PBB: Hanya 4,6 Persen Lahan Pertanian di Gaza yang Bisa Dipakai

- Kerusakan dan pembatasan akses oleh Israel menyebabkan kurang dari 5% lahan pertanian Gaza dapat ditanami.
- Lebih dari 80% lahan pertanian Gaza rusak, hanya tersisa 4,6% yang bisa ditanami. 71,2% rumah kaca dan 82,8% sumur pertanian juga rusak.
- Analisis Klasifikasi Fase Keamanan Pangan Terpadu memperingatkan risiko kelaparan akut bagi seluruh populasi Gaza setelah perang 19 bulan.
Jakarta, IDN Times - Penilaian geospasial baru yang dilakukan oleh Pusat Satelit PBB (UNOSAT) dan Organisasi Pangan dan Pertanian (FAO) menemukan bahwa kurang dari 5 persen lahan pertanian Gaza yang masih tersedia untuk ditanami. Hal ini disebabkan kerusakan dan pembatasan akses oleh Israel.
"Kemunduran yang mengkhawatirkan pada infrastruktur pertanian di wilayah tersebut memperburuk kapasitas produksi pangan dan risiko kelaparan di wilayah tersebut," kata FAO dalam sebuah pernyataan pada Senin (26/5/2025).
1. Sekitar 80 persen dari total lahan pertanian Gaza rusak
Analisis menemukan bahwa hingga bulan lalu, lebih dari 80 persen dari total lahan pertanian Gaza telah rusak, yakni 12.537 hektar dari 15.053. Disebutkan, sebanyak 77,8 persen tidak dapat diakses oleh petani, sehingga hanya menyisakan 688 hektar atau 4,6 persen yang tersedia untuk bercocok tanam.
Penilaian tersebut juga mengatakan 71,2 persen rumah kaca di Gaza dan 82,8 persen sumur pertaniannya telah rusak.
"Tingkat kerusakan ini bukan hanya hilangnya infrastruktur. Ini adalah runtuhnya sistem pertanian dan pangan Gaza, serta jalur kehidupan. Apa yang dulunya menyediakan makanan, pendapatan, dan stabilitas bagi ratusan ribu orang kini hancur," kata Beth Bechdol, Wakil Direktur Jenderal FAO.
"Dengan hancurnya lahan pertanian, rumah kaca, dan sumur, maka produksi pangan lokal terhenti. Pembangunan kembali akan membutuhkan investasi besar-besaran dan komitmen berkelanjutan untuk memulihkan mata pencaharian dan harapan," sambungnya.
Temuan tersebut datang setelah dirilisnya analisis Klasifikasi Fase Keamanan Pangan Terpadu (IPC) pada awal bulan ini. IPC memperingatkan bahwa seluruh populasi Gaza yang berjumlah sekitar 2,1 juta orang, menghadapi risiko kelaparan akut setelah 19 bulan perang. Mereka juga harus menghadapi pengungsian massal dan pembatasan pada bantuan kemanusiaan.
2. Serangan Israel membombardir sekolah dan rumah yang menewaskan 50 orang lebih
Pasukan Israel mengebom sekolah yang diubah menjadi tempat penampungan di kota Gaza. Hal ini menyebabkan kebakaran dan menewaskan 36 warga Palestina, diantaranya termasuk anak-anak dan perempuan. Secara keseluruhan, lebih dari 50 orang tewas dalam serangan sejak dini hari, Al Jazeera melaporkan pada 26 Mei 2025.
Di hari yang sama, militer Israel mengklaim bahwa taget serangan tersebut adalah pusat kendali Hamas dan Jihad Islam Palestina yang disebut menampung teroris utama. Mereka mengatakan berbagai langkah telah diambil untuk mengurangi risiko membahayakan warga sipil.
Menurut Kementerian Kesehatan Gaza, perang Israel di Gaza telah menewaskan 53.977 warga Palestina dan melukai 122.966 orang, sejak 7 Oktober 2023.
3. Netanyahu tingkatkan operasi militer hingga menguasai seluruh Gaza

Tekanan internasional terus meningkat yang menyerukan Israel untuk mencabut blokade pasukan bantuan. Ini menyusul peringatan akan datangnya kelaparan.
Pekan lalu, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu menegaskan bahwa pihaknya akan melaksanakan kampanye militer yang intensif hingga menguasai seluruh Gaza.
Hukum humaniter internasional melarang serangan terhadap insfrastruktur sipil, termasuk sekolah. Akan tetapi, Tel Aviv berulang kali mengebom sekolah, yang sebagian besar digunakan untuk tempat berlindung bagi para pengungsi sejak perang meletus di Gaza.
Pada November 2023, 50 orang tewas akibat bom dan serangan artileri di Sekolah al-Buraq di kota Gaza. Lalu, di sekolah al-Tabin di dekatnya, lebih dari 100 orang tewas pada Agustus 2024.