New York, IDN Times - Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (United Nations General Assembly/UNGA) merupakan salah satu panggung diplomasi global yang paling prestisius dan berpengaruh. Setiap September, para pemimpin dunia berkumpul di markas besar PBB di New York untuk menyampaikan pandangan mereka mengenai situasi internasional, serta merumuskan agenda bersama dalam isu-isu perdamaian, keamanan, pembangunan, dan hak asasi manusia.
Tidak jarang, pidato di forum ini menjadi penanda arah kebijakan luar negeri suatu negara, sekaligus memberi pesan simbolik tentang bagaimana negara tersebut memposisikan diri dalam percaturan geopolitik global.
Bagi Indonesia, UNGA memiliki arti yang sangat strategis. Sejak pertama kali bergabung sebagai anggota PBB pada 28 September 1950, Indonesia telah menjadikan forum ini sebagai wadah untuk menyuarakan kepentingan nasional sekaligus solidaritas global, khususnya terkait isu kolonialisme, kedaulatan negara, serta keadilan internasional.
Dari pidato ikonik Presiden Soekarno pada 1960 yang berjudul To Build the World Anew, hingga pernyataan Presiden Joko ‘Jokowi’ Widodo yang menekankan kerja sama multilateral untuk mengatasi pandemi Covid-19 dan perubahan iklim, Indonesia selalu menggunakan panggung UNGA untuk memperlihatkan komitmen terhadap dunia yang damai dan adil.
Kini, pada Sidang Majelis Umum PBB ke-80 (UNGA 80) yang diselenggarakan pada September 2025, perhatian publik tertuju pada pidato perdana Presiden Prabowo Subianto. Sebagai presiden kedelapan Indonesia, Prabowo hadir di New York dengan membawa mandat baru dari rakyat setelah terpilih pada Pemilu 2024. Pidato beliau menjadi sorotan bukan hanya karena merupakan kesempatan pertama tampil di forum global sebesar UNGA, tetapi juga karena dianggap sebagai ujian awal dalam menunjukkan arah kebijakan luar negeri Indonesia di bawah kepemimpinannya.
Perubahan kepemimpinan ini menghadirkan banyak pertanyaan, apakah Indonesia akan tetap menekankan prinsip politik luar negeri bebas aktif sebagaimana dijalankan selama ini? Apakah isu Palestina, perubahan iklim, dan pembangunan berkelanjutan masih menjadi prioritas? Bagaimana sikap Indonesia terhadap rivalitas Amerika Serikat dan China, serta terhadap isu-isu baru seperti kecerdasan buatan (AI) dan keamanan dunia?