Pelaku Penembakan Christchurch Dituntut Pasal Terorisme

Ia juga dituntut dengan pasal pembunuhan

Christchurch, IDN Times - Brenton Tarrant, terduga pelaku penembakan masjid di Christchurch, dituntut dengan pasal terorisme pada Selasa siang waktu setempat (21/5). Tuntutan ini merupakan penambahan dari sebelumnya. Kepolisian Selandia Baru menuntut warga negara Australia tersebut dengan pasal pembunuhan dan percobaan pembunuhan.

Komisioner Kepolisian Selandia Baru Mike Bush mengatakan kepada media lokal, di antaranya NZ Herald, tuntutan baru ini membuka ruang untuk pihak berwenang menyelidiki bahwa "suatu aksi terorisme telah dilakukan di Christchurch pada 15 Maret 2019". 

1. Tarrant diduga membunuh 51 orang dan berusaha menghilangkan nyawa 40 lainnya

Pelaku Penembakan Christchurch Dituntut Pasal TerorismeANTARA FOTO/REUTERS/Chris Helgren

Bush juga menjelaskan bahwa laki-laki 29 tahun tersebut sudah dituduh membunuh 51 orang dan berusaha menghilangkan nyawa 41 lainnya usai melakukan penembakan di dua masjid di Christchurch. Kepolisian pun telah bertemu dengan keluarga korban dan mereka yang selamat dari serangan itu.

Dalam pertemuan tersebut, kepolisian menginformasikan soal tuntutan baru yang telah dimasukkan ke dalam gugatan terhadap Tarrant. Selain itu, ada kabar terbaru tentang investigasi polisi dan proses pengadilan yang ikut disampaikan. Bush mengatakan lebih dari 200 orang menghadiri pertemuan.

2. Tarrant adalah satu-satunya terduga pelaku penembakan

Pelaku Penembakan Christchurch Dituntut Pasal TerorismeANTARA FOTO/REUTERS/Tracey Nearmy

Penembakan yang menewaskan 51 orang tersebut dilakukan sendiri oleh Tarrant yang juga merupakan seorang pendukung supremasi kulit putih. Ia menjalankan aksinya di dua masjid berbeda di Christchurch ketika para target sedang melangsungkan ibada salat Jumat. Parahnya, ia menyiarkan peristiwa tragis tersebut secara online.

Dalam keterangan resminya, Perdana Menteri Jacinda Ardern menolak menyebut nama Tarrant. Ia menjelaskan bahwa berdasarkan hasil pembekalan informasi dari pihak berwajib, Tarrant diketahui mengantongi izin kepemilikan senjata kategori A. Ia mendapatkan izin itu pada 2017.

Baca Juga: Penembakan di Christchurch, Ini Fakta Aturan Senjata Selandia Baru

3. Selandia Baru melakukan pengetatan izin kepemilikan senjata

Pelaku Penembakan Christchurch Dituntut Pasal TerorismeANTARA FOTO/REUTERS/Edgar Su

Usai peristiwa memilukan itu, Ardern bergegas memimpin proses reformasi hukum kepemilikan senjata di Selandia Baru. Ia mengatakan kepada publik bahwa sekarang adalah waktunya untuk "mengakhiri" kemudahan dalam memiliki senjata.

"Saya sangat percaya akan ada pandangan yang sama di antara warga Selandia Baru, mereka yang menggunakan senjata untuk tujuan sah, dan mereka yang tak pernah menyentuhnya sama sekali, bahwa waktu untuk kemudahan ketersediaan dan dalam jumlah banyak dari senjata-senjata ini harus diakhiri," ujarnya, seperti dilansir dari The Guardian.

4. Jenis-jenis senjata tertentu kini dilarang untuk dimiliki

Pelaku Penembakan Christchurch Dituntut Pasal TerorismeANTARA FOTO/REUTERS/Jorge Silva

Ardern menegaskan senjata military-style semi-automatic rifles (MSSA) dilarang dimiliki lagi oleh warga Selandia Baru. Begitu juga dengan komponen-komponen yang memungkinkan pemilik senjata biasa mengubahnya menjadi seperti MSSA. 

Menurut data pemerintah yang dikutip abc.net.au, ada sekitar 1,5 juta senjata api di Selandia Baru. Sementara itu, per 2018, ada sekitar 250.000 warga setempat yang memegang izin kepemilikan senjata api, termasuk jenis semi-otomatis AR-15 seperti milik Tarrant.

5. Pemerintah Selandia Baru memberlakukan skema pembelian kembali atau buyback senjata

Pelaku Penembakan Christchurch Dituntut Pasal TerorismeANTARA FOTO/REUTERS/Tracey Nearmy

Ardern menyatakan pelarangan itu berlaku mulai 11 April. Sementara itu, pemerintah menggunakan skema pembelian kembali agar pemilik MSSA maupun komponen yang dilarang tidak merasa rugi dengan pemberlakuan aturan baru itu.

Ardern beralasan kebijakan ini untuk memastikan "sebuah kompensasi yang adil dan masuk akal" kepada para pemilik senjata. Ia mengatakan dalam skema buyback tersebut, pemerintah  membutuhkan anggaran hampir Rp1 triliun hingga Rp2 triliun.

Agar rencana ini tercapai, akan ada masa amnesti ketika pemilik memiliki waktu mengembalikan senjata mereka. Ia pun menggarisbawahi bahwa ini bukan cara pemerintah menghukum pemilik senjata yang menggunakan untuk alasan sah.

Baca Juga: PM Selandia Baru Umumkan Rencana Larangan Senjata Semi-Otomatis

Topik:

  • Anata Siregar

Berita Terkini Lainnya