Koran New York Times Sentil RI, Tangani Pandemik dengan Misinformasi

Mulai dari kalung antivirus hingga arak Bali

Jakarta, IDN Times - Harian ternama asal Amerika Serikat, New York Times, menyentil keras penanganan pandemik COVID-19 di Indonesia, khususnya obat-obatan yang diklaim bisa sembuhkan COVID-19.

Dalam edisi yang terbit pada Jumat, 31 Juli 2020, NYT memberi judul "In Indonesia, False Virus Cures Pushed By Those Who Should Know Better", yang artinya kurang lebih obat yang diklaim bisa sembuhkan virus justru dipromosikan oleh pihak-pihak yang seharusnya lebih paham dan mengandalkan penelitian saintifik. 

Beragam produk yang disebut oleh NYT yakni mulai dari kalung antivirus, arak Bali hingga penggunaan niqab yang dapat menutupi sebagian wajah. Situasi itu diperparah dengan kelakuan beberapa individu yang menyebutkan diri mereka sebagai influencer, dan ikut menyebarluaskan informasi keliru mengenai kemanjuran produk-produk tersebut.

"Para influencers ini dan individu-individu yang menyebut diri mereka seolah-olah seperti ahli (di bidang kesehatan) menyebarkan metode pengobatan yang keliru di akun media sosialnya, termasuk soal rumor infrared dari thermogun yang bisa menyebabkan kerusakan pada otak," demikian ditulis jurnalis NYT, Richard C. Paddock. 

Hal lain yang disorot NYT yakni ketika transmisi kasus COVID-19 di Indonesia telah melampui Tiongkok - negara pertama yang melaporkan kasus virus corona - warga RI makin terkesan cuek.

Di daerah-daerah yang masuk zona merah, 70 persen warga justru absen memakai masker dan mengabaikan imbauan pemerintah untuk menjaga jarak. Bahkan, warga sudah mulai kembali nongkrong di pusat perbelanjaan dan kafe, kendati angka COVID-19 terus melonjak naik. 

Apa temuan dari NYT mengenai penyebab melonjaknya kasus COVID-19 di Indonesia?

Baca Juga: 5 Klaster Ini Penyumbang Terbanyak Kasus Virus Corona, Apa Saja?

1. NYT sebut sejak awal Indonesia tak memiliki rencana aksi yang jelas untuk lawan COVID-19

Koran New York Times Sentil RI, Tangani Pandemik dengan MisinformasiPresiden Joko Widodo melakukan pertemuan dengan 3 kepala staf TNI. Dok. Biro Pers Sekretariat Istana Kepresidenan

Dalam tulisannya, Richard C. Paddock menilai, bukan Indonesia saja yang menangani pandemik COVID-19 dengan informasi yang keliru. Mereka mencontohkan Presiden Donald Trump yang malah mempromosikan obat antimalaria sebagai pengobatan yang efektif untuk membunuh COVID-19. Ia bahkan sempat menyarankan agar tenaga medis langsung menyuntikan cairan disinfektan ke tubuh pasien agar virus bisa langsung mati. 

Namun, Indonesia tergolong unik karena memiliki populasi yang besar, area geografis kepulauan, dan beragam kebudayaan. Hal ini menyebabkan Pemerintah Indonesia kesulitan untuk menerapkan kebijakan seragam dan jelas dalam melawan pandemik COVID-19. Situasi itu semakin memburuk karena adanya informasi keliru yang disebarluaskan. 

Hal lain yang menyebabkan Indonesia lambat menangani pandemik, kata Paddock, karena Presiden Joko "Jokowi" Widodo sempat menganggap enteng COVID-19. Bahkan, ia kerap menyampaikan informasi yang keliru ke publik.

Pada Maret lalu, Jokowi akui sengaja tidak membuka data mengenai jumlah Pasien Dalam Pengawasan (PDP) dan Orang Dalam Pengawasan (ODP). Hal itu, kata Jokowi, bertujuan mencegah kepanikan di publik. Meski pada akhirnya data itu kemudian diungkap. 

Mantan Gubernur DKI Jakarta itu juga sempat menutup sementara waktu perkantoran, sekolah, dan pusat perbelanjaan lewat PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar). Tetapi, kebijakan itu lambat diputuskan. Di sisi lain, ia cepat ketika memutuskan perekonomian harus kembali dibuka meski kasus COVID-19 masih tinggi. 

Pada Mei lalu, Jokowi menyampaikan pernyataan kontroversial agar publik belajar hidup berdampingan dengan virus corona. Kalimatnya ketika itu yakni agar berdamai dengan COVID-19. Lalu, ia tiba-tiba mengancam untuk memecat para menterinya karena tidak becus mengendalikan pandemik. 

Sementara, pada Juli lalu, ia menyerukan kampanye agar publik lebih disiplin melakukan protokol kesehatan seperti memakai masker, jaga jarak, dan mencuci tangan. 

Baca Juga: RI Mau Memutus Tali Rantai Pandemik COVID-19? Buang Rapid Test!

