Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Rusia Larang Penggunaan VPN dan Pencarian Konten Ekstremis

Bendera Rusia. (pixabay.com/michel_van_der_vegt)
Intinya sih...
  • Individu yang mengakses konten ekstremis akan didenda 3-5 ribu ruble, sementara pengguna VPN dikenakan denda hingga 80 ribu ruble.
  • RUU ini mendapat kritikan dari anggota parlemen dan pihak pro-Kremlin karena berpotensi disalahgunakan serta menghalangi organisasi bekerja.
  • Puluhan daerah di Rusia alami pemadaman internet karena serangan drone Ukraina dan uji coba kebijakan kedaulatan internet oleh pemerintah Rusia.

Jakarta, IDN Times - Parlemen Rusia menyetujui Rancangan Undang-Undang (RUU) pencarian konten yang mengandung unsur ekstremis pada Selasa (22/7/2025). Larangan ini juga berlaku bagi pihak yang menggunakan virtual private network (VPN). 

RUU ini sudah disetujui oleh 306 anggota parlemen dan hanya ditolak oleh 67 anggota serta 22 anggota tidak memilih. Proposal RUU ini sudah diperkenalkan ke publik pada 14 Juli 2025 menjelang pembahasan kedua. 

Dalam beberapa tahun terakhir, Rusia terus berupaya memperketat sensor di ranah internet. Pekan lalu, Rusia mengancam akan memblokir WhatsApp karena masuk dalam aplikasi yang berasal dari negara musuh. 

1. Kenakan denda bagi siapapun yang terbukti mengakses konten ekstremis

Logo aplikasi Facebook dan Google di smartphone. instagram.com/tarunbharat_official/
Logo aplikasi Facebook dan Google di smartphone. instagram.com/tarunbharat_official/

Berdasarkan RUU ini individu yang secara sadar mengakses konten yang mengandung unsur ekstremis akan mendapatkan denda antara 3 ribu hingga 5 ribu ruble (Rp621 ribu hingga Rp1 juta). 

Melansir Meduza, hukuman akan ditambah jika seseorang menggunakan VPN. Individu akan dikenakan denda mencapai 50 ribu hingga 80 ribu ruble (Rp10,3 juta hingga Rp16,5 juta). Bagi pejabat akan dikenakan denda sebesar 80 ribu hingga 150 ribu ruble (Rp16,5 juta hingga Rp31 juta). 

Sementara bagi perusahaan denda yang dijatuhkan mencapai 200 ribu hingga 500 ribu ruble (Rp41,4 juta hingga Rp103,5 juta). 

Menteri Pembangunan Digital Rusia, Maksut Shadayev mengungkapkan bahwa RUU ini berfungsi untuk mencegah penyebaran paparan unsur ekstremis di Rusia. 

2. Mendapat kritikan dari anggota parlemen dan pihak pro-Kremlin

Juru Bicara Parlemen Rusia, Vladislav Danankov mengatakan bahwa RUU ini dapat disalahgunakan. Ia mengklaim kebijakan ini akan membuat penyebaran konten yang diklaim ekstremis tanpa kesengajaan akan didenda. 

Selain itu, Kepala Liga Keamanan Internet Rusia, Yakterina Mizulina yang selama ini mendukung sensor di internet justru menolak kebijakan ini. Ia menilai bahwa kebijakan ini akan menghalangi organisasinya bekerja, dikutip The Moscow Times

Selama ini, Liga Keamanan Internet sudah bekerja untuk memonitor konten ekstremis dan menyerahkannya kepada aparat keamanan. Namun, RUU ini akan membuat mereka menyalahi aturan jika membuka akses konten tersebut.

Hingga saat ini, hanya penyebaran konten terlarang yang akan dihukum. Namun, hanya menonton konten yang diklaim ekstremis tidak akan mendapat hukuman.  

3. Puluhan daerah di Rusia alami pemadaman internet

suasana di St. Petersburg, Rusia (unsplash.com/javiersj)
suasana di St. Petersburg, Rusia (unsplash.com/javiersj)

Beberapa pekan terakhir, setidaknya 40 daerah di Rusia mengalami pemadaman internet. Matinya akses internet ini diakibatkan serangan drone Ukraina yang semakin sering sejak perayaan Hari Kemenangan dan Hari Rusia. 

Namun, sejumlah pakar menyebut matinya internet bukan hanya imbas serangan drone, melainkan juga adanya uji coba dari kebijakan kedaulatan internet yang dicanangkan oleh pemerintah Rusia. 

Kepala Organisasi Hak Asasi Manusia (HAM) Perviy Otdel, Dmitry Zair-Bek menjelaskan bahwa buktinya dari dugaan ini karena ada pemadaman internet di Sverdlovks yang tidak terdampak serangan Ukraina. 

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Anata Siregar
EditorAnata Siregar
Follow Us