157 ABK WNI di Kapal Tiongkok Dipulangkan, 2 Sudah Tak Bernyawa

Pemerintah berencana memulangkan sekitar 350 ABK

Jakarta, IDN Times - Sebanyak 157 ABK Indonesia yang bekerja di kapal penangkap ikan milik Tiongkok akhirnya dipulangkan ke tanah air. Mereka tiba di Pelabuhan Bitung, Sulawesi Utara, pada Jumat (6/11/2020), menggunakan dua kapal berbeda milik perusahaan Tiongkok, yakni Long Xing 601 dan Long Xing 610. 

Direktur Perlindungan WNI dan Badan Hukum Indonesia, Judha Nugraha, mengatakan 155 dari 157 ABK itu memilih pulang ke tanah air dengan beragam alasan, mulai dari kontrak kerja sudah habis hingga haknya tidak dipenuhi oleh perusahaan.

Sementara, dua ABK lainnya dipulangkan dalam kondisi sudah tidak bernyawa. Ini menambah deretan ABK yang meninggal saat bekerja di kapal ikan berbendera Tiongkok. 

"Dua jenazah ABK WNI yang diduga meninggal karena sakit akan jalani proses autopsi sebelum diserahkan kepada keluarga," kata Judha melalui keterangan tertulis, Sabtu, (7/11/2020). 

Berdasarkan informasi yang diperoleh IDN Times, kaki dan badan jenazah terlihat dalam kondisi bengkak. Sementara, 155 ABK sebelum diizinkan turun dari kapal sudah menjalani tes COVID-19 jenis rapid. Hasilnya menunjukkan non reaktif. 

"Selanjutnya, mereka tetap akan menjalani tes PCR dan karantina di rumah singgah yang sudah disiapkan oleh Pemprov Sulawesi Utara," tutur pria yang sempat bertugas di Jenewa, Swiss itu. 

Apa langkah pemerintah selanjutnya terkait penanganan masalah hukum yang sempat menimpa ABK Indonesia di kapal berbendera Tiongkok?

1. Menlu Retno meminta Tiongkok menghadirkan satu warganya untuk dimintai keterangan di Indonesia

157 ABK WNI di Kapal Tiongkok Dipulangkan, 2 Sudah Tak Bernyawa(Menteri Luar Negeri Retno Marsudi) www.twitter.com/@setkabgoid

Menteri Luar Negeri Retno Marsudi pada Juli 2020 melayangkan permintaan resmi kepada Pemerintah Tiongkok agar menghadirkan satu warganya sebagai saksi untuk membantu proses penyidikan perkara dugaan perbudakan di kapal berbendera Tiongkok, Long Xing 629. Pada Juli lalu, data menunjukkan sudah ada empat ABK Indonesia meninggal di kapal ikan Long Xing 629.

Tiga jenazah di antaranya dilarung ke laut dan hanya satu yang dibawa ke darat. Perusahaan pemilik kapal, Dalian Ocean Fishing Co. Ltd, sempat mengklaim kepada Menlu Retno bahwa mereka telah mengantongi izin dari pihak keluarga untuk melarung jenazah. Belakangan, salah satu keluarga ABK menepis pengakuan perusahaan tersebut. 

"Pemerintah telah secara resmi meminta dihadirkannya warga negara RRT sebagai saksi untuk kasus ini. Permintaan itu telah disampaikan ke Kedutaan Tiongkok di Jakarta," ungkap Menlu perempuan pertama di Indonesia itu pada Juli lalu. 

Salah satu warga negara yang dibutuhkan keterangannya yakni nahkoda kapal penangkap ikan. Namun, hingga kini belum ada respons dari Pemerintah Tiongkok terhadap permintaan Indonesia tersebut. 

Baca Juga: Kronologi 3 Jasad ABK RI yang Kerja di Kapal Tiongkok Dilarung di Laut

2. Proses pemulangan ratusan ABK dari kapal Tiongkok melalui proses yang tak mudah

157 ABK WNI di Kapal Tiongkok Dipulangkan, 2 Sudah Tak BernyawaPetugas kesehatan naik ke kapal Tiongkok untuk mengecek kondisi kesehatan ABK sebelum turun di Pelabuhan Bitung (Dokumentasi Direktorat PWNI Kemenlu)

Direktur Perlindungan WNI, Judha Nugraha, mengatakan pemulangan ratusan ABK ini melalui proses yang tidak mudah. Itu semua bisa terealisasi usai dilakukan dua kali pertemuan bilateral antara Menlu Retno Marsudi dengan Menlu Wang Yi pada Juli dan Agustus 2020 lalu.

"Repatriasi menggunakan kapal ikan ke Indonesia merupakan kali pertama dilakukan. Prosesnya tak mudah karena dilakukan di tengah situasi dunia yang masih mengalami pandemik," kata Judha.

Dalam situasi pandemik seperti ini, tutur dia, banyak pelabuhan laut di dunia yang melarang awak kapal diturunkan di darat. Sebanyak 157 ABK itu dipulangkan usai bekerja di 12 kapal berbeda. Mereka tersebar di perairan Samudera Pasifik.

