5 Hal yang Perlu Kamu Tahu Soal Krisis Sudan

Diktator berhasil digulingkan, tapi situasi justru memburuk

Khartoum, IDN Times - Krisis Sudan mulai menyita perhatian dunia. Menurut laporan resmi yang dikeluarkan dokter, sampai kini ada setidaknya 120 orang yang meninggal akibat penyerangan oleh pihak militer terhadap demonstran dari warga sipil pada awal Juni lalu. Dokter juga menyebut sebanyak 40 jenazah ditemukan di Sungai Nil.

Berikut ini adalah lima hal yang perlu kamu tahu soal krisis Sudan:

1. Bagaimana awalnya?

5 Hal yang Perlu Kamu Tahu Soal Krisis SudanANTARA FOTO/REUTERS/Umit Bektas

Selama tiga dekade, Sudan dikontrol oleh Omar al-Bashir. Diktator berusia 75 tahun tersebut masih berkuasa ketika Sudan Selatan memerdekakan diri pada 2011. Posisi al-Bashir sudah goyah sejak Desember 2018 lalu. Ini karena pemerintahannya memberlakukan pengetatan anggaran dengan harapan bisa memperbaiki situasi ekonomi.

Per 2018, African Development Bank Group menyebut utang luar negeri Sudan mencapai 62 persen dari total PDB. Tingkat inflasi sendiri diestimasi menyentuh 48 persen. Apa yang awalnya merupakan demonstrasi menolak pemangkasan subsidi terhadap pangan dan bahan bakar di sejumlah titik, lalu menjalar ke ibukota Khartoum dan meluas menjadi tuntutan penggulingan al-Bashir.

Baca Juga: Setelah 30 Tahun Berkuasa, Presiden Sudan Digulingkan oleh Militer

2. Bagaimana kepemimpinan al-Bashir?

5 Hal yang Perlu Kamu Tahu Soal Krisis SudanANTARA FOTO/REUTERS/Stringer

Sebagai salah satu diktator terlama di Afrika, rekam jejak al-Bashir penuh pertumpahan darah. Sejak mengambil alih kekuasaan melalui kudeta pada 1989, ia selalu memenangi Pemilu yang tak pernah demokratis. Krisis terbesar yang terjadi di bawah pemerintahannya terjadi di Darfur dan mencapai puncaknya pada 2004.

Dalam laporannya, PBB menyebut ada sekitar 1,65 juta warga Darfur menjadi pengungsi lokal dan lebih dari 200.000 lainnya melarikan diri ke negara tetangga, Chad. al-Bashir melakukan kejahatan HAM di Darfur dengan mendukung milisi Janjaweed untuk melakukan pembakaran desa-desa, pembunuhan, dan pemerkosaan. Lebih dari 15.000 nyawa warga melayang sebagai hasilnya.

Demonstrasi pada akhir 2018 direspons al-Bashir dengan ganas. Amnesty International melaporkan pemerintah menggunakan kekuatan berlebihan hingga membuat setidaknya 45 orang meninggal. Demi membatasi pergerakan rakyat, ia memerintahkan otoritas keamanan Sudan untuk melakukan penangkapan dan penggeledahan.

3. Apa peran militer?

5 Hal yang Perlu Kamu Tahu Soal Krisis SudanANTARA FOTO/Umit Bektas

Pada 6 April 2019, para demonstran tidak beranjak dari alun-alun Khartoum yang berlokasi di depan markas militer. Mereka meminta agar militer melakukan kudeta agar al-Bashir tidak lagi berkuasa. Pada 11 April 2019, kekuasaan tiga dekade al-Bashir berakhir di tangan para tentara. Masyarakat merayakannya dengan menari di jalanan.

Ironisnya, hanya dalam hitungan hari, situasi bukannya semakin membaik. Militer yang menggulingkan al-Bashir menolak memenuhi tuntutan rakyat lainnya yaitu menyerahkan kekuasaan kepada sipil. Dewan Transisi Militer (TMC) yang beranggotakan tujuh jenderal dan dipimpin oleh Letnan Jenderal Abdel Fattah Abdelrahman Burhan praktis menjadi penguasa Sudan saat ini.

4. Bagaimana nasib rakyat sipil?

5 Hal yang Perlu Kamu Tahu Soal Krisis Sudantwitter.com/HumanRightsWatch

Anak muda dan perempuan menjadi poros utama protes selama beberapa bulan terakhir. Salah satu perempuan yang viral adalah Alaa Salah. Dalam sebuah video, ia terlihat berdiri di atas mobil untuk memimpin demonstran bernyanyi. Peserta demo juga membentuk perwakilan untuk bernegosiasi dengan militer demi membuka jalan untuk transisi kekuasaan.

Pada 3 Juni, proses negosiasi berakhir buruk. Dilansir dari Al Jazeera pada Kamis (13/6), TMC mengakui memerintahkan pembubaran demonstran secara paksa dengan menggunakan kekerasan. Sebanyak 120 nyawa warga sipil melayang. Juru bicara TMC mengaku "menyesal atas kesalahan yang terjadi".

5. Apa yang terjadi setelah ini?

Amerika Serikat mendapatkan kritikan karena dianggap diam saja melihat krisis Sudan. Kementerian Luar Negeri Amerika Serikat sendiri mengirimkan utusan khusus Donald Booth untuk mendorong "solusi politik" yang akan "merefleksikan keinginan masyarakat Sudan". Washington diyakini bisa melakukan sesuatu yang lebih signifikan daripada ini.

Sedangkan Amnesty International mengimbau agar militer menahan diri untuk tidak menyerang warga sipil. Amnesty International juga berharap warga Ethiopia menekan Perdana Menteri Abiy Ahmed untuk segera melakukan upaya-upaya diplomatik, misalnya berdialog dengan TMC. Di saat bersamaan, Uni Afrika sudah membekukan keanggotaan Sudan.

Baca Juga: Pengadilan Sudan Perintahkan Interogasi Mantan Presiden Omar al-Bashir

Topik:

  • Anata Siregar

Berita Terkini Lainnya