Toko Roti di Gaza Kembali Tutup setelah 3 Hari Beroperasi

Jakarta, IDN Times - Toko roti yang didukung oleh Program Pangan Dunia (WFP) di Gaza selatan telah berhenti beroperasi pada Minggu (25/5/2025), hanya tiga hari setelah dibuka kembali. Toko-toko tersebut terpaksa tutup akibat terbatasnya pasokan tepung yang baru-baru ini diizinkan masuk ke wilayah tersebut setelah lebih dari 2 bulan blokade.
“Kami baru beroperasi selama 3 hari setelah menerima kiriman tepung dalam jumlah kecil dari Program Pangan Dunia. Sekarang kami tutup lagi, persediaannya benar-benar habis," kata Ahmad al-Banna, pemilik salah satu toko roti di wilayah selatan, kepada Anadolu.
Ia menambahkan bahwa roti yang diproduksi selama 3 hari tersebut dikirim kembali ke WFP untuk didistribusikan, namun jumlahnya tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan warga.
1. Komunitas internasional diminta tekan Israel agar penyeberangan dibuka kembali
Banna memperingatkan bahwa Gaza sedang menghadapi kelaparan yang nyata. Banyak orang sekarat akibat kelaparan dan jumlah bantuan yang masuk ke wilayah tersebut tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan dasar masyarakat.
Ia pun menyerukan komunitas internasional untuk segera bertindak dan menekan Israel agar membuka penyeberangan dan mengizinkan pengiriman makanan dan tepung dalam demi menyelamatkan ratusan ribu keluarga yang terancam kelaparan.
Sebelumnya pada 6 April, WFP mengumumkan bahwa mereka menangguhkan operasional 25 toko roti di Gaza karena kekurangan bahan bakar dan tepung, yang disebabkan oleh blokade terhadap bantuan kemanusiaan.
Dalam pernyataan lainnya, badan tersebut menyampaikan bahwa stok makanan untuk dapur umum yang menyediakan makanan hangat telah habis pada 25 April.
2. Gaza butuh 500 truk bantuan setiap hari
Kantor Media Pemerintah di Gaza menyebutkan bahwa hanya sekitar 100 truk bantuan yang masuk ke wilayah tersebut pekan lalu, jauh dari cukup untuk memenuhi kebutuhan 2,3 juta penduduk di sana.
Menurut mereka, Gaza membutuhkan minimal 500 truk bantuan yang mengangkut makanan, obat-obatan, dan pasokan penting lainnya, serta 50 truk berisi bahan bakar setiap harinya.
Israel menutup penyeberangan ke Gaza pada 2 Maret, sehingga menghalangi pengiriman bantuan ke wilayah tersebut. Tindakan ini semakin memperparah krisis kemanusiaan di Gaza dan mendorong penduduknya ke ambang kelaparan parah.
Media Palestina, pada Minggu, melaporkan bahwa seorang anak laki-laki berusia 4 tahun di Kota Gaza meninggal dunia akibat malnutrisi parah. Dengan kematian ini, jumlah warga Palestina yang meninggal sejak blokade terbaru Israel menjadi 58 orang.
Sebanyak 242 orang lainnya, kebanyakan anak-anak dan orang tua, juga meninggal karena kurangnya akses terhadap makanan dan obat-obatan selama periode tersebut.
3. Militer Israel kuasai 77 persen Jalur Gaza
Philippe Lazzarini, kepala badan PBB untuk pengungsi Palestina (UNRWA), mengkritik Israel karena mengirimkan konvoi truk bantuan dalam jumlah kecil ke Gaza.
“Untuk saat ini, yang kita bicarakan hanyalah setetes di lautan penderitaan dan kebutuhan. Kita dihadapkan pada kelaparan yang sepenuhnya dibuat-buat oleh manusia. Kelaparan semakin dalam dan kelaparan tampaknya digunakan sebagai senjata dalam perang," ungkap Lazzarini kepada Middle East Eye.
Sementara itu, media Israel melaporkan bahwa pasukan militer telah mengerahkan seluruh pasukan infanteri dan brigade lapis baja ke Gaza sebagai bagian dari perluasan serangan darat yang dinamai Operasi Kereta Perang Gideon.
Menurut Kantor Media Pemerintah di Gaza, pasukan Israel menguasai 77 persen Jalur Gaza, baik melalui kekuatan darat maupun perintah pengusiran dan serangan bom. Pada Minggu, serangan Israel menewaskan sedikitnya 23 warga Palestina di Gaza, termasuk seorang jurnalis dan seorang pejabat senior layanan penyelamatan.