2. NYT menyoroti Mentan yang memiliki gelar doktor malah mempromosikan kalung antivirus

Koran New York Times Sentil RI, Tangani Pandemik dengan MisinformasiMenteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo mengenakan kalung bertuliskan antivirus corona saat rapat kerja dengan Komisi IV DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (7/7/2020) (ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay)

Hal lain yang disoroti oleh salah satu koran terbesar di AS itu, yakni kelakuan Menteri Pertanian yang mempromosikan kalung dari bahan eucalyptus (kayu putih) yang disebut bisa menghalau COVID-19. Bahkan, ia tak segan memakainya ketika tengah rapat di gedung parlemen Senayan bersama Komisi IV DPR. 

"Pria yang dulunya mantan gubernur itu dan mengantongi gelar doktor di bidang pendidikan, lalu menjelaskan ke publik bahwa dirinya adalah mantan peneliti. Dalam jumpa pers, ia mengatakan, hampir 80 persen warga yang menghirup kandungan di dalam kalung, ketika dites hasilnya akan negatif (COVID-19) lebih cepat dari yang diharapkan," demikian ditulis NYT

Informasi lainnya disampaikan oleh Gubernur Bali I Wayan Koster, yang menyampaikan ke publik cara bisa sembuh dari COVID-19 dengan menggunakan metode tradisional. Caranya dengan mengirup uap arak Bali yang telah direbus. Arak dikenal di Bali sebagai minuman tradisional yang mengandung alkohol dan dapat membuat orang mabuk. 

Metode itu belum diuji secara klinis, tetapi ia berharap cara tersebut bisa dipatenkan di Bali dan segera diproduksi massal. 

3. NYT kutip pendapat JK yang menilai RI lambat merespons karena Menkes sempat anggap enteng

Koran New York Times Sentil RI, Tangani Pandemik dengan MisinformasiTerawan dalam Rapat Terbatas yang dilaksanakan di Istana Merdeka Jakarta pada Selasa (21/7/2020) (Dok. IDN Times/Biro Pers Kepresidenan)

NYT juga mengutip pendapat mantan wakil presiden Jusuf "JK" Kalla, yang menilai pandemik COVID-19 di Indonesia lambat ditangani karena Menkes Terawan Agus Putranto juga menganggap enteng virus tersebut. Bahkan, ia sempat menyampaikan Indonesia kebal dari COVID-19. 

"Hingga Maret lalu, Menkes Terawan kan sama seperti Trump yang mengatakan 'oh, ini hanya flu ringan. Tetapi, kini Menkes Terawan sangat realistis. Banyak juga menteri dan gubernur yang coba menawarkan solusi dalam situasi yang tidak pasti ini. Tapi, itu kan masih coba-coba," kata JK seperti dikutip NYT. 

4. Jubir pemerintah minta warga tak mempercayai rumor atau takhayul untuk melawan COVID-19

Koran New York Times Sentil RI, Tangani Pandemik dengan MisinformasiKetua Tim Pakar Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19, Wiku Adisasmito (YouTube.com/BNPB Indonesia)

Di sisi lain, jubir pemerintah yang baru untuk penanganan COVID-19, Prof. Wiku Adisasmito, mengimbau masyarakat agar terus mematuhi protokol kesehatan. Ia juga meminta agar publik tidak percaya begitu saja rumor mengenai pengobatan tertentu, bahkan bila metode itu disampaikan pejabat publik dan selebriti. 

"Di situasi darurat ini, kita semua butuh kejujuran, penelitian berbasis sains, dan fakta untuk membawa harapan, ketenangan dan kejelasan bagi kita semua," kata Wiku yang juga pengajar di Universitas Indonesia. 

5. Juru wabah UI mendesak penanganan pandemik langsung diambil alih presiden, bukan komite

Koran New York Times Sentil RI, Tangani Pandemik dengan MisinformasiDr. Pandu Riono dalam Ngobrol seru by IDN Times dengan tema "100 Hari Pandemik Globql: Workshop Meliput COVID-19" (IDN Times/Besse Fadhilah)

Sementara, ketika dihubungi oleh IDN Times pada Senin (3/8/2020), ahli epidemiologi dari Universitas Indonesia, Dr. Pandu Riono, mengaku tidak terkejut dengan tulisan yang dimuat oleh NYT. Sebab, sejak awal Pemerintah Indonesia memang tak punya rencana aksi nasional dalam menangani pandemik COVID-19. 

Tetapi, bila menerapkan kembali Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) ketika angkanya telah menembus 100 ribu, juga mustahil. Oleh sebab itu, Pandu menyarankan agar penanganan pandemik COVID-19 langsung diambil alih presiden. Jangan lagi penanganan pandemik dipimpin oleh komite yang sifatnya ad-hoc atau sementara.

"Jadi, ini harus diambil alih langsung oleh negara," tutur Pandu melalui telepon. 

Ia menduga selama ini penanganan pandemik COID-19 sengaja dibebankan tanggung jawabnya ke komite atau satgas tertentu, demi melindungi Presiden Jokowi. 

"Karena kan untuk menangani pandemik sulit, bahkan cenderung gagal. Sebenarnya saya sendiri juga sedang mencari penjelasan (ke pemerintah) mengapa dalam menangani pandemik ini kita pakai prinsip teh botol, yaitu apa pun masalahnya maka solusinya adalah membuat komite yang sifatnya ad-hoc atau satgas," ujar Pandu. 

https://www.youtube.com/embed/CLcqcOR1I6Q

Baca Juga: Juru Wabah UI: RI Belum Masuki Puncak Gelombang Pertama COVID-19

Topik:

  • Sunariyah
  • Anata Siregar

Berita Terkini Lainnya