AS Klaim FBI Akan Ikut Investigasi Penyebab Ledakan Hebat di Beirut
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Jakarta, IDN Times - Pejabat berwenang Amerika Serikat mengklaim penyidik dari Biro Federal Investigasi (FBI) akan ikut terlibat proses penyelidikan ledakan hebat yang terjadi di Beirut pada 4 Agustus 2020 lalu. Padahal, Pemerintah Lebanon sebelumnya menolak adanya penyelidikan mandiri dan melibatkan negara lain.
"FBI segera bergabung dengan pernyidik dari Lebanon dan dari negara lain. Ini semua merupakan undangan dari pemerintah Lebanon untuk membantu menjawab pertanyaan yang kini ada di benak semua orang yaitu bagaimana ledakan itu bisa terjadi," ungkap Wakil Menlu AS bidang politik, David Hale dan dikutip stasiun berita Al Jazeera pada Jumat, 14 Agustus 2020.
Hale sedang mengunjungi area Gemmayzeh yang terkena ledakan cukup parah pada awal Agustus lalu. Diduga kuat ledakan hebat yang sempat dikira gempa itu dipicu hampir 3.000 ton amonium nitrat yang disimpan di gudang. Namun, apa yang menyebabkannya meledak masih menjadi misteri.
Hal lain yang terungkap yakni otoritas di Lebanon sudah mengetahui adanya ribuan ton amonium nitrat itu tersimpan di dalam gudang sejak 2014 lalu. Namun, pemerintah tidak mengambil kebijakan apa pun untuk melakukan pengawasan.
Adakah syarat khusus yang diminta oleh Negeri Paman Sam bila ketika mereka bersedia terlibat dalam tim investigasi?
1. AS tawarkan bantuan senilai Rp268,5 miliar ke Lebanon
David Hale mengatakan AS telah menawarkan bantuan senilai US$18 juta atau setara Rp268,5 miliar (US$1 = Rp14.917) kepada Pemerintah Lebanon. Dana itu akan disediakan oleh badan pembangunan internasional, Deplu dan Departemen Pertahanan AS. Tawaran bantuan itu di luar dari keterlibatan FBI dalam proses penyelidikan.
Namun, Hale menggaris bawahi Lebanon harus melakukan reformasi besar-besaran dengan memilih pemimpin yang benar-benar mengayomi rakyat. Ia juga menegaskan AS akan selalu ada untuk membantu rakyat Lebanon.
Hingga saat ini Presiden Michel Aoun masih mencari pengganti Hassan Diab yang memutuskan mundur dari kursi Perdana Menteri. Sedangkan, Pemerintah Lebanon telah menunjuk kepala penyidik yang bertanggung jawab di bawah Dewan Keamanan.
Baca Juga: Siapa Hassan Diab? PM Lebanon yang Memilih Mundur Usai Ledakan Hebat
2. AS mewanti-wanti dana bantuan yang diberikan tidak ikut diterima faksi Hizbullah
Editor’s picks
Hal lain yang diminta oleh AS yakni belasan juta dolar dana bantuan tidak ikut mengalir ke faksi Hizbullah. Sebab, oleh Pemerintah Negeri Paman Sam, faksi yang memiliki pengaruh di dalam pemerintahan Lebanon itu, dimasukan ke dalam kelompok teroris.
Faksi Hizbullah memiliki kelompok militer yang ikut terlibat dalam perang sipil di tahun 1990an. Faksi itu juga dituding ikut bertanggung jawab atas ledakan yang telah menewaskan 220 orang dan melukai hampir 6.000 jiwa.
Salah satu pihak yang menyalahkan Hizbullah adalah Bahaa Hariri, putra mantan PM Lebanon Rafiq Hariri. Dilansir dari laman Arab News, Bahaa menyebut tidak masuk akal bila pemerintah tidak tahu ada ribuan amonium nitrat tersembunyi di gudang dekat pelabuhan.
"Pertanyaan yang sekarang harus kita tanyakan bagaimana mungkin bahan peledak dibiarkan begitu saja teronggok selama enam tahun di area di pusat kota dengan penduduk dua juta jiwa? Sudah jelas faksi Hizbullah yang menguasai area pelabuhan, di mana amonium nitrat itu tersimpan," kata Bahaa.
Ia menambahkan, kini akibat keputusan sembrono pemerintah menyebabkan bencana yang luar biasa. "Kini, kita memiliki sebuah kota yang karut marut," tutur dia lagi.
3. Pemerintah Lebanon memperkirakan kerusakan akibat ledakan capai Rp218,5 triliun
Pemerintah Lebanon memperkirakan kerugian akibat ledakan yang terjadi pada 4 Agustus 2020, mencapai US$20 miliar atau setara Rp218,5 triliun. Data ini diperoleh usai otoritas setempat melihat foto yang diambil dari satelit dan drone dari titik episentrum ledakan.
Stasiun berita ABC Australia, Kamis, 6 Agustus 2020 melaporkan, berdasarkan foto satelit yang juga mereka peroleh, menggambarkan kawasan yang dulunya masuk tujuan pariwisata di Beirut kini dipenuhi dengan puing-puing bangunan serta kaca yang hancur. Foto-foto drone juga menunjukkan banyak gedung yang berlokasi di sekitar area pelabuhan yang mengalami kehancuran.
Sedangkan, penilaian awal Bank Dunia, ada sekitar 50 ribu tempat tinggal yang hancur akibat ledakan tersebut. Selain area pelabuhan yang sudah hancur, 80 persen infrastruktur yang dekat di wilayah tersebut hanya tersisa puing-puing.
Bahkan, sistem pengairan di pusat ibu kota Beirut dan gardu listrik juga mengalami kerusakan yang parah.
Baca Juga: Pemerintah Lebanon Perkirakan Kerugian Akibat Ledakan Capai Rp218,5 T