Bagaimana Negara Kaya Ini Tangani Pandemik COVID-19

Situasi di Swiss memburuk

Jakarta, IDN Times - Menteri kesehatan Swiss Alain Berset mengumumkan bahwa jumlah kasus baru COVID-19 dan pasien yang harus dirawat di rumah sakit meningkat dua kali lipat dari minggu ke minggu. Ini peringatan akan potensi kewalahan dalam menangani pandemik di salah satu negeri terkaya di dunia itu. Swiss dikenal sebagai negara dengan infrastruktur kesehatan mumpuni. Raksasa farmasi dunia ada di negeri berpenduduk 8,5 juta itu. Pendapatan per kapitanya 100 ribu dolar AS. Makmur.

Pada hari Rabu pekan lalu, 21 Oktober 2020, Swiss mencatatkan rekor kasus baru sebanyak 5.583 dalam waktu 24 jam, naik 14 persen dibanding sehari sebelumnya.
Pemerintah memutuskan akan mengetatkan penanganan pandemik jika sampai akhir pekan ini kurva pandemik belum mendatar.

Baca Juga: Infeksi COVID-19 di Eropa Menyebar Lebih Cepat

1. Pemerintah mewajibkan penduduk Swiss pakai masker di area publik

Bagaimana Negara Kaya Ini Tangani Pandemik COVID-19Warga memakai masker pelindung menunggu pergantian lampu lalu lintas di penyebrangan Shibuya, di tengah penyebaran penyakit virus korona (COVID-19), di Tokyo, Jepang, Jumat (16/10/2020. ANTARA FOTO/REUTERS/Issei Kato/WSJ/cfo

Laman AP melaporkan bahwa berdasarkan angka rata-rata dalam 14 hari terakhir, Swiss mencatatkan 394 kasus per 100 ribu penduduk. Bulan sebelumnya kurang dari 60 orang.
“Situasinya memburuk, dan memburuk cepat banget,” kata Berset dalam jumpa pers di Bern, ibukota Swiss, Minggu (25/10/2020).

Tiga pekan sebelumnya Swiss berada pada situasi yang dikategorikan sebagai terbaik di Eropa. Sekarang, Swiss masuk ke situasi yang buruk sebagaimana yang dialami di Eropa.
Eropa mengalami gelombang kedua dalam pandemik COVID-19. Memasuki musim dingin, kawasan ini mencatatkan 927 ribu kasus baru dalam sepekan terakhir.

Melihat kondisi ini, hari Minggu lalu, pemerintah mewajibkan semua warga menggunakan masker yang menutup sampai hidung di semua area publik termasuk di dalam ruangan, seperti di stasiun kereta api, bandara, sekolah dan mal perbelanjaan, toko-toko, tempat ibadah, perpustakaan dan hotel.

Pertemuan lebih 15 orang tidak diperkenankan di area publik, dan aturan baru membatasi acara publik tidak lebih dari 15 orang.

2. KBRI Swiss bersiap kembali bekerja dari rumah

Bagaimana Negara Kaya Ini Tangani Pandemik COVID-19Kegiatan Menlu Retno Marsudi dan Menteri BUMN Erick Thohir di Bern dan Jenewa (Dok. PTRI Jenewa)

Di awal pandemik, Swiss tergolong negara paling aman di dunia. Negeri ini memberlakukan penutupan wilayah (lockdown). Puncak gelombang pertama terjadi akhir Maret. Saat itu rata-rata kasus baru 1.800 per hari.

Masuk ke Juni-Juli, mereka melakukan pelonggaran dan memulai kegiatan ekonomi. Perbatasan dibuka untuk pengunjung dari negara Eropa, tetapi belum dari Asia. Banyak turis memanfaatkan liburan musim panas di Swiss, negara tujuan utama wisata di dunia.

“Saat itu pemerintah memikirkan nasib hotel-hotel dan tempat wisata yang terpukul saat lockdown. Memang ini pilihan yang sulit, antara penanganan krisis kesehatan dan menjaga kegiatan ekonomi,” kata Duta Besar Republik Indonesia untuk Swiss dan Liechstenstein Muliaman Darmansyah Hadad, dalam wawancara program #AmbassadorTalk (17/10/2020).

Pemerintah juga mempertimbangkan untuk kembali mewajibkan perusahaan dan perkantoran untuk bekerja dari rumah. “Kami di KBRI juga bersiap untuk kembali bekerja dari rumah,” kata Muliaman. Sesudah restriksi ekonomi dilonggarkan, bulan Juni warga Swiss mulai bekerja di kantor, dengan pengaturan memenuhi protokol kesehatan.

Baca Juga: Hasil Studi: Swiss Jadi Negara Teraman Selama Pandemik COVID-19

3. Meskipun jumlah kasus COVID-19 melonjak, tingkat kematian relatif rendah

Bagaimana Negara Kaya Ini Tangani Pandemik COVID-19Ilustrasi Virus Corona. IDN Times/Mardya Shakti

Angka terinfeksi di Swiss cukup tinggi, tapi sejak awal tingkat kematiannya sangat kecil. “Case fatality rate saat awal pandemik kadang 0, kadang 1-2, pokoknya di bawah 10 per hari. Kali ini untuk gelombang serangan kedua, tingkat kematian 300-400 orang per hari. Ini yang mengkhawatirkan pemerintah, jika tingkat hospitalisasi meningkat juga,” kata Muliaman.

Selama enam bulan terakhir, Swiss menikmati situasi lebih rileks, infrastruktur kesehatan lebih siap, dan orang lebih suka melakukan karantina mandiri di rumahnya. “Edukasi protokol kesehatan digencarkan, melibatkan tokoh masyarakat baik formal maupun informal,” ujar Muliaman.

Baca Juga: Dubes RI di Swiss: Indonesia Sukses Ekspor Emas ke Negeri Kaya Itu

4. Swiss membuat prioritas dalam mengedukasi protokol kesehatan COVID-19

Bagaimana Negara Kaya Ini Tangani Pandemik COVID-19Menlu Retno Marsudi didampingi Menteri BUMN Erick Thohir berkunjung ke Swiss (Dokumentasi PTRI Jenewa)

Edukasi saja tidak cukup, penegakan aturan dilakukan, termasuk wajib pakai masker. “Ini keputusan pemerintah pusat, sekali pun sebelumnya penanganan COVID-19 diserahkan ke daerah,” kata Muliaman, mantan ketua Otoritas Jasa Keuangan (OJK) itu.

Soal sulitnya memaksa anak-anak muda untuk tetap di rumah, juga menjadi masalah di Swiss. Menurut data, pasien yang meninggal dunia rata-rata berusia lanjut. Tapi anak-anak muda sangat mungkin menjadi pembawa (carrier), sekali pun tidak menunjukkan gejala klinis.

“Pemerintah buat urutan prioritas, mana yang perlu jadi target sosialisasi lebih ekstensif, yaitu, kalangan muda, ibu rumah tangga, petugas kesehatan,” kata Muliaman.

Baca Juga: WHO Eropa: Akan Ada Lebih Banyak Kematian COVID-19 Mulai Oktober 2020

Topik:

  • Umi Kalsum
  • Bayu Aditya Suryanto

Berita Terkini Lainnya