WHO: Angka Kematian COVID-19 di RI 7 Kali Lebih Tinggi dari Data Resmi

Jumlah warga yang meninggal sesungguhnya tembus 1 juta jiwa

Jakarta, IDN Times - Badan Kesehatan Dunia (WHO) merilis laporan terbaru mengenai angka kematian yang langsung atau tidak terdampak langsung COVID-19 pada 5 Mei 2022 lalu. Berdasarkan penghitungan mereka pada periode 1 Januari 2020 hingga Desember 2021, total angka kematian di seluruh dunia nyaris menembus 15 juta jiwa.

Angka itu jauh lebih tinggi dibandingkan jumlah resmi yang disampaikan ke publik. Mengutip data dari World O Meter, jumlah kematian akibat COVID-19 di seluruh dunia mencapai 6,2 juta. Artinya, penghitungan WHO lebih tinggi 13 persen dari angka yang sesungguhnya disampaikan ke publik dalam dua tahun terakhir.

Penghitungan yang dilakukan oleh WHO disebut excess death yakni jumlah orang yang meninggal melampaui angka kematian rata-rata di sebuah wilayah sebelum pandemik. WHO juga menghitung kematian yang tidak langsung disebabkan oleh COVID-19. Misalnya, orang yang tak bisa masuk ke rumah sakit karena fasilitas kesehatan itu penuh akibat semua tempat tidur digunakan oleh pasien COVID-19. 

Sementara, berdasarkan penghitungan WHO, kematian yang luput tercatat di Indonesia tujuh kali lebih tinggi dibandingkan dengan data resmi. Artinya, bila menurut data satgas penanganan COVID-19, angka resmi warga yang meninggal akibat COVID-19 mencapai 156.357, maka jumlah yang sesungguhnya bisa menembus angka 1 juta.

Berdasarkan data yang sama, WHO memperkirakan India adalah negara yang menyumbang kematian tertinggi di dunia dan tak tercatat. WHO memperkirakan angka kematian akibat COVID-19 di India sesungguhnya mencapai 4,7 juta jiwa. 

Di bawah India terdapat Rusia dengan 1,1 juta kematian dan Indonesia dengan 1 juta kematian. Lalu, Amerika Serikat dengan excess death mencapai 930 ribu. 

Negeri Paman Sam bisa terlihat lebih rendah karena jumlah penduduknya lebih banyak. Sehingga, angkanya 140 excess death per 100 ribu orang. Namun, angka itu jauh lebih di atas rata-rata global yakni 96 per 1.000 orang.

Lalu, apa komentar epidemiolog soal temuan WHO ini?

1. Kematian yang tidak tercatat mayoritas terjadi di negara berpendapatan menengah rendah

WHO: Angka Kematian COVID-19 di RI 7 Kali Lebih Tinggi dari Data ResmiPemkot Tangerang Selatan membuka lahan baru TPU khusus COVID-19 yang dapat menampung 800 makam dikarenakan tingginya angka kematian COVID-19 di wilayah tersebut (ANTARA FOTO/Muhammad Iqbal)

Berdasarkan data dari WHO pada periode 2020 dan 2021, mayoritas kematian yang tidak tercatat atau 84 persen terfokus di kawasan Asia Tenggara, Eropa dan Amerika. Sementara, 68 persen dari 14,9 juta kematian yang luput dicatat itu hanya ditemukan di 10 negara saja, termasuk di Indonesia. 

Mayoritas kematian yang tidak tercatat atau 81 persen dari 14,9 juta kematian ditemukan di negara-negara dengan pendapatan menengah ke bawah. 28 persen kematian yang tidak tercatat ditemukan di negara dengan pendapatan menengah atas.

Sebanyak 4 persen kematian ditemukan di negara berpendapatan rendah. Lalu, 15 persen kematian tak tercatat ditemukan di negara maju dengan pendapatan tinggi. 

Jumlah pasien yang meninggal dan tidak tercatat lebih banyak berjenis kelamin laki-laki yakni sebanyak 57 persen. Sedangkan, pasien perempuan yang meninggal dan tidak tercatat mencapai 43 persen. 

Direktur Jenderal WHO, Tedros Adhanom Ghebreyesus, mengatakan data tersebut menunjukkan pandemik COVID-19 menyebabkan dampak yang serius terhadap masyarakat. Hal ini dapat dijadikan motivasi bagi negara-negara lain untuk berinvestasi lebih banyak di sistem kesehatan yang lebih tangguh. 

