Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
ilustrasi bendera Suriah (commons.m.wikimedia.org/أبو بكر السوري)
ilustrasi bendera Suriah (commons.m.wikimedia.org/أبو بكر السوري)

Jakarta, IDN Times – Pasukan keamanan Suriah mulai bergerak ke wilayah Suwayda pada Sabtu (19/7/2025), setelah ratusan orang dilaporkan tewas dalam bentrokan antar komunitas. Pertempuran sengit terjadi antara kelompok minoritas Druze dan suku Badui sejak pekan lalu, memicu krisis internal yang makin memburuk. Pemerintah pusat di Damaskus kini mencoba meredam eskalasi sektarian yang makin mengancam wilayah selatan negara itu.

Dilansir dari Al Jazeera, Suriah juga telah mengumumkan gencatan senjata secara sepihak untuk meredam krisis yang memburuk. Dalam pernyataan resminya, pemerintah menyebut keputusan itu diambil demi menyelamatkan darah rakyat Suriah, menjaga kesatuan wilayah negara, dan melindungi keselamatan warganya.

1. Israel lancarkan serangan udara dan desak zona demiliterisasi

Bendera Israel (pexels.com/cottonbro studio)

Israel langsung meluncurkan serangan terhadap pasukan pemerintah Suriah, dengan alasan melindungi komunitas Druze yang dianggap sebagai minoritas penting di kedua negara. Di saat bersamaan, Israel mengungkap kekhawatiran atas pemerintahan baru Suriah yang dipimpin kelompok Islamis, meskipun sempat melakukan kontak terbatas untuk membahas isu keamanan. Serangan ini memicu reaksi berantai yang menambah panasnya konflik di Suwayda.

Pada Rabu (16/7/2025), Israel menyerang markas Kementerian Pertahanan Suriah di Damaskus dan menghantam pasukan Suriah di Suwayda. Israel menyebut komunitas Druze sebagai “saudara” dan meminta agar wilayah itu ditetapkan sebagai zona bebas militer. Namun setelah kekerasan meluas, pada Jumat (18/7/2025), Israel akhirnya menyetujui keberadaan terbatas pasukan keamanan domestik di Suwayda untuk menjaga ketertiban.

Reuters melaporkan bahwa Suriah keliru menafsirkan sikap Israel terkait pengerahan pasukan ke selatan. Pemerintah Damaskus meyakini bahwa mereka mendapat restu dari Amerika Serikat (AS) dan Israel, meskipun Tel Aviv telah berulang kali memperingatkan agar tidak mengirim pasukan ke Suwayda. Keyakinan itu didasarkan pada pernyataan AS yang menyebut Suriah harus menjadi negara yang terpusat.

Analis politik Nour Odeh dari Al Jazeera menilai langkah Israel tidak sepenuhnya demi perlindungan Druze. “Ini adalah bagian dari upaya Israel untuk menunjukkan bahwa mereka adalah kekuatan hegemoni di Timur Tengah,” ujarnya.

Menurutnya, pendekatan itu mencerminkan ekspansi teritorial yang agresif dan strategi perang yang dilakukan secara bersamaan tanpa kompromi.

2. Presiden Suriah kecam intervensi dan puji mediasi AS

Presiden Suriah, Ahmed al-Sharaa, menyebut krisis di Suwayda sebagai titik balik berbahaya bagi negaranya dalam pidato pada Sabtu (19/7/2025). Ia secara langsung menyinggung serangan Israel ke Damaskus dan Suwayda, yang menurutnya telah memperparah ketegangan nasional. Al-Sharaa menilai situasi ini sebagai ancaman serius bagi stabilitas politik dan keamanan Suriah.

Ia juga menuduh adanya tokoh-tokoh Druze yang didukung kekuatan asing dan mendorong upaya separatis di wilayah tersebut.

“Beberapa tokoh, yang didorong oleh dukungan asing, telah menunjukkan ambisi separatis dan memimpin kelompok bersenjata yang melakukan tindakan pembunuhan dan penyalahgunaan,” katanya, dikutip dari CNN International.

Dalam pernyataannya, al-Sharaa menyatakan komitmennya untuk melindungi komunitas Druze serta menyerukan persatuan nasional.

Setelah mediasi dari AS untuk menghentikan kekerasan dan serangan udara Israel, al-Sharaa menyampaikan terima kasih kepada Presiden AS, Donald Trump. Ia menyampaikan apresiasi atas komitmennya terhadap stabilitas negara dan mendukung kesepakatan gencatan senjata baru yang diumumkan oleh utusan AS untuk Suriah, Thomas Barrack, pada Jumat malam.

3. Ratusan tewas, dugaan pelanggaran HAM diungkap PBB

Menurut laporan dari Syrian Observatory for Human Rights (SOHR), sedikitnya 940 orang dilaporkan tewas sejak kekerasan pecah di Suwayda pada Minggu (13/7/2025). Lembaga pemantau konflik itu menyebut jumlah tersebut sebagai korban tewas tertinggi dalam satu minggu untuk konflik sektarian di Suriah. Kekerasan ini melibatkan berbagai kelompok bersenjata lokal dengan latar belakang etnis dan agama yang berbeda.

Komisaris Tinggi Hak Asasi Manusia Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Volker Türk, mengungkap adanya laporan kredibel mengenai pelanggaran berat selama pertempuran. Dugaan pelanggaran tersebut termasuk eksekusi tanpa proses hukum dan pembunuhan sewenang-wenang. Dalam pernyataan tertulisnya, Türk mengatakan bahwa pelaku berasal dari pasukan pemerintah, kelompok bersenjata Druze dan Badui, serta individu yang terkait dengan otoritas sementara.

“Pertumpahan darah dan kekerasan ini harus dihentikan,” kata Türk, dikutip dari BBC.

Ia juga menyampaikan bahwa semua pihak yang bertanggung jawab atas kekerasan di Suwayda harus dimintai pertanggungjawaban.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.

Editorial Team