Aksi Bela Uighur Dibayangi Jualan Politik Identitas

Amnesty International minta agar fokus ke pelanggaran HAM

Jakarta, IDN Times - Dugaan pelanggaran HAM oleh pemerintah Tiongkok terhadap Uighur Muslim di Provinsi Xinjiang memicu reaksi sejumlah kalangan di Indonesia. Pada Kamis (20/12) beredar sebuah poster bertuliskan "AKSI BERSAMA SOLIDARITAS UNTUK MUSLIM UIGHUR CHINA" yang isinya mengajak umat Islam agar melakukan demonstrasi pada Jumat (21/12) di depan Kedutaan Besar Tiongkok di Jakarta.

Poster yang diedarkan oleh Ketua Persaudaraan Alumni 212, Slamet Ma'arif, itu menyerukan agar pemerintah Indonesia mengusir Duta Besar Tiongkok dan menyatakan penolakan terhadap komunis. Dalam poster itu juga dituliskan "UIGHUR MERDEKA" yang berarti menyerukan agar kelompok etnis tersebut memisahkan diri dari Tiongkok.

Lalu, bagaimana publik seharusnya memandang isu ini?

1. Isu pelanggaran HAM terhadap Uighur sudah muncul sejak cukup lama

Aksi Bela Uighur Dibayangi Jualan Politik Identitasflickr.com/todenhoff

Dugaan penangkapan masyarakat Uighur di Xinjiang bukan hal baru. Menurut laporan Amnesty International, penangkapan di sana meningkat pada Maret 2017 setelah pemerintah Tiongkok memberlakukan peraturan tentang de-ekstremifikasi.

Pada Agustus 2018, Komisi PBB untuk Penghapusan Diskriminasi Rasial mengatakan ada satu juta Uighur Muslim yang ditangkap dan dimasukkan ke kamp khusus.

Namun, baru pada satu minggu ini sejumlah pihak di Indonesia mengaku terusik. Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI), Din Syamsuddin, mengaku mengecam pelanggaran HAM terhadap etnis Uighur yang mayoritas beragama Islam.

Ia meminta "agar penindasan itu dihentikan". Din juga berkata hukum internasional menjamin "adanya kebebasan beragama bagi segenap manusia", tak terkecuali masyarakat dari etnis Uighur.

Baca Juga: Siapa Uighur dan Mengapa Tiongkok Diduga Mendiskriminasi Mereka?

2. Ada laporan warga Uighur dimasukkan ke dalam kamp detensi dan dipaksa mengaku setia pada Partai Komunis

Aksi Bela Uighur Dibayangi Jualan Politik Identitasflickr.com/todenhoff

Menurut salah satu anggota Komisi PBB untuk Penghapusan Diskriminasi Rasial, Gay McDougall, kamp itu adalah "zona tanpa hak asasi manusia". Bekas tawanan menjelaskan tempat tersebut dijaga ketat oleh pasukan bersenjata.

Warga Uighur yang merupakan penganut agama Islam dipaksa meninggalkan keyakinan mereka dan berterima kasih kepada Partai Komunis. Mereka yang berada di kamp itu juga dihadapkan dengan kekerasan fisik sampai kematian.

Klaim ini disampaikan oleh beberapa mantan penghuni kamp. PBB juga mengaku mendapat laporan ada pengawasan massal yang secara timpang menargetkan populasi etnis Uighur yang berjumlah lebih dari 11 juta orang.

Salah satunya dilakukan melalui penghentian di jalan oleh polisi tanpa alasan jelas serta pengecekan telepon genggam di beberapa lokasi pemeriksaan polisi. Lalu, laporan lain mengatakan banyak orang Uighur di luar negeri yang meninggalkan Tiongkok dipaksa kembali lagi.

Aksi Bela Uighur Dibayangi Jualan Politik IdentitasIDN Times/Sukma Shakti

3. Amnesty International di Indonesia sudah menyurati Menlu Retno sebulan lalu

Aksi Bela Uighur Dibayangi Jualan Politik Identitasflickr.com/todenhoff

Walau laporan PBB itu sudah ada sejak beberapa bulan lalu, respons masyarakat Indonesia masing sangat kurang. Bahkan, pemberitaan soal Uighur hampir tidak ada di media massa.

Usman Hamid dari Amnesty International di Indonesia sendiri mengaku sudah sebulan lalu mengirimkan surat kepada Menteri Luar Negeri Retno Marsudi.

"Saya minta Pemerintah Indonesia untuk mendesak Pemerintah Cina untuk mengambil langkah-langkah melindungi Muslim Uigur dan Muslim di Xinjiang secara keseluruhan," kata Usman pada Kamis (20/12). Ia juga menjelaskan tentang temuan organisasinya pada September 2018 kepada pemerintah.

"Sejauh ini belum ada respons, tapi perkembangan terbaru Pemerintah Indonesia angkat suara. Itu perkembangan positif meski kita berharap lebih," katanya menambahkan.

