Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
IMG_3668.jpeg
Rektor Universitas Prasetya Mulia Hassan Wirajudha dalam IDN Times Leadership Forum. (IDN Times/Aditya)

Intinya sih...

  • Kekacauan dunia terlihat dari konflik di Timur Tengah yang membuat negara-negara menjadi gagal atau menuju gagal.

  • ASEAN harus bersatu menghadapi tarif Trump, namun negara-negara anggota masih berjuang sendiri-sendiri.

  • Tarif Trump bersikap bilateral dan harus dilawan secara multilateral, ASEAN menjadi contoh yang cocok untuk ini.

Jakarta, IDN Times - Rektor Universitas Prasetya Mulia Hassan Wirajudha mengatakan, tarif resiprokal yang diterapkan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump membuat dunia makin chaotic (kacau). Padahal dunia saat ini sudah menuju kekacauan.

Menteri Luar Negeri (Menlu) periode 2001-2009 tersebut mengatakan, ini saatnya kerja sama regional, dalam hal ini ASEAN, harus ditingkatkan.

“Sekarang ketika dunia yang cenderung chaotic, maka terdapat keperluan untuk kita memajukan kerja sama regional kita ASEAN, Asia Timur. Jadi kalau dunianya payung besarnya itu bolong-bolong, payung kecilnya tidak,” ucap dia, dalam acara IDN Times Leadership Forum di IDN HQ, Jakarta, Jumat (11/7/2025).

1. Belajar dari konflik di Timur Tengah

Rektor Universitas Prasetya Mulia Hassan Wirajudha dalam IDN Times Leadership Forum. (IDN Times/Aditya)

Kekacauan dunia sudah terlihat dari bagaimana situasi di Timur Tengah terkini, tak ada kekompakan membuat kawasan itu berantakan.

“Kita saksikan di Timur Tengah, banyak negara menjadi negara gagal atau menuju gagal,” ucap Hassan.

Akibat perang Gaza, konflik di Timur Tengah kemudian meluas. Israel menyerang sejumlah negara, yang dianggap sebagai ‘musuh’ karena memiliki proxy yang mendukung Hamas, seperti Lebanon, Yaman, dan Iran.

Terakhir, serangan Israel yang dibantu sekutunya, Amerika Serikat (AS), menyerang Iran. Serangan balik dari Iran membuat dunia ketakutan akan adanya Perang Dunia III.

Beruntung perang 12 hari itu kini berhenti, walaupun baik Iran maupun Israel tidak berdamai.

2. ASEAN harus bersatu, tapi belum terlaksana

Rektor Universitas Prasetya Mulia Hassan Wirajudha dalam IDN Times Leadership Forum. (IDN Times/Aditya)

Oleh karena itu, Hassan menegaskan, ASEAN harus bersatu untuk menghadapi tarif ini. Namun, kenyataan di lapangan belum demikian.

“Sejak hari pertama itu kelihatan Vietnam lah yang dari awal sudah ngomong akan negosiasi. Jadi kelihatan tidak kompak. Padahal kan ada kebijakan bersama penangangan hal ini di ASEAN, adi itu tidak kita lihat,” tuturnya.

Hal ini membuat negara-negara anggota ASEAN, kata Hassan, jadi berjuang sendiri-sendiri dalam menghadapi menuju penerapan tarif Trump.

"Soalnya kan kita punya misalnya ASEAN Free Trade Agreement, kan? Kebijakan ini mempengaruhi kebijakan bersama, tapi responsnya tidak kolektif,” ucap dia.

3. Tarif Trump bersikap bilateral, harus dilawan multilteral

Rektor Universitas Prasetya Mulia Hassan Wirajudha dalam IDN Times Leadership Forum. (IDN Times/Aditya)

Pendekatan Trump dalam memberikan tarif dilakukan secara bilateral, artinya antara AS dan masing-masing negara. Karenanya, menurut dia, harus bisa dilawan secara multilateral.

ASEAN, kata dia, merupakan salah satu contoh paling cocok untuk ini. Terlebih semua negara anggota ASEAN terkena tarif resiprokal dari Trump.

Bahkan, enam dari 14 surat yang dikeluarkan Trump pada awal pekan ini ditujukan untuk negara di Asia Tenggara, seperti Indonesia, Malaysia, Thailand, Kamboja, Laos dan Myanmar.

Saat ini, para menteri luar negeri ASEAN sedang berkumpul di Malaysia dalam rangka ASEAN Ministerial Meeting/Post Ministerial Meeting (AMM/PMC). Salah satu agendanya adalah pertemuan ASEAN dengan Menteri Luar Negeri AS Marco Rubio.

Tarif Trump menjadi salah satu yang dibahas dalam pertemuan tersebut. Menteri Luar Negeri RI, Sugiono menegaskan, ASEAN meminta AS menghapus hambatan tarif dan non-tarif, untuk menjaga perdagangan yang adil.

Editorial Team