Trump Berencana Temui Xi Jinping dalam Waktu Dekat

- Trump berencana bertemu Xi Jinping dalam waktu dekat
- Jelang deadline tarif, Trump memuji hubungan AS-China yang baik dan menekan Beijing atas kekhawatiran perdagangan
- Trump ingin mempertahankan dialog dengan Xi dan mengejar keterlibatan pragmatis meskipun Washington memandang Beijing sebagai saingan strategis global utamanya
Jakarta, IDN Times - Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump, berencana melakukan perjalanan ke China untuk berunding dengan Presiden Xi Jinping. Rencana Trump menandakan potensi terobosan di tengah ketegangan perdagangan dan geopolitik yang sedang berlangsung antara kedua negara.
"Presiden Xi telah mengundang saya ke China. Kami mungkin akan melakukannya dalam waktu dekat. Agak jauh, tetapi tidak terlalu jauh. Saya telah diundang oleh banyak orang, dan kami akan segera membuat keputusan," kata Trump kepada para wartawan di Gedung Putih saat bertemu dengan Presiden Filipina Ferdinand Marcos Jr, dilansir Channel News Asia, Rabu (23/7/2025).
1. Tatap muka pertama Trump di tengah perang tarif

Trump mengatakan kedua negara sekarang berhubungan dengan sangat baik dan mengindikasikan hubungan pribadinya dengan Xi tetap sehat. Kunjungan potensial ini menandai pertemuan tatap muka pertama Trump dengan Xi sejak menjabat untuk periode kedua pada Januari 2025 lalu. Rencana belum final, tetapi para pejabat dari kedua negara telah membahas kemungkinan kunjungan Trump ke China sebagai bagian dari perjalanan yang lebih luas ke Asia akhir 2025.
Salah satu opsi yang dipertimbangkan adalah pertemuan tersebut akan berlangsung selama KTT Kerja Sama Ekonomi Asia-Pasifik (APEC) di Korea Selatan dari 30 Oktober hingga 1 November 2025, atau di sela-sela acara tersebut. Kemungkinan lain adalah kunjungan ke Beijing pada 3 September 2025, untuk menghadiri upacara peringatan 80 tahun berakhirnya Perang Dunia II, sebuah acara yang diperkirakan akan dihadiri oleh Presiden Rusia Vladimir Putin.
Pertemuan semacam itu juga akan menandai tatap muka pertama antara Trump dan Putin sejak pelantikan presiden AS. Gedung Putih dan pemerintah China menolak berkomentar mengenai laporan sebelumnya tentang potensi pertemuan tersebut.
2. Jelang deadline tarif

Pernyataan Trump muncul saat memuji keberhasilan pemerintahannya dalam "menjauhkan Marcos" dari China. Meski, sebenarnya Trump tak masalah bagi negara-negara lain untuk mempertahankan hubungan dengan Beijing.
"Negara ini mungkin condong ke China untuk sementara waktu, tetapi kami segera memulihkannya. Saya tidak keberatan jika dia berhubungan baik dengan China, karena hubungan kami dengan Tiongkok sangat baik,” tegasnya.
Trump telah meredakan retorikanya dalam beberapa pekan terakhir dan menunda tarif baru, dalam upaya dalam stabilisasi hubungan AS-China yang tegang. Namun, pemerintahannya terus menekan Beijing atas kekhawatiran yang telah lama ada, termasuk kelebihan kapasitas bidang manufaktur, keamanan regional, dan ekspor terkait fentanil.
Trump telah mengusulkan tarif dasar universal sebesar 10 persen untuk semua impor dan mengenakan tarif lebih tinggi pada negara-negara tertentu, termasuk sebesar 55 persen untuk barang-barang dari China. Dia telah menetapkan batas waktu 12 Agustus bagi AS dan China untuk mencapai kesepakatan tarif yang berkelanjutan.
3. Poin-poin gesekan

Selain perdagangan, hubungan AS-China masih tegang akibat dukungan Beijing terhadap Rusia, penerapan larangan keluar bagi beberapa penduduk Amerika, dan meningkatnya ketegasan militer di Indo-Pasifik.
Area ketegangan lainnya termasuk perdagangan opioid ilegal dan tekanan China terhadap Taiwan. Terlepas dari masalah-masalah ini, Trump telah menunjukkan keinginan untuk mempertahankan dialog dengan Xi dan mengejar keterlibatan pragmatis.
Washington memandang Beijing sebagai saingan strategis global utamanya. Perang tarif balasan Trump dengan China sebelumnya telah mengacaukan perdagangan global dan rantai pasokan, meskipun upaya-upaya baru-baru ini bertujuan untuk mengurangi gesekan.