Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
ilustrasi bendera Amerika Serikat (unsplash.com/chris robert)
ilustrasi bendera Amerika Serikat (unsplash.com/chris robert)

Intinya sih...

  • Amerika Serikat belum memiliki undang-undang perlindungan data federal yang sepadan dengan GDPR

  • Indonesia perlu merumuskan standar evaluasi tata kelola data ke Amerika Serikat

Jakarta, IDN Times - Chairman Lembaga Riset Keamanan Siber CISSReC, Pratama Persadha, mengatakan, Indonesia tidak bisa menutup mata soal risiko aliran data lintas batas. Hal ini merespons klausul transfer data pribadi antara Indonesia dan Amerika Serikat menyusul keputusan perjanjian dagang mengenai tarif resiprokal kedua negara.

Dia mengatakan, Amerika Serikat hingga kini belum memiliki undang-undang perlindungan data federal yang sepadan dengan Peraturan Perlindungan Data Umum atau GDPR.

"Ketika data pribadi warga Indonesia mengalir ke luar negeri, khususnya ke negara seperti Amerika Serikat yang hingga kini belum memiliki undang-undang perlindungan data federal yang sepadan dengan GDPR, maka potensi akses oleh entitas asing, termasuk korporasi teknologi dan lembaga keamanan, menjadi perhatian serius," kata dia dalam keterangan resmi kepada IDN Times, Kamis (24/7/2025).

1. Indonesia perlu memimpin dengan merumuskan standar evaluasi tata kelola data

Pratama Persadha (dok. IDN Times/Istimewa)

Perlindungan data di Amerika Serikat memang masih berbasis sektoral atau masih diatur terpisah-pisah. Contohnya Health Insurance Portability and Accountability Act (HIPAA) di bidang kesehatan hingga Children's Online Privacy Protection Act (COPPA) yang berlaku untuk pengumpulan informasi pribadi anak-anak

Meski demikan, Pratama mengatakan, tantangan ini tidak harus menjadi alasan untuk menutup diri. Menurut dia, Indonesia perlu memimpin dengan merumuskan standar evaluasi tata kelola data ke Amerika nantinya.

"Sebaliknya, Indonesia perlu mengambil kepemimpinan normatif dengan merumuskan standar evaluasi objektif terhadap negara tujuan transfer data," kata dia.

2. Bila perlu disusun kesepakatan bilateral jamin hak digital WNI

ilustrasi hukum (IDN Times/Arief Rahmat)

Dia mengatakan, bila perlu dapat disusun kesepakatan bilateral yang menjamin perlindungan hak-hak digital WNI. Termasuk hak untuk dihapus, hak atas pemberitahuan dan hak untuk menggugat pelanggaran privasi, meskipun data berada di luar negeri.

"Pendekatan ini akan menunjukkan bahwa Indonesia tidak sekadar mengikuti arus global, tetapi aktif membentuknya berdasarkan prinsip-prinsip transparansi, akuntabilitas, dan keadilan digital," kata dia.

3. Indonesia harus tetap menjadi jangkar stabilitas digital kawasan ASEAN

Bendera ASEAN dan mitra wicara di Hotel Shangri-La, Jakarta. (IDN Times/Sonya Michaella)

Secara geopolitik, kata dia, keterlibatan Indonesia dalam kerja sama transfer data harus tetap menjaga prinsip nonblok digital yang disebut telah jadi ciri khas diplomasi siber Indonesia.

IMenurut dia, Indonesia harus tetap menjadi jangkar stabilitas digital kawasan ASEAN di tengah rivalitas global antara Amerika Serikat dan China.

"Indonesia perlu menawarkan model tata kelola data lintas batas yang inklusif, berdaulan, dan adil," kata dia.

4. Perlu kelola data dengan baik agar tak jadi komoditas mentah yang dimanfaatkan asing

ilustrasi data (Unsplash/Campaign Creators)

Menurut dia, pengelolaan data yang terkontrol juga berkaitan langsung dengan nilai tambah ekonomi digital. Pasalnya, data pribadi dan perilaku digital warga Indonesia jadi bahan baku penting bagi pengembangan kecerdasan buatan, layanan berbasis algoritma, dan inovasi teknologi.

"Jika tidak dikelola dengan baik, data tersebut hanya akan menjadi komoditas mentah yang dimanfaatkan oleh pihak asing untuk membangun produk dan layanan yang kembali dijual ke pasar Indonesia. Negara harus hadir untuk memastikan bahwa manfaat ekonomi dari data dapat dinikmati sebesar-besarnya oleh masyarakat dan pelaku industri nasional," kata dia.

Dia mengatakan, penguatan infrastruktur digital, riset teknologi, dan talenta lokal harus diprioritaskan agar transfer data lintas batas tidak melemahkan kemandirian teknologi. Kerja sama internasional perlu mendukung alih teknologi dan investasi. Kesepakatan ini awal konsolidasi tata kelola data dengan hukum kuat, pengawasan independen, dan diplomasi berdaulat.

Editorial Team