Junta Militer Thailand Setuju Pernikahan Sesama Jenis
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Bangkok, IDN Times - Pemerintahan militer Thailand menyetujui rancangan undang-undang (RUU) tentang pernikahan sesama jenis. Langkah ini dipandang progresif, apabila dibandingkan dengan negara-negara lain di Asia Tenggara yang masih memandang hubungan sesama jenis sebagai hal terlarang, bahkan dianggap kejahatan.
RUU yang juga berisi tentang legalisasi marijuana untuk kebutuhan medis tersebut, kini disebut sudah berada di tangan parlemen. Butuh persetujuan mayoritas anggota parlemen jika ingin mengesahkan RUU itu, dan jalannya sepertinya tidak mudah.
1. Thailand sudah mulai merancang RUU ini sejak awal 2018
Jalan panjang RUU yang diberi nama Hubungan Sipil itu dimulai pada awal 2018. Media-media Thailand melaporkan pada April lalu bahwa Kementerian Hukum membuat sub-komite yang bertugas menyusun rancangan undang-undang.
Di dalamnya, pasangan di atas 20 tahun bisa menjadi "pasangan hidup" apapun jenis kelaminnya. Pada 4 Mei, Kementerian Hukum menyerahkan rancangan akhir kepada pemerintah untuk meminta persetujuan.
Baca Juga: Referendum Taiwan: Mayoritas Warga Tak Setuju Pernikahan Sesama Jenis
2. Ini bukan pertama kalinya Thailand menggagas undang-undang pernikahan sesama jenis
Ketidakpastian memang menyelimuti proses legalisasi pernikahan sesama jenis di Thailand. Salah satu alasannya adalah, karena sebelumnya pemerintah sempat mengusulkan adanya undang-undang serupa, tapi selalu gagal.
Upaya terakhir terjadi pada 2014, tapi harus berhenti di tengah jalan, karena adanya kudeta militer. Sejumlah aktivis pun sempat mengutarakan skeptisisme bahwa kali ini akan ada perubahan yang berarti.
3. Tak semua pro pernikahan sesama jenis menyambut gembira pada RUU tersebut
Editor’s picks
Sementara, aktivis lainnya mempersoalkan substansi dalam RUU. Wannapong Yodmuang berbicara kepada Asia Times bahwa RUU tersebut tak mengatur tentang hal-hal fundamental, yang semestinya ada untuk pasangan sesama jenis. Contohnya, hak untuk mengadopsi anak.
"RUU tersebut masih kurang dalam berbagai hak krusial yang seharusnya dijamin untuk komunitas LGBT. Inti dari hukum ini pada dasarnya hanya mengizinkan dua orang sesama jenis, untuk memiliki hubungan resmi yang mengizinkan mereka mengatur properti bersama. Namun, masalahnya adalah itu masih tak mencakup hak-hak lainnya," ujar Wannapong.
4. Meski secara sosial bebas, tapi dogma agama masih menjerat masyarakat
Secara sosial, sebenarnya Thailand terbilang negara yang relatif bebas, apalagi dibanding negara tetangganya. Transgender dan homoseksual banyak ditemui di sejumlah pusat-pusat hiburan, namun mereka belum mendapat jaminan hak dan keamanan sebagai warga negara yang setara dengan lainnya.
Salah satu penyebabnya adalah dogma agama yang masih sangat kuat. Thailand memiliki masyarakat konservatif dengan nilai-nilai Buddhisme yang mengakar dalam. Ini dibenarkan Wannapong, yang menyebut mayoritas rakyat memandang homoseksualitas tak sejalan dengan Theravada Buddhisme yang mempengaruhi budaya, tradisi, dan nilai-nilai di negara ini.
5. Keputusan akhir RUU ini berada di tangan anggota parlemen
Keputusan akhir berada di tangan anggota parlemen. Namun, seperti dilaporkan Bangkok Post, parlemen berkuasa saat ini, National Legislative Assembly (NLA), punya waktu untuk membahas dan mengambil keputusan.
Sebabnya adalah masa kerja mereka akan berakhir pada 15 Februari mendatang atau tujuh hari sebelum pemilihan umum dilangsungkan. Pada saat bersamaan, sekarang ada 50 RUU yang masih menunggu diputuskan nasibnya.
Baca Juga: Pernikahan Sesama Jenis Legal, Dubes Australia Lamar Kekasihnya