Irak Mencekam, 30 Orang Tewas dan 700 Orang Terluka

Zona Hijau Baghdad diserang pendukung al-Sadr

Jakarta, IDN Times - Situasi Irak kini semakin tidak kondusif, terutama di Zona Hijau atau Green Zone negara tersebut. Kericuhan di Irak dipicu oleh pengumuman mundurnya ulama Syiah terkemuka, Muqtada al-Sadr.

Pengumuman dari al-Sadr ini lantas disambut kericuhan dari para pendukungnya. Loyalis al-Sadr langsung menyerbu Istana Kepresidenan Irak yang ada di Zona Hijau, Baghdad.

Baca Juga: Irak Ricuh Buntut Pemimpin Syiah Mundur, WNI Diminta Waspada 

1. Korban tewas bertambah menjadi 30 orang

Dilansir dari Al Jazeera, Selasa (30/8/2022), sumber medis Baghdad mengatakan bahwa setidaknya 30 orang telah tewas dalam bentrokan di Zona Hijau.

Selain itu, 700 orang pun terluka, termasuk 110 anggota pasukan keamanan.

Dilaporkan sebelumnya, ratusan pendukung al-Sadr mendobrak pagar pembatas luar istana dan menerobos masuk. Beberapa loyalis juga berusaha masuk ke dalam gedung istana.

Kericuhan semakin parah ketika loyalis al-Sadr dan oposisi saling melempar batu. Akibatnya, kepolisian melepaskan tembakan di Green Zone untuk membubarkan loyalis al-Sadr.

Baca Juga: Pengungsi Suriah di Irak Tak Bisa Pulang akibat Teror Buruh Kurdistan

2. Tembakan beruntun terdengar di pusat ibu kota

Penduduk Badgdad bahkan saat ini tengah berjaga-jaga dan waspada akibat banyak suara tembakan yang terdengar di pusat ibu kota.

Sebuah sumber juga mengatakan bahwa negosiasi saat ini tengah berlangsung antara pejabat pemerintah, loyalis al-Sadr dan pihak oposisi.

Sementara itu, Zona Hijau merupakan salah satu wilayah penting di Baghdad. Gedung pemerintahan hingga perwakilan asing hampir semuanya berlokasi di zona tersebut.

3. Al-Sadr yang berpengaruh di Irak

Al-Sadr merupakan pemimpin Syiah yang sangat berpengaruh di Irak. Ia memimpin dua pemberontakan melawan pasukan Amerika Serikat dan Iran.

Pada 2004 silam, AS pernah mengeluarkan surat perintah penangkapan al-Sadr. Namun, hingga saat sebelum pengumuman pengunduran dirinya, al-Sadr masih berada di Irak.

Kebuntuan politik sejak pemilihan legislatif pada Oktober 2021 membuat Irak berjalan tanpa pemerintahan baru, baik tanpa perdana menteri ataupun presiden. Hal itu karena ada ketidaksepakatan antara faksi-faksi mengenai pembentukan koalisi.

Sebelumnya, Sadr dan para pendukungnya telah menyerukan pembubaran parlemen dan membentuk pemilihan umum terbaru. Namun, dia mengatakan bahwa tindakan itu tidak terlalu penting.

Sebaliknya, ia menegaskan bahwa semua partai dan tokoh yang telah menjadi bagian dari proses politik, tidak perlu berpartisipasi kembali. Pernyataan itu merujuk kepada semua pihak yang pernah atau berkuasa sejak invasi Amerika Serikat ke Irak pada 2003.

Baca Juga: Irak Penjarakan-Vonis Mati Warganya yang Punya Hubungan dengan Israel

Topik:

  • Hana Adi Perdana

Berita Terkini Lainnya