Vaksin Sputnik V Buatan Rusia Diklaim 92 Persen Efektif Cegah COVID-19

Belum ada pembicaraan RI berminat beli vaksin Rusia itu

Jakarta, IDN Times - Pemerintah Rusia mengumumkan vaksin Sputnik V memiliki tingkat keampuhan untuk mencegah agar tidak terpapar COVID-19 mencapai 92 persen, pada Rabu, 11 November 2020. Hal itu merupakan hasil uji sementara dari 16 ribu sukarelawan pertama yang telah menerima dua dosis suntikan vaksin Sputnik V. 

Stasiun berita Al Jazeera melaporkan seolah-olah Rusia tak mau kalah dengan perusahaan farmasi Amerika Serikat, Pfizer dan BioNTech, yang sudah lebih dulu mengumumkan vaksin mereka 94 persen ampuh mencegah agar tidak terkena COVID-19.

Meskipun, menurut epidemiolog dari Universitas Griffith, Australia, Dicky Budiman, bila disuntik vaksin Pfizer itu tetap bisa tertular COVID-19. Tetapi, 94 persen individu berpeluang hanya mengalami gejala ringan usai disuntik vaksin Pfizer. 

Tak lama setelah Pfizer mengumumkan hasil tersebut, Rusia pun mengklaim tingkat efektivitas 92 persen atas vaksin Sputnik V. "Kami menunjukkan berdasarkan data, bahwa kami memiliki vaksin yang efektif," ungkap Kepala Badan Investasi Langsung Rusia (RDIF) Kirill Dmitriev. 

Berdasarkan hasil analisis, 20 relawan yang terpapar COVID-19 usai disuntikan vaksin. Mereka juga menganalisis data berapa jumlah relawan yang benar-benar diimunisasi dengan vaksin COVID-19 dan mana yang hanya diberi plasebo. 

Namun, sebagian pakar kesehatan juga mengkritik vaksin Sputnik V ini. Hal itu lantaran, informasi mengenai desain dan protokol pembuatan vaksin masih sulit diperoleh. 

Apakah Indonesia juga memesan vaksin Sputnik V buatan Rusia ini?

1. Rusia sudah menawarkan ke pemerintah proposal penawaran vaksin Sputnik V

Vaksin Sputnik V Buatan Rusia Diklaim 92 Persen Efektif Cegah COVID-19Duta Besar Rusia untuk Indonesia, Lyudmila Vorobieva (Tangkapan layar YouTube)

Dalam keterangan pers virtual yang digelar pada Rabu, 11 November 2020, Duta Besar Rusia untuk Indonesia, Lyudmila Vorobieva, mengaku pihaknya sudah menyerahkan proposal penawaran pengadaan vaksin Sputnik V kepada pemerintah. Sejumlah perusahaan farmasi di Indonesia telah menunjukkan minatnya terhadap vaksin tersebut. 

"Proposal vaksin, sudah kami serahkan kepada otoritas Indonesia yang bersangkutan. Beberapa perusahaan di Indonesia juga telah menunjukkan minat. Sudah ada beberapa pembicaraan dan konsultasi yang berlangsung," kata Vorobieva. 

Saat ditanya nama perusahaan farmasi yang berminat terhadap vaksin Sputnik V, Vorobieva mengaku tidak mengingatnya. "Mereka telah menandatangani MoU dengan RDIF (Russian Direct Investment Fund) yang akan membantu mendistribusikan vaksin ke luar Rusia," tuturnya. 

Vorobieva mengaku sedang menunggu respons dari Kementerian Luar Negeri, Kementerian Kesehatan dan beberapa lembaga lainnya. Sedangkan, Menteri Koordinator bidang Perekonomian yang juga menjabat sebagai Ketua Komite Penanganan COVID-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (PC-PEN), Airlangga Hartarto, memberi sinyal bahwa pemerintah RI belum berminat dengan vaksin Sputnik V dari Rusia. 

"Kami sudah berbicara dengan beberapa (perusahaan farmasi), AstraZeneca, Sinovac, Sinopharm, Johnson & Johnson. Tentu ini, kami membahas dan garap yang kami garap sampai saat ini dan insyaallah sudah dipastikan," kata Airlangga. 

Baca Juga: Sputnik V, Rusia Klaim Berhasil Temukan Vaksin COVID-19

2. Para ahli kesehatan meragukan keamanan vaksin Sputnik V buatan Rusia, karena model uji klinis jarang ditemukan di jurnal ilmiah

Vaksin Sputnik V Buatan Rusia Diklaim 92 Persen Efektif Cegah COVID-19Ilustrasi Vaksin (IDN Times/Arief Rahmat)

Di sisi lain, sejak awal Rusia memberi lampu hijau bagi vaksin Sputnik V, sudah menimbulkan tanda tanya oleh para ahli kesehatan. Menurut mereka, informasi mengenai desain uji klinis dan protokol jarang ditemukan di ruang publik. Sehingga, mereka kesulitan membaca data yang mereka sampaikan pada Rabu kemarin. 

Pemerintah telah mendaftarkan vaksin Sputnik V dan bisa digunakan publik pada Agustus lalu. Rusia menjadi negara pertama di dunia yang melakukan itu. Sementara, uji klinis dalam skala besar baru dilakukan September lalu. 

Uji klinis tahap ketiga yang melibatkan sukarelawan dalam jumlah besar dikembangkan oleh Institut Gamaleya dan digelar di 29 klinik di seluruh Moskow. Uji klinis itu melibatkan 40 ribu relawan. Namun, hanya seperempat di antara mereka yang menerima suntikan berisi plasebo. 

Sementara, peluang bagi warga yang sudah divaksinasi namun terpapar COVID-19 lebih rendah 92 persen. Angka yang diklaim Rusia itu, jauh dari rata-rata batas vaksin yang ditentukan oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Amerika Serikat, yakni 50 persen. 

"Saya tidak melihat alasan untuk ragu atau apriori ketika melihat hasilnya. Tapi sangat sulit berkomentar karena data yang tersedia di publik sangat sedikit," ungkap pengajar Immunologi di Imperial College London, Danny Altmann. 

3. Rusia klaim Turki berminat memproduksi vaksin Sputnik V di dalam negeri

Vaksin Sputnik V Buatan Rusia Diklaim 92 Persen Efektif Cegah COVID-19Ilustrasi Vaksin COVID-19 (Website/shutterstock.com)

Sementara, kantor berita Reuters melaporkan Turki tertarik memproduksi vaksin Sputnik V di dalam negerinya. Hal itu disampaikan Kementerian Kesehatan Rusia usai Menkes Rusia dan Turki berkomunikasi melalui telepon. 

Rusia sudah melakukan uji klinis hingga ke tahap kedua. Kini, nyaris mendaftarkan uji klinis tahap ketiga. Sedangkan, vaksin Sputnik V lebih banyak digunakan untuk penggunaan domestik meski uji klinis tahap ketiga belum rampung. 

"Pimpinan Kementerian Kesehatan Turki telah menyatakan berminat untuk memproduksi vaksin Sputnik V di fasilitas farmasi Turki, setelah studi toksikologi dilakukan seperti yang diminta oleh otoritas setempat," demikian keterangan dari Kemenkes Rusia. 

Baca Juga: Survei: Ribuan Dokter Khawatir Disuntik Vaksin COVID-19 Buatan Rusia

Topik:

  • Rochmanudin
  • Jumawan Syahrudin
  • Anata Siregar

Berita Terkini Lainnya