WHO: 120 Juta Kit Tes Cepat Antigen akan Diberikan ke Negara Miskin

Harga tes kit dijual maksimal Rp74.346

Jakarta, IDN Times - Badan Kesehatan Dunia (WHO) berencana mendistribusikan 120 juta kit tes cepat untuk negara berpendapatan rendah dan tidak mampu. Rencananya kit tes cepat berbasis antigen itu akan didistribusikan ke 133 negara dalam kurun waktu enam bulan.

Kantor berita Prancis, AFP, Selasa (29/9/2020) melaporkan tes kit cepat yang akan dibagikan memang tidak seakurat tes PCR usap. Namun, lebih murah dan cepat dilakukan. 

"Kami telah memiliki sebuah kesepakatan dan pendanaan awal, tapi kami membutuhkan keseluruhan dana untuk membeli peralatan tes ini," ungkap Direktur Jenderal WHO, Tedros Adhanom Ghebreyesus ketika memberikan keterangan pers virtual. 

Harian The Guardian melaporkan bentuk fisik dari kit seperti alat untuk mengetes kehamilan yang menunjukkan hasil positif terpapar corona bila muncul dua garis. Satu tes kit sudah memperoleh izin darurat dari WHO. Sementara, izin untuk satu tes kit lainnya segera diberikan. 

Tes kit ini rencananya akan digunakan untuk skrining para petugas kesehatan di negara tak mampu yang wafat akibat terinfeksi corona. Apalagi kit ini terbukti ampuh untuk mendeteksi orang yang telah tertular COVID-19? Sebab, bentuknya bukan tes usap. 

1. Rapid test yang akan didistribusikan WHO bisa membantu memperluas tes di daerah yang tidak terjangkau

WHO: 120 Juta Kit Tes Cepat Antigen akan Diberikan ke Negara MiskinIlustrasi virus corona (IDN Times/Arief Rahmat)

Direktur Jenderal WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus mengatakan, kit tes itu diproduksi perusahaan asal Korea Selatan, SD BioSensor dan perusahaan AS, Abbott. Keduanya digandeng Yayasan Bill dan Melinda Gates. 

Tes kit yang diproduksi perusahaan Korsel sudah mengantongi izin darurat dari WHO. Namun, kit buatan Abbott baru akan diberikan izin dalam waktu dekat. 

Tedros mengatakan meski harganya kini masih Rp74 ribuan, ke depan ia berharap tes kit tersebut bisa lebih murah. 

"Ini akan dapat membantu memperluas pengujian apalagi di daerah yang sulit dijangkau, tidak memiliki laboratorium atau tenaga medis yang cukup terlatih untuk melakukan tes. Kapasitas pengujian perlu terus ditingkatkan di daerah yang transmisinya masih tinggi," ungkap Tedros. 

Baca Juga: WHO Minta RI Nyatakan Wabah Virus Corona Darurat Nasional

2. Negara berpendapatan rendah dan tidak mampu dijamin akan memperoleh kit tes cepat

WHO: 120 Juta Kit Tes Cepat Antigen akan Diberikan ke Negara MiskinIlustrasi rapid test plasma (IDN Times/Dini Suciatiningrum)

Menurut CEO organisasi nonprofit Foundation for Innovative New Diagnostics (Find), Catharina Boehme, ia telah menyusun daftar untuk mendistribusikan kit tes cepat. Sebab, negara dengan pendapatan rendah dan menengah tetap mendapatkan jatah kit tes cepat. Sebab, mereka sudah tidak dapat bagian ketika dilakukan distribusi tes PCR. 

"Kami segera melihat adanya tekanan dalam hal pendistribusian. Oleh sebab itu lah kita membutuhkan jaminan jumlah pasokan. Kita harus segera mengamankan pasokan bagi negara berpendapatan menengah dan rendah sebelum negara lain segera memesan juga," ungkap Boehme dan dikutip harian The Guardian

Ia mengatakan sengaja menyusun daftar distribusi untuk menunjukkan bahwa pandemik bisa dikalahkan bila semua negara bersedia bermitra dengan menentukan siapa yang memperoleh kit tes lebih dulu. 

Pemerintah Inggris dilaporkan berminat untuk memperoleh kit tersebut. Hal itu terlihat dalam proposal yang bocor ke publik baru-baru ini. Tetapi, tidak diketahui apakah pemerintah serius ingin membeli kit tes antigen itu. 

3. Angka kematian akibat COVID-19 telah menembus satu juta di dunia

WHO: 120 Juta Kit Tes Cepat Antigen akan Diberikan ke Negara MiskinIlustrasi meninggal (IDN Times/Mia Amalia)

Sementara, berdasarkan laporan situs World O Meter, pada hari ini kematian akibat COVID-19 telah menembus satu juta di seluruh dunia. Angkanya 1.006.381. 

Jumlah tersebut tidak sedikit. Apalagi bila melihat pandemik ini belum mencapai waktu satu tahun. Berdasarkan data tiga negara penyumbang kematian terbesar yaitu Amerika Serikat dengan 209.808 kasus kematian, Brasil dengan 142.161 kematian, dan India dengan 96.351 kematian.

Sekretaris Jenderal PBB, Antonio Guterres mengatakan pencapaian itu sangat menyakitkan. Oleh sebab itu, ia mendesak kepada semua pihak untuk tetap bekerja sama menghadapi pandemik. 

"Kita tidak boleh melupakan kehidupan setiap individu, mereka (korban meninggal akibat COVID-19) bisa jadi ayah dan ibu kita, istri dan suami kita, saudara laki-laki dan perempuan, kolega serta teman kita," ungkap Guterres dalam sebuah pesan video. 

Baca Juga: Jokowi Bandingkan Kasus COVID-19 di RI dengan AS dan India, Tepatkah?

Topik:

  • Rochmanudin

Berita Terkini Lainnya