"Negara-negara itu harus mampu mempertahankan layanan kesehatan yang penting selama krisis, termasuk sistem informasi kesehatan yang lebih kuat," ungkap Ghebreyesus di dalam keterangan tertulis WHO seperti dikutip dari situs resminya pada Sabtu, (7/5/2022). 

WHO, kata Ghebreyesus, siap berkomitmen untuk bekerja dengan semua negara dan memperkuat sistem informasi kesehatan mereka untuk menghasilkan data serta keputusan yang lebih baik. 

Baca Juga: Satgas COVID-19: Hanya WHO yang Punya Otoritas Tetapkan Status Endemik

2. Pemerintah didorong memperbaiki sistem pencatatan kematian COVID-19

WHO: Angka Kematian COVID-19 di RI 7 Kali Lebih Tinggi dari Data ResmiEpidemiolog Griffith University Australia, Dicky Budiman. (dok. Pribadi/Dicky Budiman)

Sementara, epidemiolog dari Universitas Griffith, Australia, Dicky Budiman mengatakan laporan dari WHO ini bisa dijamin akurasinya. Sebab, proyeksinya terbukti mendekati angka yang sesungguhnya ditemukan di lapangan. 

Menurut Dicky, masuk akal bila kematian yang tidak tercatat banyak terjadi di negara-negara miskin dan berkembang, termasuk Indonesia. Sebab, di negara-negara tersebut, masih terjadi masalah terkait registrasi. Termasuk orang yang terpapar COVID-19 dan pencatatan kematian.

"Banyak registrasi kematian di negara miskin dan berkembang kan memang lemah. Seperti di Indonesia saja, orang yang meninggal tidak perlu dipastikan penyebab kematiannya apa sebelum dikuburkan. Tapi, di negara-negara maju, individu yang meninggal baru dapat dimakamkan usai dipastikan penyebab kematiannya," kata Dicky melalui pesan suara kepada IDN Times pada Jumat, 6 Mei 2022 lalu. 

Prosedur itu, ujarnya, sudah berlaku di negara-negara maju jauh sebelum terjadi pandemik. Oleh sebab itu, Dicky mendorong pemerintah untuk menggunakan laporan yang dirilis oleh WHO menjadi perbaikan terkait pencatatan COVID-19.

"Ini memberi pesan penting bahwa Indonesia tidak siap menghadapi ancaman kesehatan global. Tetapi, laporan excess death menunjukkan kepada kita dampak kerusakan dari pandemik dan dapat dijadikan alat ukur bahwa ternyata masih banyak yang telat diidentifikasi hingga ditangani," ujarnya lagi.

3. Kemenkes pernah akui jumlah orang yang terpapar COVID-19 lebih tinggi 4 kali dari angka resmi

WHO: Angka Kematian COVID-19 di RI 7 Kali Lebih Tinggi dari Data ResmiDir. Pencegahan & Pengendalian Penyakit Tular Vektor & Zoonotik Kemenkes, Siti Nadia Tarmizi. (Twitter/@BNPB_Indonesia).

Sesungguhnya, pada November 2021 lalu, Kementerian Kesehatan sudah pernah mengakui bahwa jumlah orang yang terpapar COVID-19 di Tanah Air lebih tinggi 4 kali dari angka resmi. Artinya, bila saat ini data satgas menunjukkan ada 6 juta orang yang telah terpapar COVID-19 di Indonesia, maka angka resmi sesungguhnya sudah mencapai 24 juta orang.

Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Langsung Kemenkes, dr Siti Nadia Tarmizi mengakui sisa warga lainnya tidak tercatat di dalam sistem. Ia memberikan contoh, dalam suatu penelitian di daerah DKI Jakarta, menunjukkan hampir separuh penduduknya sudah pernah tertular COVID-19. 

"Salah satu juga hasil seroprevalensi kita itu menunjukkan angka prevalensi COVID-19 itu adalah 14 persen," ungkap Nadia dalam diskusi daring, pada 23 November 2021 lalu. 

"Jadi, kalau kita lihat jumlah penderita COVID-19 terkonfirmasi ya jika sekarang ini dilaporkan sekitar 4 juta (per November 2021) itu kemungkinan bisa sekitar 15 atau 16 juta angka sebenarnya," kata dia lagi. 

Namun, Kemenkes belum pernah menyebut soal banyaknya kematian yang tidak tercatat selama pandemik COVID-19.

Baca Juga: 6 Bulan Usai Mudik Lebaran, Jokowi Bakal Uji Aturan Lepas Masker

Topik:

  • Dwifantya Aquina

Berita Terkini Lainnya