Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Pertemuan Donald Trump (kiri) dan Vladimir Putin (kanan) di Helsinki pada 16 Juli 2018. (Kremlin.ru, CC BY 4.0, via Wikimedia Commons)
Pertemuan Donald Trump (kiri) dan Vladimir Putin (kanan) di Helsinki pada 16 Juli 2018. (Kremlin.ru, CC BY 4.0, via Wikimedia Commons)

Jakarta, IDN Times - Menteri Luar Negeri Sergey Lavrov, pada Minggu (29/12/2024), mengatakan bahwa negaranya menolak proposal perdamaian yang berasal dari tim Presiden Amerika Serikat (AS) terpilih Donald Trump terkait perang di Ukraina.

Proposal ini, yang dilaporkan oleh Wall Street Journal dan diwawancarai Trump pada 12 Desember 2024, menjadi sorotan dalam hubungan internasional antara Rusia dan Amerika Serikat AS.

Menurut Lavrov, rencana perdamaian itu mencakup penundaan keanggotaan Ukraina di NATO hingga 20 tahun dan pengiriman pasukan penjaga perdamaian dari Eropa untuk memantau gencatan senjata. Namun, Rusia menganggap hal ini tidak memadai dan justru memperburuk situasi di lapangan.

1. Rusia menolak usulan Eropa sebagai penjaga perdamaian

Lavrov tegas menolak gagasan pengiriman pasukan penjaga perdamaian Eropa ke Ukraina.

“Kami tentu saja tidak puas dengan proposal yang datang atas nama tim presiden terpilih,” ujar Lavrov, dilansir TASS.

Proposal ini, yang diduga dibahas dalam pertemuan antara Trump, Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy, dan Presiden Prancis Emmanuel Macron pada 7 Desember 2024 di Paris, bertujuan membekukan konflik di garis kontak saat ini.

Rencana tersebut akan memindahkan tanggung jawab menghadapi Rusia kepada negara-negara Eropa. Namun, Lavrov menekankan bahwa Rusia tidak melihat adanya manfaat dari gencatan senjata jika hanya menciptakan jalan buntu.

“Gencatan senjata adalah jalan menuju kehampaan,” tambahnya, dikutip dari The Kyiv İndependent.

2. Putin dan tuntutan tanpa kompromi

Presiden Rusia Vladimir Putin berkomitmen untuk mengakhiri konflik pada 2025, tetapi dengan syarat yang tidak dapat dinegosiasikan. Putin mengatakan bahwa Rusia tidak akan membuat konsesi wilayah ataupun menerima keanggotaan Ukraina di NATO.

Pernyataan ini diperkuat oleh Lavrov yang menyatakan bahwa segala kesepakatan harus bersifat tidak dapat diganggu gugat. Rusia juga menyatakan kesiapannya untuk berdialog dengan pemerintahan AS yang baru, dengan syarat Washington mengambil langkah pertama untuk memulihkan komunikasi yang terputus sejak invasi dimulai.

Trump, dalam beberapa kesempatan, mengklaim dirinya dapat mengakhiri perang di Ukraina dalam waktu 24 jam setelah menjabat. Namun, hingga saat ini, belum ada rencana konkret yang diresmikan oleh tim transisinya.

3. Proposal Trump masih belum resmi

Meskipun berbagai bocoran terkait proposal perdamaian Trump telah beredar di media, baik Lavrov maupun Putin menegaskan bahwa mereka belum menerima sinyal resmi dari pihak AS.

“Sampai 20 Januari, semua kebijakan ditentukan oleh pemerintahan Presiden Joseph Biden,” kata Lavrov, dilansir RBC Ukraine.

Menurut Lavrov, laporan yang beredar di media hanyalah spekulasi yang belum mencerminkan posisi resmi pemerintahan Trump. Namun, Rusia tetap waspada terhadap kemungkinan langkah konkret setelah Trump resmi dilantik.

Sejauh ini, hubungan diplomatik antara Rusia dan AS masih dibayangi ketegangan. Komitmen Trump untuk mengakhiri konflik akan diuji setelah ia memegang kendali penuh sebagai presiden.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.

Editorial Team

EditorRama