Sergio Mattarella (kanan) kembali terpilih sebagai Presiden Italia untuk kedua kalinya pada Sabtu, 29 Januari 2022, waktu setempat. (Twitter.com/Quirinale)
Hubungan antara beberapa partai dalam koalisi yang berkuasa dalam keadaan kurang baik selama proses pemilihan. Koalisi saling tuding atas kegagalan untuk menemukan sosok figur konsensus.
Koalisi Draghi mencakup partai-partai utama kiri-tengah dan kanan-tengah serta Partai
Liga sayap kanan, gerakan Bintang 5 yang dulu antikemapanan, serta sejumlah partai
kecil. Di sayap kanan, Partai Liga dan Partai Forza Italia pada akhirnya menerima
seruan agar Mattrella melanjutkan jabatannya.
Sementara sekutu mereka Brothers of Italy, yang belum bergabung dengan mereka dalam pemerintahan, mengecam manuver di belakang layar.
"Parlemen telah menunjukkan itu tidak cocok untuk orang Italia," ungkap penjelasan dari
pemimpin Brothers of Italy, Giorgia Meloni, yang dilansir dari Reuters.com.
Dia menuduh sekutunya itu menukar kursi kepresidenan untuk memastikan jabatan pemerintahan tidak berubah sampai legislatif berakhir pada 2023 ini. Menurutnya, blok
konservatif perlu didirikan kembali.
Pemimpin Partai Demokrat Italia, Enrico Letta, mengtakan lanskap politik telah berubah dan beberapa pengamat politik memperkirakan perubahan dalam tim kabinet Draghi dalam waktu dekat.
Bahkan sebelum kesepakatan di antara para pemimpin mereka, anggota parlemen semakin memberikan dukungan kepada Mattarella dalam pemungutan suara harian, dengan penghitungannya meningkat menjadi 387 suara pada putaran ke-7.
Pada akhirnya, Mattarella memperoleh 759 suara, 94 suara lebih banyak dari pada periode
pertamanya pada tahun 2015 lalu serta penghitungan tertinggi kedua untuk setiap jabatan
Presiedn Italia setelah Sandro Pertini, Presiden Italia periode 1978-1985 lalu.