Menurut Wakil Presiden Jusuf "JK" Kalla, Kemlu sebenarnya sudah memanggil Duta Besar Tiongkok pada Senin (17/12) untuk menjelaskan persoalan ini.

4. Jusuf Kalla menegaskan persoalan Uighur adalah urusan dalam negeri Tiongkok

Aksi Bela Uighur Dibayangi Jualan Politik Identitasflickr.com/todenhoff

Pemerintah sendiri terlihat berhati-hati dalam menanggapi masalah ini. JK menegaskan bahwa persoalan di Xinjiang adalah urusan dalam negeri Tiongkok. "Kalau masalah domestik tentu kita tidak ingin campuri masalah itu," kata JK.

Usman tak sepakat tentang prinsip non-intervensi yang sering dianut Indonesia maupun ASEAN. "Kesan bahwa urusan Uighur itu urusan dalam negeri itu jargon lama ASEAN yang harus ditinggalkan. Problem HAM itu lintas batas, problem universal. Kalau sekompok manusia bisa diperlakukan sewenang-wenang itu urusan dalam negeri, bagaimana nasib kemanusiaan?"

Ia melihat ada alasan mengapa Indonesia masih belum bersuara lantang. "Dugaan saya itu karena Pemerintah Indonesia khawatir dikritik karena kondisi Papua. Kalau mengkritik terlalu keras bisa disindir balik soal Papua. Mungkin ya, saya bisa salah," ujar Usman. 

5. Pihak oposisi bereaksi cepat dalam beberapa hari terakhir

Aksi Bela Uighur Dibayangi Jualan Politik Identitasflickr.com/todenhoff

Kubu oposisi dengan cepat bereaksi atas situasi ini. Juru bicara pasangan Prabowo-Sandi, Dahnil Anzar Simanjuntak mengatakan Indonesia seharusnya tidak boleh ragu dan didikte oleh siapa pun.  

"Apalagi terkait dengan kemanusiaan. Indonesia harus segera bertindak atas apa yang dilakukan pemerintah Cina. Karena ini mandat konstitusi," kata Dahnil.

PA 212, kelompok yang diasosiasikan dengan capres nomor urut dua Prabowo Subianto, menanggapi dengan menggelar Aksi Bela Uighur. "Sejauh itu untuk menyuarakan masalah hak asasi manusia maka itu baik," ucap Usman. 

6. Jangan memanfaatkan momentum ini untuk menjual politik identitas

Aksi Bela Uighur Dibayangi Jualan Politik IdentitasREUTERS/Thomas Peters

Meski begitu, ada kekhawatiran bahwa pihak yang ingin mengadakan protes punya agenda lain. Ini karena dalam poster Aksi Bela Uighur dicantumkan soal komunis. Seperti kita tahu, isu komunisme kerap dijadikan alat oleh kelompok konservatif untuk menyerang warga etnis Tionghoa, bahkan pemerintah.

Ini yang juga tidak disetujui oleh Usman. "Kalau narasi pelanggaran hak asasi Uighur dikemas ke dalam narasi sentimen identitas seperti tolak komunis, saya kira itu keliru," kata Usman.

Ia mengingatkan agar orang-orang yang ingin membela Uighur, fokus saja kepada dugaan pelanggaran HAM. Jangan malah melebar ke persoalan komunisme apalagi sampai mengaitkan dengan keturunan Tionghoa di dalam negeri.

7. Sulit untuk benar-benar tahu apa yang sesungguhnya terjadi di Xinjiang

Aksi Bela Uighur Dibayangi Jualan Politik IdentitasANTARA FOTO/REUTERS/David Gray

Memang sulit untuk mengetahui apa yang terjadi sesungguhnya di Xinjiang. Apalagi belum ada komisioner HAM PBB yang berhasil melakukan kunjungan ke sana. "Sebaiknya pemerintah Cina juga mengundang pelapor khusus PBB untuk berkunjung ke Xinjiang. Dari hasil kunjungan itu kita akan tahu apa yang sebenarnya terjadi," kata Usman.

Kedubes Tiongkok di Jakarta sendiri belum berkomentar mengenai rencana Aksi Bela Uighur pada hari ini. Sehari sebelumnya, mereka mengirim rilis pers yang berisi klaim bahwa tidak ada pelanggaran HAM terhadap Uighur.

Menurut mereka, yang ada adalah pemberian pendidikan vokasi mulai dari membuat pakaian hingga pelajaran Bahasa Mandarin agar warga yang terpapar ideologi ekstremis dan separatis bisa kembali membaur ke masyarakat dan mendapat pekerjaan.

Hingga berita ini turun, pihak Kedubes Tiongkok belum menjawab permintaan wawancara yang diajukan oleh IDN Times soal rencana aksi PA 212 yang menolak komunisme, menuntut pengusiran dubes, hingga menyerukan agar Uighur memerdekakan diri.

Baca Juga: Ramai Soal Uighur, Begini Tanggapan Kedubes Tiongkok di Jakarta

Topik:

Berita Terkini Lainnya