Belanda Resmi Akui Kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1945 

Kemerdekaan RI versi Belanda sebelumnya 27 Desember 1949

Jakarta, IDN Times - Perdana Menteri Belanda, Mark Rutte, akhirnya mengakui Hari Kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945. Rutte menegaskan hal ini dalam debat penyelidikan Perang Kemerdekaan Indonesia di Den Haag.

Dilansir Algemmen Dagblad, pada Kamis (15/6/2023) Rutte menegaskan bahwa Belanda mengakui sepenuhnya dan tanpa syarat bahwa Indonesia merdeka pada 17 Agustus 1945.

“Secara de facto, Belanda sudah mengakui kemerdekaan Indonesia. Hampir setiap tahun, Raja Belanda mengirim ucapan selamat ke Indonesia pada 17 Agustus,” kata Rutte.

Meski demikian, tanggal yang dirujuk oleh Belanda adalah 27 Desember 1949, ketika Belanda menyerahkan kedaulatan Indonesia.

1. Perang kemerdekaan Indonesia sempat jadi perdebatan

Belanda Resmi Akui Kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1945 Mark Rutte kembali terpilih sebagai Perdana Menteri Belanda setelah memenangkan Pemilu Belanda untuk yang keempat kalinya. (Instagram.com/minpres)

Sementara itu, DPR Belanda sempat memperdebatkan perang kemerdekaan Indonesia dari 1945 hingga 1949, yang diterbitkan pada Februari 2023.

Laporan ini menggambarkan kengerian perang saat itu, meski ditekankan bahwa tidak ada kekerasan insidental dari Belanda. Namun, kekerasan skala besar oleh Angkatan Bersenjata Belanda kala itu sengaja dikerahkan.

Pada 2011, kabinet Belanda sempat meminta maaf kepada rakyat Indonesia atas penjajahan yang dilakukan di masa lampau.

Baca Juga: Belanda Tangkap Lebih dari 1.500 Aktivis Iklim

2. Permintaan maaf dari Belanda ke Indonesia

Belanda Resmi Akui Kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1945 Presiden Jokowi melakukan pertemuan bilateral dengan PM Belanda, Mark Rutte (dok. Sekretariat Presiden)

Pada 2020, Rutte sempat menolak meminta maaf ke Indonesia atas penjajahan negaranya. Ia berpendapat bahwa hal tersebut malah akan akan mempertajam polarisasi di masyarakat Belanda.

Pemikiran Rutte kemudian berubah ketika melakukan kunjungan ke salah satu negara bekas koloni Belanda, Suriname. Melalui pidatonya tahun lalu, ia merasa perlu adanya pembicaraan mendalam tentang topik ini.

“Sebagian karena seluruh diskusi yang muncul seputar gerakan Black Lives Matter. Itu benar-benar membuat saya berpikir berbeda tentang topik ini,” ucap Rutte, kala itu.

Pada pernyataan resminya, Rutte berpendapat bahwa meskipun sudah tidak ada lagi orang yang hidup di masa tersebut, hal ini masih menjadi bab sejarah yang belum terselesaikan.

Oleh karena itu, pada peringatan 150 tahun penghapusan perbudakan di Belanda yang jatuh pada tahun depan, ia berharap topik besar ini dapat terus dibicarakan dan didiskusikan.

3. Belanda jadi salah satu pemerintah terakhir yang hapus perbudakan

Belanda Resmi Akui Kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1945 ilustrasi bendera Indonesia (IDN Times/Aldila Muharma)

Pada abad ke-16 hingga ke-19, Belanda terlibat aktif dalam perdagangan budak trans-Atlantik. Sejarah kelam di mana banyak penduduk asal Benua Afrika yang dipindahkan secara paksa untuk bekerja di Benua Amerika.

Pada masa ini, Belanda memiliki wilayah koloni yang sangat luas mulai dari Suriname, Afrika Selatan, Curaçao, hingga Indonesia.

Perusahaan seperti Dutch West India Company (GWC) dan Dutch East India Company (VOC) menjadi pemeran utama dalam perdagangan budak, faktor yang membantu Belanda memasuki masa keemasan dan menjadi kekuatan ekonomi global saat itu.

Museum Nasional Belanda, Rijksmuseum, mengungkapkan bahwa Belanda menjadi salah satu negara terakhir yang menghapuskan sistem perbudakan. Hal itu terjadi pada 1863 dan baru benar-benar efektif 10 tahun kemudian.

Peristiwa ini akhirnya diperingati setiap tanggal 1 Juli dan dikenal dengan nama Keti Koti yang memiliki arti "rantai putus".

Baca Juga: Inggris-Belanda Sepakat Bikin Koalisi Internasional Dukung Ukraina

Topik:

  • Vanny El Rahman

Berita Terkini Lainnya