Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

5 PR Pemerintah Jika Negosiasi Tarif Trump 32 Persen Gagal Lagi

Presiden Amerika Serikat, Donald Trump menandatangani Perintah Eksekutif mengenai rencana tarif Pemerintah pada acara “Make America Wealthy Again”, Rabu, 2 April 2025 (flickr.com/The White House)
Presiden Amerika Serikat, Donald Trump menandatangani Perintah Eksekutif mengenai rencana tarif Pemerintah pada acara “Make America Wealthy Again”, Rabu, 2 April 2025 (flickr.com/The White House)
Intinya sih...
  • Ada lima pekerjaan rumah (PR) bagi pemerintah buat lindungi industri dalam negeri.
  • Perlindungan itu diperlukan untuk jaga kinerja industri setelah terdampak tarif Trump.
  • Salah satu yang diperlukan adalah perbanyak insentif kepada industri, deregulasi perizinan berusaha, hingga perluasan pasar ekspor baru.

Jakarta, IDN Times - Pemerintah masih berupaya melakukan negosiasi atas pengenaan tarif impor resiprokal 32 persen dari Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump. Berbagai tawaran diberikan kepada Trump agar mau menurunkan pengenaan tarif itu, salah satunya meningkatkan impor sejumlah produk dari Negeri Paman Sam.

Meski begitu, kemungkinan terburuknya Trump tak akan menurunkan tarif yang dikenakan kepada Indonesia juga masih sangat besar. Oleh sebab itu, sejumlah pengusaha yang terdampak memberikan masukan kepada pemerintah untuk melindungi kinerja industri dalam negeri.

1. Tingkatkan impor serat kapas dari AS

Ilustrasi impor. (Dok. Kemenkeu)
Ilustrasi impor. (Dok. Kemenkeu)

Industri tekstil dan pertekstilan (TPT) merupakan salah satu sektor yang akan merasakan dampak besar dari tarif resiprokal itu. Untuk bisa meningkatkan peluang kesepakatan, Wakil Ketua Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API), David Leonardo, mengatakan Indonesia bisa meningkatkan impor serat kapas dari AS.

"Total impor serat kapas kita dari AS 17 persen dari total seluruh impor Indonesia. Kalau kami bisa komitmen pakai serat kapas AS sampai naik jadi 50 persen, mungkin tarif Indonesia bisa turun," kata David kepada IDN Times, dikutip Kamis, (10/7/2025).

David mengatakan, serat kapas adalah bahan baku pakaian jadi yang merupakan komoditas terbesar yang diekspor ke AS dari industri TPT.

"Karena yang kami jual ke AS kan pakaian jadi. Istilahnya, pakaian jadi kita dari serat kapas yang dipintal dan diproses di Indonesia, sampai jadi pakaian jadi yang siap di ekspor ke AS," ujar David.

2. Tingkatkan perlindungan industri dalam negeri

Pabrik tekstil PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex). (Dok. Sritex)
Ilustrasi pabrik tekstil. (Dok. Sritex)

Pekerjaan rumah (PR) kedua bagi pemerintah adalah mewaspadai impor produk tekstil dari negara lain yang juga terdampak tarif Trump. David mengatakan, rentannya perlindungan industri dalam negeri bisa menjadikan Indonesia sasaran ekspor bagi negara-negara yang juga dikenakan tarif resiprokal.

"Memperkuat perlindungan pasar dalam negeri dengan tarif/non-tarif barriers, supaya negara yang melakukan diversifikasi pasar, mikir-mikir kalau mau ekspor ke Indonesia," tutur David.

3. Suntik insentif besar-besaran ke industri yang terdampak

Petugas memasukan tabung oksigen ke dalam truk di stasiun pengisian oksigen milik PT Aneka Gas Industri di Bandung, Jawa Barat, Senin (7/2/2022). (ANTARA FOTO/Raisan Al Farisi)
Petugas memasukan tabung oksigen ke dalam truk di stasiun pengisian oksigen milik PT Aneka Gas Industri di Bandung, Jawa Barat, Senin (7/2/2022). (ANTARA FOTO/Raisan Al Farisi)

Sementara itu, Direktur Eksekutif Asosiasi Persepatuan Indonesia (Aprisindo), Yoseph Billie Dosiwoda, memberikan masukan dari sisi insentif. Adapun insentif yang dimaksud mulai dari pemberian diskon tarif listrik, gas industri, penghapusan pajak pertambahan nilai (PPN), penangguhan iuran BPJS Ketenagakerjaan, dan sebagainya untuk industri yang terdampak.

Dia mengatakan, hal itu diperlukan untuk mengantisipasi pemutusan hubungan kerja (PHK) massal dalam industri persepatuan, dikarenakan permintaan ekspor akan menurun dengan berlakunya tarif resiprokal.

"Untuk mengantisipasi ini harus dilakukan proteksi pemerintah melalui bantalan APBN berupa program insentif kepada para pelaku industri," tutur Billie kepada IDN Times.

4. Deregulasi perizinan usaha

Ilustrasi pekerja atau buruh pabrik (IDN Times/Zainul Arifin)
Ilustrasi pekerja atau buruh pabrik (IDN Times/Zainul Arifin)

Dihubungi terpisah, Wakil Ketua Umum Bidang Perdagangan API, Anne P Sutanto, mengatakan untuk menjaga daya saing industri dalam negeri, pemerintah juga disarankan melakukan deregulasi izin usaha.

"Mengenai AMDAL (Analisis Mengenai Dampak Lingkungan) dan perizinan bisnis yang redundant, dan lama, dan costly," tutur Anne saat dihubungi IDN Times.

Hal senada juga diungkapkan oleh Billie. Selain AMDAL, menurutnya ketentuan Standar Nasional Indonesia (SNI), regulasi upah minimum kota (UMK), dan lain-lain harus mendukung iklim investasi di Indonesia.

"Aprisindo mendorong pemerintah untuk terus memperbaiki iklim investasi yang kondusif dan kemudahan berusaha di dalam negeri supaya bisa tetap kompetitif dengan ketidakpastian eksternal seperti ini," ujar Billie.

5. Cari pasar ekspor baru

Ilustrasi ekspor-impor. (Dok. Kementerian Keuangan)
Ilustrasi ekspor-impor. (Dok. Kementerian Keuangan)

Wakil Ketua Umum Aprisindo, Budiarto Tjandra, mengatakan pemerintah juga perlu mengupayakan adanya pasar-pasar ekspor baru untuk menjaga kinerja ekspor Indonesia dengan adanya tarif Trump itu.

"Di Asia juga cukup besar itu juga bisa di-explore juga ya. Di Asia Tenggara pun besar, bisa dikembangkan juga market kita ke negara-negara yang lain, ya harus di explore ke semua potensi market," kata Budiarto kepada IDN Times.

Kemudian, Billie merasa Indonesia berpeluang meningkatkan ekspor alas kaki ke Eropa melalui perjanjian dagang Indonesia-European Union Comprehensive Economic Partnership Agreement (IEU CEPA) yang negosiasinya masih berlangsung.

"Vietnam juga punya perjanjian serupa dengan Eropa yang lebih dahulu agar Indonesia tidak ketinggalan dari persaingan antarnegara dan produksi tetap berjalan baik dan normal," ujar Billie.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Satria Permana
EditorSatria Permana
Follow Us