Korsel Mau Tambah 4.000 Dokter Agar Siap Hadapi Wabah di Masa Depan

Diharapkan ada 400 mahasiswa Ilmu Kedokteran per tahun

Jakarta, IDN Times - Pemerintah Korea Selatan berencana menambah 4.000 mahasiswa Ilmu Kedokteran dalam 10 tahun agar siap menghadapi wabah di masa depan.

Pandemik COVID-19 membuat publik serta pemerintah sadar, bahwa dokter dan tenaga kesehatan lainnya berada di garis terdepan ketika krisis kesehatan terjadi.

Korea Selatan sendiri mendapat banyak pujian dari dunia internasional karena dinilai sebagai salah satu negara yang berhasil menangani virus corona. Sampai kini, total ada 14.175 kasus dan 299 kematian akibat COVID-19.

Angka ini jauh di bawah Indonesia yang melaporkan 100.303 kasus dan 4.838 kematian per Senin 27 Juli 2020.

Baca Juga: Korea Selatan Resesi, Indonesia Bisa Menuai Untung Lho 

1. Kuota mahasiswa Ilmu Kedokteran ditingkatkan

Korsel Mau Tambah 4.000 Dokter Agar Siap Hadapi Wabah di Masa DepanPetugas medis membawa seorang pasien yang diduga terkena COVID-19 dengan tandu Negative Pressure Isolation ke sebuah fasilitas Kyungpook National University Hospital di Daegu, Korea Selatan, pada 6 Maret 2020. ANTARA FOTO/REUTERS/Kim Kyung-Hoon

Anggota parlemen dari partai berkuasa Korea Selatan Kim Tae-nyeon mengatakan pada minggu lalu, kebutuhan dokter dan tenaga medis di negaranya kian tinggi.

Ini karena pemerintah percaya di masa mendatang akan ada lebih banyak wabah penyakit menular yang kemungkinan lebih buruk dibandingkan COVID-19.

Ada beberapa langkah yang ingin ditempuh pemerintah untuk mewujudkannya. Mulai dari penambahan kuota sampai pemberian insentif kepada mahasiswa di spesialisasi yang kurang menguntungkan, dan mereka yang telah mengabdi di kawasan pedesaan selama 10 tahun.

"Kami akan meningkatkan kuota bagi mahasiswa Ilmu Kedokteran untuk menambah personel di bidang-bidang khusus," kata Kim, seperti dikutip Reuters. 

Rencananya, pemerintah akan meningkatkan penerimaan mahasiswa di bidang itu sebanyak 400 orang per tahun selama satu dekade. Setelahnya, kuota akan dikembalikan ke 3.058 per tahun seperti yang telah ditetapkan sejak 2006.

Kemudian, ada sekitar 300 mahasiswa spesialis, antara lain di bidang epidemiologi yang akan menerima pemotongan biaya kuliah atau mendapatkan beasiswa penuh. Profesi epidemiolog selama ini dianggap kurang menguntungkan dibandingkan dokter bedah kosmetik dan dokter kulit.

2. Tidak semua sepakat dengan rencana itu

Korsel Mau Tambah 4.000 Dokter Agar Siap Hadapi Wabah di Masa DepanSeorang pengemudi diperiksa uji COVID-19 pada klinik 'drive-through' di Seoul, Korea Selatan, pada 3 Maret 2020. ANTARA FOTO/Yonhap via REUTERS

Sementara pemerintah menilai ada kekurangan jumlah dokter, Asosiasi Medis Korea (KMA) mengatakan, rencana pemerintah itu tidak penting dan bahkan tidak sesuai dengan masalah sesungguhnya dalam sistem kesehatan masyarakat di negara itu.

Berdasarkan survei terhadap 27.000 anggotanya, KMA menemukan sebanyak 95 persen menolak keinginan pemerintah. Asosiasi itu juga melihat potensi pelanggaran hak mahasiswa jika diwajibkan untuk mengabdi di wilayah pinggiran, bila ingin memperoleh kelonggaran biaya.

Sedangkan Asosiasi Rumah Sakit Universitas Nasional menyatakan mendukung, tapi dengan menyampaikan kekhawatiran. Mereka prihatin pada timpangnya distribusi dokter dan fasilitas kesehatan di Korea Selatan. Ini lantaran mayoritas rumah sakit berada di Seoul sebagai ibu kota negara.

3. Muncul perdebatan soal pengobatan jarak jauh

Korsel Mau Tambah 4.000 Dokter Agar Siap Hadapi Wabah di Masa DepanWarga memakai masker untuk melindungi diri dari penularan virus corona di Seoul, Korea Selatan, pada 25 Maret 2020. ANTARA FOTO/REUTERS/Kim Hong-ji

Pandemik ini juga menimbulkan perdebatan di bidang kesehatan masyarakat mengenai pengobatan jarak jauh atau telemedicine. Praktik ini ilegal di Korea Selatan, tapi sejak virus corona menyebar, banyak dokter yang menerima konsultasi pasien lewat sambungan telepon.

Di antara mereka adalah orang yang diduga memiliki gejala COVID-19, sehingga para dokter ingin melindungi diri sendiri maupun staf kesehatan lainnya sembari tetap melaksanakan tugas.

Menurut data pemerintah yang dikutip The Korea Herald, antara 24 Februari hingga 10 Mei ada sekitar 260.000 tagihan pengobatan jarak jauh yang dikeluarkan oleh 3.853 rumah sakit di seluruh Korea Selatan. Ini menandakan ada tren penerimaan telemedicine kala wabah terjadi.

Meski begitu, banyak dokter yang menolak praktik tersebut berjalan secara penuh. Mereka khawatir ada pencurian data dan salah diagnosa terhadap pasien. Kementerian Perekonomian dan Keuangan Korea Selatan sendiri tidak serta-merta menolak atau mendukung, melainkan memilih berhati-hati.

"Kementerian Perekonomian dan Keuangan tetap pada posisi bahwa perlu ada tinjauan secara aktif terhadap implementasi layanan pengobatan jarak jauh," kata Wakil Menteri Kim Yong-beom. 

KMA adalah satu satu yang menyatakan menolak. Presiden KMA Choi Dae-zip mengatakan kepada kantor berita Yonhap, pihaknya akan melawan rencana pemerintah jika memang benar terjadi.

"Kami tak punya pilihan lain selain berjuang dengan ekstrem jia pemerintah mendorong adanya telemedicine, sebab itu bisa mengesampingkan sistem kesehatan nasional," kata dia.

Baca Juga: Selain Tiongkok, RI Juga Kerja Sama Cari Vaksin dengan Korea Selatan

Topik:

  • Sunariyah

Berita Terkini Lainnya