Dinilai Bahaya, Senator AS Minta Intelijen Selidiki TikTok
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Hong Kong, IDN Times - Ketua Senat Minoritas Amerika Serikat dari Partai Demokrat, Chuck Schumer, dan Senator senior dari partai yang sama, Tom Cotton, meminta para pejabat intelijen untuk menyelidiki TikTok pada Rabu (23/10).
TikTok, media sosial milik Tiongkok, dianggap menunjukkan risiko keamanan nasional. Menurut keduanya, aplikasi yang sangat populer dalam dua tahun terakhir tersebut berpotensi mengganggu jalannya pemilu di Amerika Serikat.
Sebelumnya juga muncul laporan di The Washington Post dan The Guardian bahwa TikTok sengaja menyensor berbagai konten yang dianggap merugikan Tiongkok. Misalnya, demonstrasi di Hong Kong serta Tragedi Tiananmen.
1. Schumer dan Cotton mengkhawatirkan pengumpulan data pengguna oleh TikTok
Melalui surat tertulis kepada Direktur Badan Intelijen, Joseph Maguire, yang diunggah di situs resmi Cotton, keduanya menggarisbawahi laporan tentang pengumpulan data pengguna TikTok di Amerika Serikat. Data itu dimiliki oleh perusahaan induk ByteDance.
Schumer dan Cotton mengutip laporan komunitas intelijen Amerika Serikat bahwa Tiongkok "memakai perusahaan teknologi informasi sebagai platform spionase rutin dan sistematis terhadap Amerika Serikat dan aliansinya".
"Sementara perusahaan itu menyatakan TikTok tidak beroperasi di Tiongkok dan menyimpan seluruh data pengguna Amerika Serikat di Amerika Serikat, ByteDance masih diwajibkan mematuhi peraturan di Tiongkok," tulis keduanya.
2. Keduanya mengkhawatirkan soal laporan adanya penyensoran
Dugaan bahwa TikTok sengaja menyensor konten-konten yang dianggap merugikan Beijing pun turut disampaikan. "TikTok dilaporkan menyensor materi-materi yang dianggap sensitif secara politik oleh Partai Komunis Tiongkok, termasuk konten yang berhubungan dengan protes Hong Kong, sebagaimana juga yang berkaitan dengan Lapangan Tiananment, kemerdekaan Tibet serta Taiwan, dan perlakuan terhadap Uighur."
Schumer dan Cotton juga khawatir jika TikTok bisa menganggu Pemilu di Amerika Serikat seperti apa yang diduga telah dilakukan oleh Facebook pada 2016 lalu. "Platform itu pun jadi target kampanye pengaruh asing seperti pada Pemilu 2016 lalu terhadap platform media sosial yang bermarkas di Amerika Serikat."
Baca Juga: TikTok Sensor Konten yang Dianggap Merugikan Tiongkok
Editor’s picks
3. TikTok membantah pemerintah Tiongkok melakukan campur tangan
Sedangkan, TikTok mengaku pemerintah Tiongkok tak punya yurisdiksi terhadap konten di aplikasi tersebut. Ini karena TikTok tidak beroperasi di Tiongkok. "Pemerintah Tiongkok tidak meminta TikTok menyensor konten," kata juru bicara media sosial tersebut kepada Reuters.
"Agar jelas, kami tidak menghapus video-video yang berhubungan dengan protes di Hong Kong," tambahnya. TikTok juga mengaku "berkomitmen menjadi korporasi terpercaya dan bertanggung jawab di Amerika Serikat termasuk bekerja bersama Kongres dan semua badan regulasi terkait".
4. Sebelumnya, The Washington Post memberitakan dugaan penyensoran oleh TikTok
Kecurigaan tentang penyensoran TikTok pertama kali dilaporkan oleh The Washington Post pada Rabu (25/9). Dalam pemberitaannya, media itu menyebut sejumlah peneliti mulai khawatir dengan apa yang terjadi dengan TikTok.
Ini karena aplikasi tersebut "terbukti sebagai satu dari beberapa senjata paling efektif milik Tiongkok dalam perang informasi global". Menurut para peneliti, TikTok di Tiongkok "tetap tersandera oleh ide rezim berkuasa tentang konten yang layak dan penyensorannya, dan mereka mengarah ke bagaimana Partai Komunis menggunakannya sebagai alat propaganda untuk audiens muda".
5. Berita di The Washington Post diikuti dengan laporan The Guardian
TikTok kemudian disebut membatasi, bahkan menghapus, segala video yang berhubungan dengan Tragedi Tiananmen, kemerdekaan Tibet, serta kelompok keagaaman terlarang Falun Gong. Laporan dipublikasikan oleh The Guardian pada Rabu (25/9) setelah menerima bocoran dokumen yang berisi panduan kebijakan perusahaan dan mengungkap detil masalah itu.
Berdasarkan riset ditemukan bahwa jumlah unggahan dengan tagar #antielab yang sangat populer dipakai para demonstran pro-demokrasi Hong Kong di TikTok hanya sebanyak 11. Sementara di Instagram, tagar yang sama terdapat dalam lebih dari 34.000 unggahan. Kemudian, pencarian tagar #HongKongProtests dan #HongKongProtestors menghasilkan nol unggahan.
Baca Juga: Dikritik Tiongkok, Apple Hapus Aplikasi Peta Detektor Polisi Hong Kong