Save the Children: 870 Ribu Balita Tewas di Kawasan Perang

Jumlah ini lebih besar dari korban dari kalangan tentara

Victoria, IDN Times - Sebanyak 870.000 balita meninggal di wilayah perang berbagai negara sejak 2013 hingga 2017. Menurut laporan organisasi non-profit Save the Children, angka ini jauh lebih besar daripada korban tewas dari kalangan tentara yaitu sebanyak hampir 175.000 jiwa.

Data tersebut dirilis pada Jumat (15/2) menjelang Munich Security Conference yang akan berlangsung selama akhir pekan di Jerman. Save the Children mendapatkan angka itu dari analisis yang dilakukan di 10 negara dengan konflik terburuk bagi anak-anak pada 2017. Tiga di antaranya adalah Afghanistan, Suriah dan Yaman.

1. Terjadi peningkatan jumlah korban anak-anak

Save the Children: 870 Ribu Balita Tewas di Kawasan PerangPixabay

Save the Children menemukan bahwa sejak 2010, jumlah korban anak-anak di zona-zona konflik meningkat sebanyak 37 persen. Selain itu, angka insiden yang mengancam keselamatan anak-anak juga meroket drastis sampai 174 persen.

Tak hanya menghilangkan nyawa, insiden yang terjadi juga melukai anak-anak, bahkan sampai mereka mengalami cedera fisik permanen. Serangan mematikan pun terjadi di kawasan perumahan serta sekolah. Yang tak kalah tragis, Save the Children menemukan anak-anak juga direkrut sebagai tentara.

Baca Juga: Paus Fransiskus Singgung Konflik Yaman dan Kekerasan Berbasis Agama

2. Jumlah area konflik semakin meluas

Save the Children: 870 Ribu Balita Tewas di Kawasan Perangunsplash.com/Israel Palacio

Angka korban yang begitu besar juga dipengaruhi oleh semakin meluasnya area konflik. Bila pada 2016 ada 30 juta anak-anak yang tinggal di area terdampak konflik, setahun setelahnya jumlahnya meningkat tajam menjadi 420 juta jiwa.

Dalam kurun waktu tujuh tahun sejak 2010, pelanggaran-pelanggaran berat terhadap anak-anak pun mengalami kenaikan dari hanya di bawah 10.000 kasus menjadi lebih dari 25.000 kasus. Ini merupakan catatan paling tinggi. Sementara itu, sejak 2013 sampai 2017, ada lebih dari 550.000 bayi yang meninggal.

3. Mayoritas meninggal karena kelaparan atau penyakit ekstrem

Save the Children: 870 Ribu Balita Tewas di Kawasan PerangPixabay

Temuan berikutnya adalah sebagian besar kematian bukan disebabkan oleh senjata tajam atau peluru, melainkan dampak tak langsung dari peperangan. Contohnya, kelaparan dan penyakit ekstrem.

Penyebab lainnya adalah kurangnya akses terhadap layanan kesehatan, buruknya sanitasi, serta tidak ada bantuan darurat. Wilayah yang paling mengenaskan, berdasarkan penelitian Save the Children, adalah Yaman dimana kurang lebih ada 85.000 balita yang kehilangan nyawa karena kelaparan atau penyakit.

4. Save the Children sayangkan anak-anak dan warga sipil jadi target

Save the Children: 870 Ribu Balita Tewas di Kawasan PerangANTARA FOTO/REUTERS/Fawaz Salman

Peperangan di Yaman sangat buruk sampai orang-orang terpaksa mengais sampah untuk mendapatkan sesuatu yang bisa dimakan. "Hari ini ada lebih banyak anak yang tinggal di area terdampak konflik dibandingkan waktu kapanpun dalam dua dekade terakhir," kata Paul Ronalds selaku CEO Save the Children Australia.

Ronalds pun menyayangkan hal ini bisa terjadi. "Sungguh mengecewakan bahwa waktu dan era sekarang ini kita justru tunggu berjalan mundur menjauh dari prinsip dan standar moral yang sangat sederhana--anak-anak dan warga sipil tidak boleh jadi target, apapun yang terjadi," tegasnya.

Baca Juga: Trump Belum Tetapkan Kapan AS Keluar dari Suriah

Topik:

  • Dwifantya Aquina

Berita Terkini Lainnya