Judha mengatakan pemerintah berencana memulangkan sekitar 350 ABK yang bekerja di kapal Tiongkok. Sebanyak 157 ABK yang dipulangkan merupakan tahap awal.  

Terkait mengenai hak dari ABK yang sudah kembali ke tanah air namun belum dipenuhi, Judha menjelaskan bahwa pemerintah akan membantu untuk mengurusnya. Hal itu lantaran di antaranya Indonesia dan Tiongkok sudah terjalin kerja sama penegakan hukum melalui mekanisme bantuan hukum imbal balik (Mutual Legal Assistance). 

"Dengan MLA ini bisa membantu menyelesaikan kasus-kasus ketenagakerjaan juga," katanya lagi. 

3. Lagi, dua ABK Indonesia meninggal di atas kapal berbendera Tiongkok

157 ABK WNI di Kapal Tiongkok Dipulangkan, 2 Sudah Tak BernyawaDeretan daftar ABK Indonesia yang hilang atau meninggal di kapal berbendera Tiongkok (IDN Times/Sukma Shakti)

Dalam proses pemulangan, turut dibawa ke darat, dua jasad ABK yang dilaporkan meninggal karena sakit. Berdasarkan data dari PWNI, dua ABK itu berinisial SA dan R. 

"SA meninggal pada 2 Agustus 2020 ketika bekerja di kapal Long Xing 629 ketika sedang berlayar di Samudera Pasifik (Marshall Island). Sedangkan, R, meninggal 8 Agustus 2020 dan bekerja di kapal Tian Xiang 16 ketika berlayar di Samudera Pasifik (Marshall Island)," kata Judha melalui pesan pendek kepada IDN Times, Sabtu (7/11/2020).  

Untuk memastikan penyebab kematian, maka jasad R dan SA akan menjalani proses autopsi. Judha mengatakan proses autopsi dilakukan paling cepat pada Minggu esok. 

"Dua jasad ABK itu juga dilakukan tes COVID-19," katanya lagi. 

Dalam catatan IDN Times, total ABK yang meninggal di kapal berbendera Tiongkok mencapai 21 orang. Angka itu belum termasuk dua orang yang lompat dari kapal dan hingga kini masih dinyatakan hilang. Selain itu, 4 ABK diketahui meninggal di kapal Long Xing 629. 

4. Pemulangan ABK Indonesia dari kapal Tiongkok hanya solusi sementara

157 ABK WNI di Kapal Tiongkok Dipulangkan, 2 Sudah Tak BernyawaRatusan ABK Indonesia yang dipulangkan dari kapal Tiongkok (Dokumentasi Direktorat PWNI Kemenlu)

Di sisi lain, pemulangan ratusan ABK Indonesia yang bekerja di kapal ikan Tiongkok dinilai hanya solusi sementara. Sebab, bagi ABK yang belum pulang rentan mengalami pengalaman tindak kekerasan selama bekerja di atas kapal ikan. 

Koordinator organisasi Destructive Fishing Watch (DFW) Indonesia, Mohamad Abdi Suhufan, mengatakan harus ada peraturan dari perusahaan pemilik kapal atau pemberi kerja di Tiongkok dengan agen pengerah tenaga kerja di Indonesia.

Sebab, yang selama ini terjadi agen di Tanah air mengirimkan ABK dan diterima oleh agen tenaga kerja di Tiongkok. Agen ini lah yang nantinya mendistribusikan ABK Indonesia ke kapal-kapal berbendera Tiongkok. 

Dampaknya, kata Abdi, bila terjadi tindak kekerasan di atas kapal, maka pemerintah tidak bisa menjerat nahkoda atau perusahaan pemilik kapal. 

"Jadi, Pemerintah Indonesia harus memaksa Tiongkok agar perusahaan pemilik kapal yang memiliki kontrak dengan awak kapal Indonesia, tidak melalui pihak ketiga atau agen lagi," kata Abdi kepada IDN Times melalui telepon pada 6 November 2020.  

Ia juga mengatakan selama ini aparat penegak hukum dalam memproses kasus ini hanya menjerat agen pengerah tenaga kerja di Indonesia. Sebagian besar menggunakan TPPO (Tindak Pidana Perdagangan Orang). "Padahal, yang menindas ABK Indonesia adalah ABK di Tiongkok dan perusahaan pemilik kapal Tiongkok," tutur dia. 

Dengan adanya perjanjian atau kontrak langsung antara ABK Indonesia dengan perusahaan pemilik kapal memudahkan pemerintah untuk menagih tanggung jawab dari perusahaan tersebut. Abdi menduga hal itu juga yang menyebabkan belum ada perusahaan pemilik kapal di Tiongkok yang dijerat hukum meski menerima laporan adanya ABK yang meninggal ketika bekerja di atas kapal. 

https://www.youtube.com/embed/-4Ezr-W-geo

Baca Juga: 11 ABK Meninggal di Kapal, Menlu Retno Tagih Proses Hukum ke Tiongkok

Baca Juga: Polisi Temukan 5 Jenazah ABK di Freezer Kapal di Kepulauan Seribu

Topik:

  • Dwi Agustiar
  • Edwin Fajerial

Berita Terkini Lainnya