Universitas Columbia Sanksi Puluhan Mahasiswa karena Protes Gaza

Jakarta, IDN Times - Universitas Columbia di Amerika Serikat (AS) menjatuhkan sanksi akademik, termasuk skors dan pengeluaran, kepada puluhan mahasiswanya. Mereka disanksi karena berpartisipasi dalam aksi unjuk rasa pro-Palestina yang marak di lingkungan kampus.
Langkah ini diumumkan di tengah upaya universitas bernegosiasi dengan pemerintahan Donald Trump. Negosiasi bertujuan memulihkan dana federal senilai lebih dari 400 juta dolar AS (sekitar Rp6,5 triliun) yang dihentikan akibat tuduhan antisemitisme.
1. Sekitar 80 orang dijatuhi sanksi
Kelompok mahasiswa, Columbia University Apartheid Divest (CUAD), melaporkan hampir 80 mahasiswa terdampak sanksi. Pihak universitas sendiri menolak mengonfirmasi jumlah pasti atau mengomentari kasus individual mahasiswanya.
Bentuk sanksi yang diterapkan beragam, seperti skors selama satu hingga tiga tahun atau pengeluaran permanen. Beberapa lulusan baru bahkan mengalami pencabutan gelar akademik yang sudah mereka raih.
Sanksi ini menyasar peserta dari dua aksi protes utama. Pertama, perkemahan pada musim semi 2024 yang menjadi sorotan nasional dan memicu gelombang unjuk rasa serupa di berbagai kampus di seluruh negeri.
Protes kedua adalah pendudukan Perpustakaan Butler pada Mei lalu yang berlangsung selama periode ujian akhir. Aksi ini berujung pada penangkapan hampir 80 orang demonstran oleh aparat kepolisian.
"Kami tidak akan gentar. Kami berkomitmen pada perjuangan untuk pembebasan Palestina," ungkap kelompok CUAD, dikutip dari Al Jazeera.
2. Columbia dituduh gagal melindungi mahasiswa Yahudi
Columbia mengalami pemutusan dana federal karena dituduh gagal melindungi mahasiswa Yahudi. Pemerintah menyoroti adanya dugaan pelecehan di lingkungan kampus yang dinilai sudah parah dan meluas.
Pada Maret lalu, pemerintahan Trump juga mengancam akan menyetop dana untuk universitas mana pun yang membiarkan adanya protes ilegal. Pihak Columbia sendiri mengklaim, sanksi tersebut tidak berhubungan dengan tekanan pemerintah.
"Columbia masih harus membuat lebih banyak kemajuan sebelum mahasiswa Yahudi dapat benar-benar merasa aman di kampusnya. Kami akan terus menyelidiki antisemitisme di Columbia dan universitas lain serta mengembangkan solusi legislatif untuk mengatasi masalah yang terus-menerus ini," kata Anggota DPR AS, Tim Walberg, dilansir dari Times of Israel.
3. Reformasi Columbia di tengah tekanan pemerintah
Columbia juga melakukan sejumlah reformasi di tengah tekanan pemerintah. Universitas tersebut merombak proses disiplinernya dengan memindahkan wewenang University Judicial Board (UJB) ke kantor rektor.
Sebelumnya, UJB berada di bawah Senat Universitas, sebuah badan yang beranggotakan jajaran fakultas dan perwakilan mahasiswa. Sanksi massal ini menjadi keputusan besar pertama yang dikeluarkan oleh UJB di bawah struktur barunya.
Columbia juga mengumumkan akan mengadopsi definisi antisemitisme dari International Holocaust Remembrance Alliance (IHRA). Selain itu, pelatihan anti-diskriminasi wajib akan diselenggarakan bekerja sama dengan berbagai organisasi Yahudi, dilansir Strait Times.
"Gangguan terhadap kegiatan akademik merupakan pelanggaran kebijakan dan peraturan Universitas. Pelanggaran tersebut sudah pasti akan menimbulkan konsekuensi," jelas pihak universitas dalam sebuah pernyataan.