Amerika Latin Jadi Episentrum, WHO: Ini Belum Waktunya Pelonggaran

Terbaru, Brasil laporkan lebih dari 1.000 kematian sehari

Brasilia, IDN Times - Amerika Latin kini ditetapkan sebagai episentrum virus corona oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). Ini karena beberapa negara di kawasan tersebut melaporkan lonjakan kasus positif dan kematian per hari yang sangat tinggi, dibandingkan wilayah lain.

Misalnya, pada Rabu (27/5), otoritas kesehatan Brasil melaporkan ada 1.086 kematian akibat COVID-19 dalam 24 jam terakhir. Dalam kurun yang sama, ada 20.599 kasus yang dikonfirmasi. Dengan total 411.821 kasus dan 25.598 kematian, Brasil menjadi pusat penyebaran virus corona tertinggi kedua di dunia, setelah Amerika Serikat.

1. Hampir 2,5 juta kasus COVID-19 muncul di Amerika Latin

Amerika Latin Jadi Episentrum, WHO: Ini Belum Waktunya PelonggaranPendukung Presiden Brasil Jair Bolsonaro saat aksi protes menentang aturan karantina di Sao Paulo, Brasil, pada 24 Mei 2020. ANTARA FOTO/REUTERS/Amanda Perobelli

Melalui sebuah konferensi video, Direktur WHO untuk Amerika Latin Carissa Etienne mengungkap kawasan itu melaporkan hampir 2,5 juta kasus virus corona dan lebih dari 143.000 kematian. Amerika Latin melampaui jumlah kasus dan kematian harian yang dilaporkan Eropa dan Amerika Serikat.

Selain Brasil, negara di kawasan tersebut yang mengonfirmasi lonjakan kasus COVID-19 adalah Peru. Saat ini, total ada lebih dari 135.000 kasus dan hampir 4.000 kematian akibat virus corona di negara tersebut. Kurva penularan di Peru juga memperlihatkan tren meningkat. Terakhir, ada 6.154 kasus COVID-19 dan 3.983 kematian yang dilaporkan pada Rabu (27/5).

Berikutnya adalah Chile yang mengumumkan total lebih 82.289 kasus dan 841 kematian sejauh ini. Di Meksiko, jumlah pasien COVID-19 mencapai total 78.023 orang, serta ada 8.579 kematian sampai sekarang. "Kawasan kami telah menjadi episentrum pandemik COVID-19," kata Etienne, seperti dikutip Reuters.

Baca Juga: Amerika Serikat dan Eropa Berlomba Uji Coba Calon Vaksin COVID-19

2. WHO mengingatkan ini bukan waktunya melonggarkan pembatasan

Amerika Latin Jadi Episentrum, WHO: Ini Belum Waktunya PelonggaranSuasana pemakaman jenazah pasien COVID-19 di Nueva Esperanza, Lima, Peru, pada 27 Mei 2020. ANTARA FOTO/REUTERS/Sebastian Castanedaa

Etienne pun mengingatkan laju penyebaran virus corona di Amerika Latin masih sangat cepat, sehingga masing-masing negara perlu meningkatkan kewaspadaan. "Sekarang bukan waktunya bagi negara untuk melonggarkan pembatasan," kata dia.

Menurut dia, spesifik untuk Brasil, jalan yang harus dilalui masih panjang agar bisa sampai ke ujung pandemik. Anehnya, Brasil justru sudah berancang-ancang melonggarkan aturan jaga jarak. Contohnya di Sao Paulo yang merupakan zona merah terbesar di Brasil.

Gubernur Joao Doria mengumumkan bahwa wilayahnya akan memberlakukan pelonggaran untuk mengembalikan aktivitas perekonomian dengan mengaku tetap menerapkan karantina sampai 15 Juni. Walau terlihat ceroboh, sikap pemerintah pusat jauh lebih sulit dimengerti.

Presiden Brasil Jair Bolsonaro justru memprotes pemerintah daerah yang memberlakukan karantina wilayah. Ia bahkan kerap tak bersedia memakai masker. Ini menimbulkan perseteruan antara Bolsonaro dan Doria. "Sikap Presiden Bolsonaro adalah sikap yang salah," kata Doria kepada CNN. "Dia menolak isolasi sosial. Dia menolak ilmu pengetahuan."

3. Angka kematian akibat COVID-19 di Brasil diprediksi melonjak pada Agustus

Amerika Latin Jadi Episentrum, WHO: Ini Belum Waktunya PelonggaranPresiden Brasil Jair Bolsonaro menikmati hotdog di jalanan saat pandemik COVID-19 di Brasilia, Brasil, pada 23 Mei 2020. ANTARA FOTO/REUTERS/Adriano Machado

Melihat kondisi ini, studi dari Institute for Health Metrics and Evaluation (IHME) di bawah University of Washington mengingatkan, total kematian di Brasil bisa mencapai lima kali lipat hingga 125.000 pada awal Agustus.

Dengan data yang sama di Peru, IHME memprediksi kematian di negara tersebut akan menyentuh angka 20.000 pada bulan yang sama. Lonjakan angka kematian di Chile juga diperkirakan sampai 12.000 jiwa, di Meksiko hingga 7.000 jiwa dan Ekuador 5.500 untuk periode yang sama.

Sementara, Direktur Jenderal WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus memperingatkan pelonggaran aturan berpotensi menimbulkan munculnya kasus COVID-19 baru seperti yang terjadi di Tiongkok, Korea Selatan, dan Jerman. Karena itu, ia mengimbau pelonggaran dilakukan dengan penuh kewaspadaan.

Ia menilai, sebelum mulai mengendorkan aturan jaga jarak, negara seharusnya bisa membuktikan kemampuan mengendalikan penyebaran virus corona, memastikan infrastruktur kesehatan mampu menangani potensi lonjakan kasus, serta melakukan tes, pelacakan kontak dan isolasi.

Baca Juga: [UPDATE] Kasus Virus Corona di Dunia Tembus 5,6 Juta Orang

Topik:

  • Rochmanudin

Berita Terkini Lainnya