surat tanggapan. Selama tiga pekan, Wakil Gubernur Xinjiang menghadapi sejumlah pertanyaan dari Dewan HAM PBB di Jenewa mengenai kondisi di wilayahnya.
Ia mengaku fasilitas-fasilitas yang menjadi subjek keberatan adalah pusat pelatihan untuk mendidik warga agar terbebas dari "pengaruh ekstremis". Media milik pemerintah Tiongkok pun sempat merilis pernyataan redaksi, yang intinya menyebut tudingan dan laporan negara-negara Barat itu sebagai "berita palsu".
"Tidak peduli usaha Tiongkok untuk memberitahukan apa yang benar-benar terjadi di Xinjiang, beberapa media dan politisi Barat kekeh membuat dan menyebarkan berita bohong," tulis redaksi Global Times.
Media itu dioperasikan institusi Harian Rakyat yang didanai pemerintah Tiongkok. Beijing kerap menggunakan kedua outlet untuk menyebarluaskan pendapat atau posisi pemerintah terkait isu-isu tertentu.
Baca Juga: Tiongkok: Media Barat Sebarkan Berita Palsu Soal Muslim di Xinjiang