Jakarta, IDN Times - Di saat kasus COVID-19 di Tanah Air sudah mulai menurun, namun kondisi berbalik terjadi di China. Sejak pemerintah setempat memutuskan untuk mencabut kebijakan nol COVID-19, lonjakan kasus terjadi secara signifikan di Negeri Tirai Bambu itu. Namun, datanya diduga tak diungkap secara jujur oleh otoritas China.
Dikutip dari laman World O Meter, Senin (2/1/2023), dalam 24 jam yang dilaporkan hanya ada 5.138 kasus. Sementara, laporan beberapa media menunjukkan bahwa sejumlah rumah sakit di China sedang kewalahan menghadapi COVID-19. Bahkan, jenazah terlihat menumpuk di kamar mayat di sejumlah rumah sakit.
Adapun menurut data World O Meter hingga Senin ini pukul 07.30 WIB, kasus COVID-19 di dunia ada 665.172.360. Dari jumlah itu, 6.697.824 meninggal dunia. Sementara 636.958.485 berhasil sembuh. Sedangkan kasus aktif atau yang masih dirawat atau menjalani isolasi tercatat sebanyak 21.516.051.
Di sisi lain, pada Minggu (1/1/2023), jumlah kasus harian COVID-19 di China dilaporkan bertambah 7.204. Sedangkan, angka kematian harian pada Minggu kemarin hanya bertambah satu pasien.
Stasiun berita BBC melaporkan, jumlah kasus itu bisa terlihat rendah lantaran pemerintah memberlakukan kriteria khusus bagi pasien yang dinyatakan meninggal karena COVID-19. Pemerintah hanya mencatat pasien meninggal karena COVID-19 bila ia tertular virus Sars-CoV-2 dan menyerang saluran pernapasan.
Otoritas setempat tak akan mencatat pasien yang sudah memiliki komorbid, namun meninggal karena penyakit itu memburuk usai tertular Sars-CoV-2. Hal itu jelas tak sesuai dengan panduan dari Badan Kesehatan Dunia (WHO).
Selain itu, Pemerintah China juga telah menghentikan kewajiban untuk melakukan tes COVID-19 secara massal. Mereka hanya mencatat kasus COVID-19 yang ditemukan melalui hasil tes di rumah sakit dan klinik.
Menurut laporan, tsunami COVID-19 di China disebabkan jenis subvarian baru Omicron BF.7. Lalu, apakah Pemerintah Indonesia bakal memberlakukan kewajiban tes COVID-19 bagi pendatang dari Negeri Tirai Bambu?