Dirjen WHO Jalani Karantina Usai Kontak dengan Orang Positif COVID

"Saya baik-baik saja dan tak mengalami gejala apapun"

Jakarta, IDN Times - Direktur Jenderal Badan Kesehatan Dunia (WHO), Tedros Adhanom Ghebreyesus mengaku tengah menjalani isolasi mandiri, karena sempat lakukan kontak fisik dengan orang yang dinyatakan positif COVID-19. Meski begitu, dia mengaku kondisi fisiknya baik-baik saja dan tak merasakan gejala apapun. 

Ghebreyesus menyampaikan kondisnya lewat akun media sosial pribadi pada Senin, (2/11/2020). Selama proses karantina mandiri, Mantan Menteri Luar Negeri Ethiopia tersebut memastikan bakal mengikuti protokol kesehatan yang ditetapkan WHO, salah satunya dengan bekerja dari rumah. 

Sikap Ghebreyesus di media sosial disambut baik oleh banyak pihak. Sebab, tak banyak pejabat publik bersikap terbuka mengenai kondisi kesehatannya bila dinyatakan positif terpapar COVID-19, salah satunya adalah Menteri Kelautan dan Perikanan, Edhy Prabowo. 

Politisi Partai Gerindra itu sebelumnya sempat tertular positif COVID-19

Lalu, pa yang akan dilakukan oleh Dirjen Ghebreyesus untuk memulihkan kesehatannya?

1. Dirjen WHO mengingatkan publik agar mematuhi panduan kesehatan

Dirjen WHO Jalani Karantina Usai Kontak dengan Orang Positif COVIDDirjen Badan Kesehatan Dunia, WHO, Tedros Adhanom Ghebreyesus (www.twitter.com/@DrTedros)

Dirjen WHO, Tedros Ghebreyesus mendorong kepada publik terkait pentingnya mematuhi semua panduan kesehatan untuk menghadapi pandemik COVID-19.

"Ini cara bagaimana kita bisa menekan transmisi COVID-19, menekan virus dan melindungi sistem kesehatan," kata pria berusia 55 tahun tersebut. 

"Kolega saya di WHO dan saya akan terus bekerja sama dengan mitra kami,   solidaritas menyelamatkan jiwa dan melindungi kaum yang rentan," lanjut dia.

Dirjen Ghebreyesus melakukan isolasi mandiri membuktikan bahwa siapapun bisa terpapar COVID-19. Meski ia adalah pemimpin WHO sekalipun yang bertindak sebagai panglima untuk mengatasi pandemik global. Berdasarkan data dari World O Meter, per hari ini, sebanyak 46,8 juta orang sudah terpapar COVID-19. Sebanyak 1,2 juta orang di antaranya meninggal dunia. 

Baca Juga: WHO: Kita Semua Ingin Ini Berakhir, Tapi Pandemik Masih Jauh dari Usai

2. Pandemik COVID-19 akan lebih buruk ketika memasuki musim dingin

Dirjen WHO Jalani Karantina Usai Kontak dengan Orang Positif COVIDIlustrasi virus corona (IDN Times/Arief Rahmat)

Sejak beberapa bulan lalu, para ahli kesehatan telah memperingatkan kondisi pandemik COVID-19 akan memburuk ketika memasuki musim dingin. Hal itu sudah terlihat di Benua Eropa, di mana Jerman, Prancis dan Inggris mulai kembali memberlakukan lockdown sampai awal Desember demi mencegah pandemik tidak meluas. 

Salah satu alasan mengapa pandemik bisa semakin memburuk di musim dingin, karena dipicu perilaku manusia itu sendiri.

"Saat cuaca semakin dingin, maka orang akan lebih banyak menghabiskan waktu di dalam ruangan. Hal tersebut memicu risiko terpapar virus," ungkap juru bicara Departemen Kesehatan negara bagian Pennsylvania, Amerika Serikat, Nate Wardle. 

Hal serupa juga disampaikan oleh Menkes negara bagian Pennsylvania, Rachel Levine. Ia mengatakan melonjaknya kasus justru dipicu adanya perkumpulan yang dihadiri orang dalam jumlah kecil.

"Dan itu lah yang saya lihat terjadi di Pennsylvania," tutur dia. 

Berdasarkan hasil studi yang dilakukan di kampus Princeton, keputusan warga untuk melakukan pertemuan di dalam atau luar ruangan saat musim gugur dan dingin menjadi penentu terbesar apakah COVID-19 semakin melonjak, walau hasil studi itu belum dilakukan penelaahan sejawat. 

"Pertemuan di dalam ruangan tertutup jauh lebih berisiko. Bila kita berpikir virus dapat menyebar melalui udara, maka dengan berada di dalam ruangan, Anda terperangkap (bersama virus)," ungkap penulis studi tersebut yang juga peneliti di Princeton, Rachel Baker. 

3. WHO memprediksi imunisasi massal baru akan terjadi pada pertengahan 2021

Dirjen WHO Jalani Karantina Usai Kontak dengan Orang Positif COVIDIlustrasi vaksin atau jarum suntik (IDN Times/Arief Rahmat)

Meski korban terus berjatuhan, tetapi WHO memprediksi imunisasi massal vaksin COVID-19 baru bisa dilakukan paling cepat pada pertengahan 2021, meski pemerintah Amerika Serikat sempat menyebut mereka akan melakukan imunisasi massal pada tahun 2020. 

Tetapi, juru bicara WHO Margaret Harris menepis prediksi imunisasi massal bisa dilakukan dalam hitungan pekan, meskipun ada beberapa kandidat vaksin yang kini telah memasuki uji klinis tahap ketiga. 

"Kita sudah mengetahui ada enam hingga sembilan (bakal vaksin) yang telah melalui proses penelitian," ungkap Harris yang dikutip harian Hong Kong, South China Morning Post (SCMP), Minggu, 6 September 2020. 

"Namun, dalam batas waktu yang realistis, kami memprediksi penyebaran vaksin COVID-19 baru akan terjadi hingga pertengahan tahun depan," sambung dia. 

Keinginan pemerintah di seluruh dunia mempercepat distribusi vaksin COVID-19 bisa dipahami. Sebab, korban akibat pandemik COVID-19 terus bertambah. Sementara, di sisi lain, pemerintah di negara lain sudah tak lagi sanggup melakukan karantina wilayah. 

Dalam kasus AS, Badan Pengendali Obat dan Makanan (FDA) diprediksi akan mengeluarkan izin penggunaan darurat vaksin COVID-19 sebelum proses uji klinis tahap ketiga rampung. 

Baca Juga: WHO: Imunisasi Massal Vaksin COVID-19 Baru Terjadi Pertengahan 2021

Topik:

  • Ilyas Listianto Mujib

Berita Terkini Lainnya